Saturday, December 29, 2012

kIsAH JihAd aMwAL(hArTa)....



Pada suatu hari, saya dikunjungi seorang kawan yang amat saya kasihi. Wajahnya keruh diselaputi kesedihan dan keresahan yang tidak dapat saya duga puncanya. Dengan rasa cemas saya bertanya: “Apa yang telah terjadi? Anta sakitkah?” Dia menggelengkan kepala. Saya bertanya lagi, meneka sesuatu yang lain pula:

“Ada sesuatu yang berlaku di rumahmu? Anak anta kemalangan? Anta kesuntukan wang?”

Setiap soalan yang saya ajukan, dijawab dengan gelengan kepala. Saya kehilangan idea untuk meneka, apa sebenarnya yang dialami oleh kawan saya ini. Walaupun ditanya bertalu-talu dia enggan menceritakan masalahnya. Namun akhirnya dia akur apabila saya tidak putus-putus mendesak agar dia meluahkan apa yang terbuku di benaknya.

Apabila dia mula membuka bicara, hati saya segera terusik, seluruh tubuh saya bergoncang dan mata saya terbeliak kagum dan terpegun!

Dia berkata:

“Ya akhi, sebenarnya saya memperuntukkan sebahagian daripada pendapatan bulanan saya untuk Allah. Pada setiap bulan, apabila saya menerima gaji saya terus saya keluarkan sebagai sedekah dakwah saya. Saya tidak pernah mengabaikannya seperti saya tunaikan perkara yang wajib. Bagi saya ia cukai jihad ke atas saya.”

Saya berkata kepadanya:

“Apa yang anta lakukan itu memang sesuatu yang sangat baik. Saya berdoa mudah-mudahan Allah terima amalmu. Tetapi apa yang merunsingkan anta sekarang?”

Dia menjawab:

“Bulan ini saya terlewat membayar cukai jihad bulanan saya beberapa hari. Pada hari saya terima gaji, saya terus pulang ke rumah. Kerana sibuk dengan pelbagai urusan, saya terlupa untuk membayar apa yang saya lakukan setiap bulan. Beberapa hari berlalu, saya menjadi lebih leka dan lemah semangat. Pada masa yang sama, gaji yang saya terima semakin berkurangan.”

Saya memberikan pandangan:

“Kalau begitu, anta boleh bayar selepas dua hari, tiga hari, empat hari atau lima hari. Kalau anta kesuntukan wang, kami saudara-saudaramu, sahabat-sahabatmu dan teman-temanmu akan bantu.”

Dia berkata lagi:

“Sesungguhnya semenjak saya menanam azam dalam diri saya dan berjanji akan mengeluarkan sebahagian daripada gaji saya setiap bulan pada hari saya menerimanya, saya akan menerima amaran langsung daripada Allah sekiranya saya terlewat melakukannya. Allah akan mengutus kepada saya telegram berupa amaran dan persoalan, mana hak dakwahmu? Mana jihadmu?

Sekarang, soalan-soalan itu muncul lagi dan berlaku di depan mata ku di atas jasad anak-anakku. Dua hari lepas, yang seorang terkena demam panas membahang, yang lain pula menggigil kesejukan. Kereta aku mula rosak secara tiba-tiba yang tidak aku jangka. Pelbagai masalah yang memerlukan belanja lebih dalam bulan ini berlaku tanpa di jangka. Maka belanja yang terpaksa dikeluarkan untuk dua tiga hari lepas pun meningkat.

Maha Suci Allah! Keadaan akan bertukar. Dengan aku tidak mengeluarkan sedikit daripada gajiku untuk jihad, aku terpaksa menanggung perbelanjaan yang lebih tinggi untuk ubat anakku dan keperluan-keperluan lain. Aku telah terlewat membayar. Maka telegram pun tiba.

Inilah yang mendorong aku segera datang untuk melunaskan tanggungjawabku. Dan itulah sebabnya anta melihat saya sedih dan sugul. Saya telah terlewat membayar bahagian yang diperuntukkan untuk jihad daripada gaji bulanan saya!”sumber

Tukang Sapu Jadi Jutawan…


 (Kisah Nyata Di Mekkah Musim Haji 2012)



Musim haji tahun 2012 baru saja berlalu. Seperti biasanya, setiap kali musim haji selalu saja memunculkan kisah-kisah menakjubkan. Selalu ada cerita yang mengharukan, penuh hikmah dan menjadi pelajaran bagi umat manusia.

Di antara kisah nyata yang terjadi di musim haji tahun 2012 ini adalah kisah seorang tukang sapu di kota Mekkah yang mendadak kaya menjadi seorang milyuner. Bagaimana ceritanya? Simak kisah nyatanya seperti yang diangkat di koran al-Sabaq terbiatan Saudi Arabia tanggal 17 Dzhuhjjah lalu (02/11/2012). (Kisah ini sudah kami edit seperlunya tanpa mengurangi inti dan substansi cerita).


