Wednesday, July 17, 2013

Muhammad Adz-Dzowahiriy : Al-Qaeda Jauh dari Kekalahan



Di dalam sebuah rumah sederhana di jalanan yang sunyi kota Kairo, Muhammad adz Dzowahiriy sekali lagi mulai membiasakan dirinya menjadi orang yang bebas. Dia dibebaskan dari penjara pada bulan Maret, setelah menjalani lebih dari satu dekade masa penahanan atas tuduhan persekongkolan untuk menggulingkan pemerintah Mesir. Muhammad yang merupakan adik dari sang pemimpin Tandhim Jihad Internasional Al Qo’idah, Syaikh Ayman adz Dzowahiri, membagikan banyak pandangannya.

Dia mencurigai media-media internasional, sehingga dibutuhkan panggilan selama beberapa minggu sebelumnya, hingga beliau setuju untuk bertemu dengan wartawan CNN di rumah keluarganya di sebuah lingkungan kelas menengah, Maadi. Ini adalah wawancara pertamanya dengan jaringan media Barat.

Muhammad adz Dzowahiriy menggunakan pandangan lama ketika berbicara mengenai kebangkitan dan daya tahan al Qo’idah.

"Sebelum Anda menyebut saya dan saudara saya sebagai teroris, mari kita definisikan terlebih dahulu maknanya. Jika sebutan itu ditujukan pada mereka yang membunuh tanpa ampun dan haus darah, maka kami bukanlah sebagaimana yang dituduhkan," katanya. "Kami hanya berusaha mendapatkan kembali beberapa dari hak-hak kami yang telah dirampas oleh kekuatan digdaya Barat di sepanjang sejarah," kata Muhammad adz Dzowahiriy pada CNN.

Meskipun banyak tokoh senior al Qo’idah yang tiada, Muhammad adz Dzowahiriy tidak percaya organisasi yang dipimpin oleh saudaranya itu kehabisan kekuatan.

"Jika Anda membaca banyak tulisan-tulisan orang Amerika, sekarang mereka telah memahami bahwa kekuatan Al Qo’idah bukanlah terletak pada para pemimpinnya, tetapi dalam ideologi mereka. Setiap orang mendapatkan dukungan ketika tindakan-tindakannya sesuai dengan prinsip-prinsipnya. Mereka yang meraih kesyahidan telah memenangkan kehidupan di bumi dan surga Allah. Mereka yang tewas di tangan AS telah menunjukkan kepada kita cahaya dan bukti bahwa mereka telah berkomitmen terhadap perjuangan dan penyebaran ideologi mereka," Muhammad adz Dzowahiriy.

Turut mendengarkan juga, adiknya Hussain dan putra tertuanya Abdurrahman. Muhammad adz Dzowahiriy memberikan penghargaan atas revolusi yang telah berhasil menggulingkan mantan Presiden Husni Mubarak setahun sebelum pembebasannya dari penjara. Dia menjelaskan apa yang terjadi di Mesir sebagai "waktu-waktu yang penuh dengan pengampunan."

Setelah kelulusannya pada tahun 1974 dari perguruan tinggi teknik di Universitas Kairo, Muhammad adz Dzowahiriy meninggalkan Mesir untuk bekerja di Arab Saudi. Pada tahun 1981, bersama dengan kedua saudaranya, Ayman dan Husain, ia dituduh terlibat dalam rencana pembunuhan Presiden Anwar Sadat. Muhammad dibebaskan secara in absentia dan Husain menghabiskan 13 bulan di penjara sebelum tuduhan itu dijatuhkan.

Ayman, saudaranya yang tertua, menghabiskan tiga tahun masa tahanan. Setelah dia dibebaskan, ia meninggalkan Mesir untuk tinggal di Arab Saudi. Dia pertama kali bertemu Syaikh Usamah bin Ladin dalam sebuah kunjungannya di Peshawar, Pakistan pada tahun 1986. Menurut Human Rights Watch, saudara-saudaranya menghabiskan waktu bersama-samanya di Sudan pada awal tahun 1990-an. Muhammad mengatakan dia terakhir kali melihat kakaknya pada tahun 1996 di Azerbaijan.

Dia juga menghabiskan waktunya untuk bekerja pada International Islamic Relief Organization (IIRO) sebagai seorang arsitek, membantu membangun sekolah-sekolah dan rumah sakit. IIRO memiliki hubungan dengan pemerintah Saudi namun kemudian dituduh memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok Islam militan, termasuk Al Qo’idah, dan ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat.