Syahdan, seorang pria bernama Marimir Husain Jihar tengah menyapu jalanan kota Mekkah yang penuh debu. Ia membersihkan jalanan kota suci ini dari kotoran dan sampah-sampah yang dibuang manusia atau yang diterbangkan angin sepanjang waktu.

Sudah 5 tahun, pekerja imigran asal Bangladesh itu melakoni pekerjaan bersahaja tersebut, pekerjaan yang dipandang sebelah mata orang orang lain. Di Arab Saudi, orang Bangladehs sering disebut sebagai “Benggali”. Orang Indonesia pun memanggil mereka dengan sebutan demikian.

Rekan-rekan sekerja Marimir tidak pernah tahu asal-usul marimir, sebab ada ratusan ribu (atau mungkin jutaan) orang Benggali yang menjadi buruh kasar di negeri Haramain ini.

Sampai pada suatu hari di musim haji 2012. Ketika Marimir asyik menyapu jalanan di sekitar wilayah Tan’im, tempat di mana orang-orang akan memulai (miqat) ihram untuk Umrah, suatu kejadian tak terduga terjadi.

Seorang pria tua berteriak dari seberang jalan memanggil nama Marimir. Pria itu berpakaian Ihram, terlihat hendak melaksanakan ihram untuk Umrah. Dari postur tubuhnya, pria tua itu jelas berkebangsaan Bangladeh.

“Marimir…! Marimir…! Marimir….!” Teriak pria tua berkali-kali dari seberang jalan. Namun karena banyaknya manusia dan lalu linta yang sibuk, Marimir tidak mendengarnya.

“Marimir…! Marimir…! Marimir…!” Pria tua itu kembali berteriak. Kali ini ia berlari ke arah Marimir menghadang jalan.

Aksi pria tua itu mengundang perhatian banyak orang di Tan’im, termasuk dari rekan-rekan pria tua itu sendiri. Mereka heran, bagaimana ia mengenali seorang penyapu jalan di kota suci ini.

Tanpa peduli, ia terus berlari tanpa menghiraukan mobil-mobil yang melaju kencang. Orang-orang berteriak memperingatkannya, karena aksinya itu mengganggu lalu lintas.

“Marimir…!”. Ujar si pria tua tanpa henti.

Kali ini Marimir mendengar. Ia menoleh, dilhatnya seorang yang sudah tua berlari ke arahnya. Ia pun heran, dari mana orang itu mengetahui namanya.

Pria itu semakin mendekat. Dan semakin dekat. Ketika sudah jelas baginya siapa yang datang, ia pun terperangah. Alangkah kagetnya Marimir, ia seakan tak percaya apa yang dilihatnya.

Ternyata pria tua itu adalah abang kandungnya sendiri….

Dengan berurai air mata, si pria tua itu menghampiri Marimir yang penuh debu, lantas ia memeluk pemuda itu dengan erat sambil menangis.

Aksi jemaah haji tersebut mengundang perhatian banyak orang. Meski tidak mengerti, mereka mengabadikan momen penuh haru itu dengan kamera. Setelah itu, si pria tua bercerita kepada orang-orang yang mengitari mereka penuh keharuan.

Ia menceritakan bahwa tukang sapu itu adalah adik kandungnya sendiri, mereka adalah dua bersaudara yang sudah lebih 5 tahun tidak bertemu.

Kisah perpisahan mereka dimulai ketika orangtua mereka meninggal dunia beberapa tahun sebelumnya. Ayah mereka meninggalkan harta warisan yang sangat banyak, mencapai 17 juta Riyal (sekitar Rp. 42,5 Milyar). Bagaimana tidak, keluarganya adalah keturunan bangsawan, dan salah satu kakek mereka adalah mantan menteri di Bangladesh.

Tapi saudara tuanya itu berbuat serakah. Ia tidak mau membagi harta peninggalan itu dengan adiknya. Beberapa kali si adik meminta pembagian warisan, tapi ia tidak mau. Bahkan, sang adik pernah dijebloskannya ke penjara karena menuntut haknya!

Karena putus asa, akhirnya sang adik pergi meninggalkan Bangladeh. Ia pun menjadi pekerja imigran di Arab Saudi. Hingga bertahun-tahun lamanya. 5 tahun terakhir, ia menjadi tukang sapu di Mekkah.

Selepas kepergian adiknya itu, saudara tuanya pun diserang penyakit kanker ganas.

“Ini hukuman Allah atas kezaliman saya…”. Kenang haji tua itu sambil menangis. Dan sejak itulah ia insyaf atas perbuatan serakahnya.

Bertahun-tahun pula lamanya, ia berusaha mencari jejak sang adik. Ia bertanya kepada kawan-kawan adiknya, tapi tak satu pun yang tahu. Ia pun sudah membuat sayembara, siapa yang mengetahui alamat adiknya akan diberi imbalan yang besar.

Namun kabar tak kunjung datang. Sang adik entah di mana rimbanya. Sementara penyakitnya semakin parah, hingga ia mengira umurnya takkan lama lagi.

Hingga datang musim haji tahun 2012. Ketika ia hendak pulang ke tanah air, ia pun melaksanakan umrah terlebih dahulu. Ia bersama rombongannya pun berangkat ke Tan’im, miqat di mana orang Mekkah memulai umrah.

Dan di sanalah keajaiban itu terjadi. Di tempat inilah Allah Swt mempertemukannya dengan adiknya yang selama ini ia cari. Dilihatnya seorang pria muda tengah menyapu jalanan, dan ternyata itu adalah saudara kandungnya.

Saat pertemuan itu, saudara tua itu meminta maaf kepada sang adik atas kezalimannya selama ini. Karena keserakahannya, sang adik hidup sengsara dan terlunta-lunta sebagai tukang sapu di negeri orang.

Ia pun mengajak adiknya pulang. Ia sudah membagi harta peninggalan orangtua mereka seadil-adilnya. Bagian untuk sang adik sudah ia sisihkan, dan akan ia berikan tanpa mengambilnya sedikitpun, jumlahnya milyaran rupiah ditambah properti yang sangat banyak.

Di tempat yang suci itu, sang adik memaafkan abangnya. Ia sama sekali tidak menaruh dendam. Bahkan dirinya merasa bahagia bisa tinggal di tanah suci ini. Di sini, ia menghabiskan waktu untuk bekerja dan menghafal al-Qur’an.

Kepada hadirin yang berkerumun di sekitar mereka, tukang sapu yang jadi milyuner itu mengatakan: “Sungguh ini merupakan pelajaran yang besar dalam hidup saya. Saya sudah merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang teraniaya. Karena itu, saya berjanji tidak akan menganiaya siapa pun. Allah mengharamkan kezaliman atas diri-Nya, dan diharamkannya kezaliman itu atas hamba-hambaNya”.

Kisah mengharukan itu menjadi buah bibir jemaah haji. Seorang penjual makanan cepat saji di kota Mekkah mengatakan kepada wartawan Sabg:

“Saya sering bersedekah makanan kepada tukang sapu itu, tanpa saya pernah tahu ternyata dia adalah seorang milyuner”.

sumber cerita : http://putramelayu.web.id/sumber

“KSATRIA MUDA” (KISAH HARU DI MEDAN JIHAD)


Ibnu Jauzi dalam shifatus Shofwah, dan Ibnu Nahas dalam Masyaariqul ‘Asywaaq mengisahkan dari seorang salih yang bernama Abu Qudamah as-Syami’ (saya kira yang dimaksud pemuda dalam judulnya adalah Abu Qudamah).Abu Qudamah , konon adalah orang yang hatinya dipenuhi kecintaan akan jihad fii sabilillah. Tak pernah dia mendengar akan jihad fii sabilillah, atau adanya perang antara kaum muslimin dengan orang kafir, kecuali ia selalu mengambil bagian bertempur di pihak kaum muslimin. Suatu ketika saat ia sedang duduk-duduk di Masjidil Haram, ada seorang yang menghampirinya seraya berkata, ” Hai, Abu Qudamah, ceritakanlah peristiwa paling ajaib yang pernah kamu alami dalam berjihad.” “Baiklah, aku akan menceritakannya bagi kalian,” kata Abu Qudamah.


“Suatu ketika aku berangkat bersama beberapa sahabatku untuk memerangi kaum salibis di beberapa pos penjagaan dekat perbatasan. Dalam perjalanan itu aku melalui kota Raqqah (sebuah kota di Irak, dekat dengan eufrat)”. Disana aku membeli seekor unta yang akan kugunakan untuk membawa persenjataanku. Disamping itu aku mengajak warga kota lewat masjid-masjid, untuk ikut serta dalam jihad dan berinfak fi sabilillah”. Menjelang malam harinya, ada seorang yang mengetuk pintu. Tatkala kubukakan, ternyata ada seorang wanita yang menutupi wajahnya dengan gaunnya.

AQ:”Apa yang anda inginkan?”

W:”Andakah yang bernama Abu Qudamah?”

AQ:”Benar”

W:”Andakah yang hari ini mengumpulkan dana untuk membantu jihad di perbatasan?”