Muhammad adz Dzowahiriy juga menghabiskan waktunya di Yaman dan Uni Emirat Arab, di mana ia ditangkap pada tahun 1999 dan kemudian dipulangkan ke Mesir.

"UAE melakukan penyiksaan psikologis dan fisik yang mengerikan pada saya selama empat bulan," ujarnya.

Dia menyebutkan bahwa dia telah diberi obat-obatan yang memperlemah sistem syarafnya. UEA membantah klaim bahwa ia disiksa. Muhammad percaya bahwa peran saudaranya yang tumbuh di ekstremisme Islam menjadi alasan atas penangkapan dan deportasi rahasianya ke Mesir - dan mengatakan bahwa ia diinterogasi tanpa henti mengenai keberadaan saudaranya.

"Saya menjadi target hanya karena saya saudara Ayman adz Dzowahiriy," katanya kepada CNN. "AS tidak ingin ideologi saudara saya mendunia.” Dia mengatakan pada saat itu ia berada di sebuah penjara Mesir sedang disiksa menggunakan listrik, kekurangan tidur dan dan dipukul berkali-kali. Dia diijinkan untuk mandi hanya sekali setiap empat bulannya dan dikurung dalam sel kecil tanpa jendela. Sementara itu, keluarganya tidak memiliki petunjuk apakah dia hidup atau mati. Dia menghilang begitu saja.

Pada tahun 2004 sebuah surat kabar Arab yang berbasis di London melaporkan ia masih hidup dan ditahan di sebuah penjara keamanan tingkat tinggi di Kairo, dan menerbitkan foto dirinya. Pihak berwenang Mesir menegaskan ia ditahan. Meskipun proses penahanannya yang panjang, Muhammad adz Dzowahiriy justru tidak menyerahkan kepercayaannya.

"Jika Barat menginginkan kehidupan yang damai maka mereka harus mengembalikan hak-hak kaum Muslimin. Salah satunya adalah merampas dan menjajah negeri-negeri kaum muslimin, dan yang paling buruk dan melanggar HAM adalah mengganggu keyakinan agama kami. Kami hanya ingin mendirikan negara Islam dengan cara-cara yang kami kehendaki, dan tidak menginginkan konfrontasi dengan Barat selama mereka berhenti menduduki tanah kami, membunuhi wanita dan anak-anak yang tak bersalah dan di atas itu semua, mencampuri keyakinan agama kami," Muhammad adz Dzowahiriy.

"Kami menyeru manusia agar berpuasa dan beribadah, menyebarkan kalimat Allah dan berjihad jika kami diserang atau dibatasi dari mempraktekkan ajaran agama kami. Dalam hal ini, kami mengundang para penjajah itu memasuki komunitas-komunitas Islam untuk mempelajari agama kami. Jika mereka menolak, dan menghentikan upaya penyebarannya, maka Allah telah memerintahkan kami untuk menghadapinya, yakni menjihadi mereka, "kata adz Dzowahiri.

Ketika ditanya apakah ia percaya Amerika Serikat patut dijadikan target-target bagi serangan Mujahdin, Muhammad adz Dzowahiriy menjawab : "Mereka yang membunuh wanita dan anak-anak seharusnya tidak bersedih hati ketika saya ganti membunuhnya. Aku memberitahu mereka untuk tidak membawa kita ke dalam siklus kekerasan. Kemauan Anda agar kita semua dapat hidup damai adalah dengan menghindari para pemimpin dunia yang menggunakan Islam sebagai alasan untuk memicu peperangan untuk keuntungan mereka sendiri. "

Sekarang Mubarok telah lengser, Muhammad adz Dzowahiriy tetap mengharapkan Mesir yang diatur oleh hukum Syariah. Mesir hanya memiliki sedikit waktu untuk demokrasi yang diakui di Barat.

Dan ia mengambil contoh Turki, di mana Partai yang berlandaskan Islam mencakup sistem sekuler, pemerintah konstitusional dengan pemilihan umum reguler.

"Saya tidak percaya pada konstitusi, atau sistem sekuler ciptaan Amerika itu yang digunakan untuk merusak Islam yang benar sebagaimana yang bisa kita lihat dalam model pemerintahan Turki. Demokrasi tidaklah bertentangan dengan kediktatoran sebagaimana yang digambarkan oleh beberapa kalangan. Demokrasi jelas bertentangan dengan kekuasan tertinggi Allah, bertentangan terhadap Islam , "tegasnya.

(Daulah Khilafah islamiyyah/shoutussalam.com)
 

No comments:

Post a Comment