Maka wanita itu menyerahkan secarik kertas dan sebuah bungkusan terikat, kemudian berpaling sambil menangis.Pada kertas itu tertulis: “Anda mengajak kami untuk berjihad, namun aku tak sanggup untuk itu. Maka kupotong dua buah kucir rambut kesayanganku agar anda jadikan sebagai tali kuda Anda. Kuharap bila Allah melihatnya pada kuda Anda dalam jihad, Dia mengampuni dosaku karenanya”(dari kucir rambut inilah kisah selanjutnya terjadi)
“Demi Alah, aku kagum atas semangat dan kegigihanya untuk ikut berjihad, demikian pula kerinduannya untuk mendapat ampunan Alah dan surga-Nya” kata Abu Qudamah.

Kesekoan harinya, aku bersama sahabtku beranjak meninggalkan Raqqah. Tatkala kami tiba di benteng Maslamah bin Abdul Malik, tiba-tiba dari belakang ada seorang penunggang kuda yang memanggil-manggil.

“Hai Abu Qudamah…Hai Abu Qudamah…tunggulah sebentar, semoga Allah merahmatimu,” teriak orang itu.

“Kalian berangkat saja duluan, biar aku yang mencaritahu tentang orang ini” perintahku pada para sahabatku.

Ketika aku hendak menyapanya, orang itu mendahuluiku dan mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang mengizinkanku untuk ikut bersamamu, dan tidak menolak keikutsertaanku”.

“Apa yang kau inginkan” tanyaku.

“Aku ingin ikut bersamamu memerangi orang-orang kafir”, jawabnya.

“Perlihatkan wajahmu, aku ingin lihat, kalau engkau cukup dewasa dan wajib berjihad, akan aku terima. Namun jika masih kecil dan tidak wajib berjihad terpaksa kutolak” kataku.

Ketika ia menyingkap wajahnya, tampaklah olehku wajah yang putih bersinar bak bulan purnama. Ternyata ia masih muda belia dan umurnya baru 17 tahun.

“Wahai anakku, apakah kamu memiliki ayah?” tanyaku.

“Ayahku terbunuh di tangan kaum salibis dan aku ingin ikut bersamamu untuk memerangi orang yang membunuh ayahku” jawabnya.

“Bagaimana dengan ibumu, masih hidupkah dia?” tanyaku lagi.

“Ya” jawabnya.

“Kembalilah ke ibumu dan rawatlah ia baik-baik, karena surga ada dibawah telapak kakinya” pintaku kepadanya.

“Kau tak kenal ibuku?” tanyanya.

“Tidak” jawabku.

“Ibuku ialah pemilik titipan itu,”katanya.

“Titipan yang mana” tanyaku.

“Dialah yang menitipkan tali kuda itu” jawabanya.

“Tali kuda yang mana” tanyaku keheranan.

“Subhanallah..!! Alangkah pelupanya Anda ini, tidak ingatkah Anda dengan wanita yang datang tadi malam menyerahkan seutas tali kuda dan bingkisan?”

“Ya, aku ingat” jawabku.

“Dialah ibuku! dia menyuruhku untuk berjihad bersamamu dan mengambil sumpah dariku supaya aku tidak kembali lagi,” katanya.

“Ibuku berkata,”Wahai anakku, jika kamu telah berhadapan dengan musuh, maka janganlah kamu melarikan diri. Persembahkan jiwamu untuk Allah. Mintalah kedudukan disisiNya, dan mintalah agar engkau ditepatkan bersama ayah dan paman-pamanmu di jannah. Jika Allah mengaruniamu mati syahid, maka mintalah syafaat bagiku”.

Kemudian ibu memelukku lalu menengadahkan kepala ke langit seraya berkata “Ya Allah..ya Ilahi…inilah puteraku, buah hati dan belahan jiwaku, kupersembahkan ia untukmu, maka dekatkanlah ia dengan ayahnya.”.

“Aku benar-benar takjub dengan anak ini”. Kata abu Qudamah, lalu anak itu pun segera menyela,

“Karenanya, kumohon atas nama Allah, janganlah kau halangi aku untuk berjihad bersamamu. InsyaAllah akulah asy-syahid putera asy-syahid. Aku telah hafal Al-Quran. Aku juga jago menunggang kuda dan memanah. Maka janganlah meremehkanku hanya karena usiaku yang masih belia” kata anak itu memelas.

Setelah mendengar uraiannya aku tak kuasa melarangnya maka kusertakan ia bersamaku.

Demi Allah, ternyata tak pernah kulihat orang yang lebih cekatan darinya. Ketika pasukan bergerak, dialah yang tecepat. ketika kami singgauh untuk beristirahat, dialah yang paling sibuk mengurus kami, sedang lisanya tak pernah berhenti dari dzikrullah sama sekali. Kemudian, kamipun singgah disuatu tempat dekat pos perbatasan. Saat itu matahari hampir tenggelam dan kami dalam keadaan berpuasa. Maka ketika kami hendak menyiapkan hidangan untuk berbuka dan makan malam, bocah itu bersumpah atas nama Allah bahwa ialah yang akan menyiapkanya. Tentu saja kami melarangnya karena ia baru saja kecapaian selama perjalanan panjang tadi. Akan tetapi bocah itu bersikeras menyiapkan hidangan bagi kami. Maka ketika kami beristirahat disuatu tempat, kami katakan kepadanya, “Menjauhlah sedikit agar asap kayu bakarmu tidak mengganggu kami”.

Maka bocah itupun mengambil tempat yang agak jauh dari kami untuk memasak. Akan tetapi bocah itu tak kunjung tiba. Mereka merasa bahwa ia agak terlambat menyiapkan hidangan mereka.
“Hai Abu Qudamah, temuilah bocah itu. ia sudah terllau lama memasak. Ada apa denganya?” pinta seseorang kepadaku. lalu aku bergegas menemuinya, maka kudapatkan bocah itu telah menyalakan api unggun dan memasak sesuatu diatasnya. tapi karena terlalu lelah, ia pun tertidur sambil menyandarkan kapalanya pada sebuah batu. Melihat kondisinya yang seperti itu, sungguh demi Allah aku tak sampai hati mengganggu tidurnya, namun aku juga tak mungkin kembali kepada mereka dengan tangan hampa, karena sampai sekarang kami belum menyantap apa-apa. Akhirnya kuputuskan untuk menyiapkan makanan itu sendiri. Aku pun mulai meramu masakanya, dan sembari menyiapkan masakan , sesekali aku melirik bocah itu. Suatu ketika terlihat olehku bahwa bocah itu tersenyum. Lalu perlahan senyumanya makin lebar dan mulailah ia tertawa lebar kegirangan. Aku merasa takjub melihat tingkahnya tadi, kemudian ia tersentak dari mimpinya dan terbangun.

Ketika melihatku menyiapkan masakan sendirian, ia nampak gugup dan buru-buru mengatakan, “Paman, maafkan aku, nampaknya aku terlambat menyiapkan makanan bagia kalian.”

“Ah tidak, kamu tidak terlambat ko,” jawabku.

“Sudah, tinggalkan saja masakan ini. Biar aku yang menyiapkanya, aku adalah pelayan kalian selama jihad.” kata bocah itu.

“Tidak,” sahutku, “Demi Allah,kau tak kuizinkan menyiapkan apa-apa lagi bagi kami sampai kau ceritakan kepadaku apa yang membuatmu tertawa sewaktu tidur tadi? keadaanmu sungguh mengherankan,” lanjutku.

“Paman, itu sekedar mimpi yang kulihat sewaktu tidur,” kata si bocah.

“Mimpi apa yang kau lihat?” tanyaku.

“Sudahah, tak usah bertanya tentangnya, ini masalah pribadi antara aku dengan Allah,” sahut bocah itu.

“Tidak bisa, kumohon atas nama Allah agar kamu menceritakanya,” kataku.

“Paman, dalam mimpi itu tadi aku melihat seakan-akan aku berada di Jannah, kudapati Jannah itu dalam segala keindahanya dan keagunganya, sebagaiana yang Allah ceritakan dalam Al-Quran”.

Sembari aku jalan-jalan didalamnya dengan penuh terkagum-kagum tiba-tiba tampaklah olehku sebuah istana megah yang berkilauan, dindingnya dari emas dan perak, terasnya dari mutiara dan batu permata, dan gerbangnya dari emas.

Di teras itu ada kerai-kerai yang terjuntai, lalu perlahan-lahan kerai itu tersingkap dan tampaklah gadis-gadis belia nan cantik jelita, wajah mereka bersinar bak rembulan.” Kutatap wajah-wajah cantik itu dengan penuh kekaguman, sungguh, kecantikannya yang luar biasa,gumamku, lalu muncullah seorang gadis lain yang lebih cantik dari mereka, dengan telunjuknya ia memberi isyarat kepada gadis yang berada disampingnya, seraya mengatakan “Inilah (calon) suami al-Mardhiyah…ya..dialah calon suaminya, benar, dialah orangnya!”. Aku tak paham siapa itu al-Mardhiyyah, maka aku bertanya kepadanya, “kamukah al-mardhiyyah..??
“Aku hanyalah satu diantara dayang-dayang al-mardhiyyah…” katanya. “Anda ingin bertemu dengan al-Mardhiyyah..?” tanya gadis itu.

“Kemarilah..masuklah kesini, semoga Allah merahmatimu,” serunya.

Tiba-tiba diatasnya ada sebuah kamar dari emas merah.. dalam kamar itu ada dipan yang bertahtakan permata hijau dan kaki-kakinya terbuat dari perak putih yang berkilauan. Dan diatasnya , seorang gadis belia dengan wajah bersinar laksana surya!! Kalaulah Allah tidak memantapkan hati dan penglihatanku, niscaya butalah mataku dan hilanglah akalku karena tak kuasa menatap kecantikanya!! Tatkala ia menatapku, ia menyambutku seraya berkata, “Selamat datang, hai wali Allah dan kekasih Nya. Aku diciptakan untukmu, dan engkau adalah milikku.”
Mendengar suara merdu itu, aku berusaha mendekatinya dan menyentuhnya..namun sebelum tanganku sampai kepadanya, ia berkata,”Wahai kekasihku dan tambatan hatiku…semoga Allah menjauhkanmu dari segala kekejian…urusanmu didunia masih tersisa sedikit…InsyaAllah besok kita akan bertemu selepas Ashar.”

Akupun tersenyum dan senang mendengarnya”.

Abu Qudamah melanjutkan, “usai mendengar cerita si bocah yang indah tadi, aku berkata kepadanya, “InsyaAllah mimpimu merupakan pertanda baik.”

Lalu kami pun menyantap hidangan tadi bersama-sama,kemudian meneruskan perjalanan kami menuju pos perbatasan. Setibanya di pos perbatasan, kami menurunkan semua muatan dan bermalam disana. Keeseokan harinya setelah menunaikan sholat fajar, kita bergerak ke medan pertempuran untuk menghadapi musuh. Sang komandan bangkit untuk mengatur barisan. Ia membaca permulaan surah al-Anfaal. Ia mengingatkan akan besarnya pahala jihad fi sabiilillah dan mati syahid, sembari terus mengobarkan semangat jihad kaum muslimin.”

Abu Qudamah mengisahkan, “Tatkala kuperhatikan orang-orang disekitarku, kudapatkan masing-masing mereka mengumpulkan sanak kerabatnya disekitarnya. Adapun si bocah, ia tak punya ayah yang memanggilnya atau paman yang mengajaknya dan tidak pula saudara yang mendampinginya.
Akupun terus mengikuti dan memperhatikan gerak-geriknya, lalu tampaklah olehku bahwa ia berada di barisan terdepan. Maka segeralah ku kejar ia, kusibak barisan demi barisan hingga sampai kepadanya, kemudian aku berkata, “Wahai anakku, adakah engkau memiliki pengalaman berperang?”

“Tidak…tidak pernah. Ini justru pertempuranku yang pertama kali melawan orang kafir,” jawab si bocah.

“Wahai anakku, sesungguhya perkara ini tidak segampang yang kau bayangkan, ini adalah peperangan. Sebuah pertumpahan darah ditengah gemerincingnya pedang, ringkikan kuda dan hujan panah.

Wahai anakku, sebaiknya engkau ambil posisi di belakang saja. Jika kita menang kau pun ikut menang, namun jika kita kalah kau tak jadi korban pertama.” pintaku kepadanya.
Lalu dengan tatapan penuh keheranan ia berkata,”paman, engkau berkata seperti itu kepadaku?”

“Ya, aku mengatakan seperti itu kepadamu,” jawabku.

“Paman…apa engkau menginginkan aku jadi penghuni neraka..?” tanyanya

“‘Auudzubillah! sungguh, bukan begitu. kita semua tidak berada di medan jihad seperti ini karena lari dari neraka dan memburu surga,” jawabku.

Lalu kata si bocah, “sesunggunya Allah berfirman,
“Hai orang-orang beriman, apabila kamu bertemu orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk siasat perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan lain, maka sesungguhnya orang itu kembali membawa kemurkaan Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya itu” (Qs Al-Anfal 15-16).

“Adakah paman menginginkan aku berpaling membelakangi meeka sehingga tempat kembaliku adalah neraka?”

Akupun heran dengan kegigihanya dan sikapnya yang memegang teguh ayat tersebut. Kemudian aku berusaha menjelaskan, “Wahai anakku, ayat itu maksudnya bukan seperti yang kau katakan.”.

Namun tetap saja ia bersikeras tak mau pindah ke belakang. Aku pun menarik tanganya secara paksa,membawa ke akhir barisan. Namun justru ia menarik lengannya kembali seakan ingin melepaskan diri dari genggamanku. Lalu perang pun dimulai dan aku terhalang oleh pasukan berkuda darinya.

Dalam kancah pertempuran itu terdengarlah derap kaki kuda, diiringi gemerincing pedang, dan hujan panah, lalu mulailah kepala-kepala berjatuhan satu persatu. Bau anyir darah tercium dimana-mana. Tangan dan kaki bergelimpangan. Dan tubuh tak bernyawa tergeletak bersimbah darah.

Demi Allah, perang itu telah menyibukkan tiap orang akan dirinya sendiri dan melalaikan orang lain. Sabetan dan kilatan pedang diatas kepala yang tak henti-hentinya, menjadikan suhu memuncak, seakan akan ada tungku tanur yang menyala diatas kami. Perang pun kian memuncak, kedua pasukan bertempur habis-habisan hingga matahari tergelincir dan masuk zhuhur. Ketika itulah Allah berkenan manganugerahkan kemenangan bagi kaum muslimin dan pasukan salib lari tunggang langgang.

Setelah mereka terpukul mundur, aku berkumpul bersama bebrapa orang sahabatku untuk menunaikan sholat dzuhur. Selepas sholat, mulailah masing-masing dari kita mencari sanak saudaranya diantara para korban. Sedangkan si bocah…maka tak seorangpun mencarinya atau mencari kabarnya. Maka kukatakan dalam hati “Aku harus mencarinya dan menyelidiki keadaanya, barangkali ia terbunuh, terluka atau jatuh dalam tawanan musuh?”

Akupun mulai mencarinya di tengah para korban, aku menoleh ke kanan dan ke kiri kalau-kalau ia terlihat olehku. Disaat itulah aku mendengar suara lirih dibelakakngku yang mengatakan,”Saudara-saudara…tolong…panggilkan pamanku Abu Qudamah kemari!”

Aku menoleh ke arah suara tadi, ternyata tubuh itu adalah tubuh si bocah dan ternyata puluhan tombak telah menusuk tubuhnya. Ia babak belur terinjak pasukan berkuda. Dari mulutnya keluar darah segar. Dagingnya tercabik-cabik dan tulangnya remuk total.
Ia tergeletak seorang diri ditengah padang pasir. Maka aku segera bersimpuh dihadapanya dan berteriak sekuat tenagaku, “Akulah Abu Qudamah!! Aku disampingmu!!”.

“Segala puji bagi Allah yang masih menghidupkanku hingga aku dapat berwasiat kepadamu…maka dengarlah baik-baik wasiatku ini..!” kata si bocah.

Abu Qudamah mengatakan, sungguh demi Allah, tak kuasa menahan tangisku. Aku teringat akan segala kebaikanya, sekaligus sedih akan ibunya yang tinggal di Raqqah. Tahun lalu ia dikejutkan dengan kematian suaminya dan saudara-saudaranya, lalu sekarang dikejutkan dengan kematian anaknya.

Aku menyingsingakan sebagian kainku dan mengusap darah yang menutupi wajah polos itu. Ketika ia merasakan sentuhanku ia berkata, “Paman…usaplah darah dengan pakaianku, dan jangan kau usap dengan pakaianmu”

Demi Allah, tak kuasa aku menahan tangisku dan tak tahu harus berkata apa. Sesaat kemudian bocah itu berkata dengan suara lirih, “Paman…berjanjilah sepeninggalku nanti kau akan kembali ke Raqqah, dan memberi kabar gembira kepada ibuku bahwa Allah telah menerima hadiahnya, dan bahwa anaknya telah gugur di jalan Allah dalam keadaan maju dan pantang mundur. Sampaikan pula padanya jikalau Allah menakdirkan aku sebagai syuhada, akan kusampaikan salamnya untuk ayah dan paman pamanku di Jannah.

Paman…aku khawatir nanti kalau ibuku tak mempercayai ucapanmu. MAka ambillah pakaianku yang berlumur darah ini, karena bila ibu melihatnya ia akan yakin bahwa aku telah terbubuh, dan insyaAllah kami akan bertemu kembali di Jannah.

Paman…setibanya engaku di rumahku, akan kau dapati seorang gadis kecil berumur sembilan tahun. Ia adalah saudariku…tak pernah aku masuk rumah kecuali ia sambut dengan keceriaan,dan tak pernah aku pergi kecuali diiringi isak tangis dan kesedihanya. ia sedemikian kaget ketika mendengar kematian ayah tahun lalu, dan sekarang ia kaget mendengar kematianku.
Ketika melihat mengenakan pakain safar ia berkata dengan berat hati, “Kak, jangan kau tinggal kami lama-lama…segeralah pulang…!!”

Paman…Jika kamu bertemu denganya maka hiburlah hatinya dengan kata-kata yang manis. Katakan kepadanya bahwa kakakmu mengatakan, “Allahlah yang akan menggantikanku mengurusmu”.

Abu Qudamah melanjutkan, “Kemudian bocah itu berusaha menguatkan dirinya, namun napasnya mulai sesak dan bicaranya tak jelas. Ia berusaha menguatkan dirinya untuk kedua kalinya dan berkata “Paman…demi Allah…mimpi itu benar…mimpi itu sekarang menjadi kenyataan. Demi Allah, saat ini aku benar-benar sedang melihat al-Mardhiyyah dan mencium bau wanginya.”

Lalu bocah itu mulai sekarat, dahinya berkeringat, napasnya tersengal-sengal dan kemudian wafat di pangkuanku.”

Abu Qudamah berkata,”Maka kulepaslah pakaianya yang berlumuran darah, lalu kuletakkan dalam sebuah kantong, kemudian ku kebumikan dia. Usai mengebumikannya, keinginan terbesarku ialah segera kembali ke Raqqah dan menyampaikan pesanya kepada ibunya.

Maka Akupun kembali ke Raqqah. Aku tak tahu siapa nama ibunya dan dimana rumah mereka. Tatkala aku menyusuri jalan-jalan di Raqqah, tampak olehku sebuah rumah. Didepan rumah itu ada gadis kecil berumur sembilan tahun yang berdiri menunggu kedatangan seseorang. ia melihat-lihat setiap orang yang berlalu didepanya. Tiap kali melihat orang yang baru datang dari bepergian ia bertanya,

“Paman…anda datang darimana?”

“Aku datang dari jihad…” kata lelaki itu

“Kalau begitu kakakku ada bersamamu…?” tanyanya

“Aku tak kenal, siapa kakakmu..” kata lelaki itu sambil berlalu.

Lalu lewatlah orang kedua, dan tanyanya
“Akhi…anda datang darimana?”

“Aku datang dari jihad,” jawabnya.

“Kakakku ada bersamamu?”, tanya gadis itu.

“Aku tak kenal, siapa kakakmu.” jawabnya sambil berlalu.

Lalu lewatlah orang ketiga, kempat, kelima dan demikian seterusnya. Lalu setelah putus asa menanyakan saudaranya, gadis itu menangis sambil tertunduk dan berkata,”Mengapa mereka semua kembali dan kakakku tak kunjung kembali?”

Melihat ia seperti itu, akupun datang menghampirinya. Ketika ia melihat bekas-bekas safar padaku dan kantong yang kubawa, ia bertanya,
“Paman…anda datang darimana?”

“Aku datang dari jihad,” jawabku.

“Kalau begitu kakakku ada bersamamu?”.

“Ibumu dimana?”tanyaku

“Ibu ada dalam rumah,” jawabnya,

“sampaikan kepadanya agar ia keluar menemuiku,” perintahku kepadanya.

Ketika perempuan tua itu keluar, ia menemuiku dengan wajah tertutup gaunnya. Ketika aku mendengar suaranya dan ia mendengar suaraku, ia bertanya,
“Hai Abu Qudamah, engkau datang hendak berbela sungkawa atau memberi kabar gembira?”

Maka aku tanya,”Semoga Allah merahmatimu. Jelaskanlah kepadaku apa yang kau maksud dengan bela sungkawa dan kabar gembira itu?”

“Jika engkau hendak mengatakan bahwa anakku telah gugur di jalan Allah, dalam keadaan maju dan pantang mundur berarti engkau datang membawa kabar gembira untukku, karena Allah telah menerima hadiahku yang kusiapkan untuk Nya sejak tujuh belas tahun silam. Namun jika engkau hendak mengatakan bahwa anakku kembali dengan selamat dan membawa ghanimah, berarti engkau datang untuk berbela sungkawa kepadaku, karena Allah belum berkenan menerima hadiah yang kupersembahakan untuk Nya,” jelas si perempuan itu.

Maka kataku, “Kalau begitu aku datang membawa kabar gembira untukmu. Sesungguhnya anakmu telah terbunuh fi sabilillah dalam keadaan maju pantang mundur. ia bahkan masih menyisakan sedikit kebaikan, dan Allah berkenan untuk mengambil sebagian darahnya hingga ia ridha”.

“Tidak, kurasa engkau tidak berkata jujur,” kata si Ibu sembari melirik kepada kantong yang kubawa, sedang puterinya menatapku dengan seksama.

Maka kukeluarkan isi kantong tersebut, kutunjukkan kepadanya pakaian puteranya yang berlumuran darah. Nampak serpihan wajah anaknya berjatuhan dari kain itu. diikuti tetesan darah yang tercampur dengan beberapa helai rambutnya.

“Bukankah ini adalah pakaianya..dan ini surbanya…lalu ini gamisnya yang kau kenakan pada anakmu sewaktu berangkat jihad…?” kataku.

“Allaahu Akbar…!!! teriak si ibu kegirangan.

Adapun gadis kecil tadi, ia justru berteriak histeris lalu jatuh terkulai tak sadarkan diri . Tak lama kemudian ia mulai merintih, “Aakh! Aakh..” (Kakak….kakak…)

Sang ibu merasa cemas, ia bergegas masuk kedalam mengambil air untuk puterinya, sedang aku duduk disamping kepalanya, mengguyurkan air kepadanya.

Demi Alah, dia tidak sedang merintih, ia tak sedang memanggil kakaknya..Akan tetapi ia sedang sekarat!! napasnya semakin berat..dadanya kembang kempis…lalu perlahan rintihanya terhenti. Ya, gadis itu telah tiada.

Setelah puterinya tiada, ia mendekapnya lalu membawanya kedalam rumah dan menutup pintu dihadapanku. Namun sayup sayup terdengar suara dari dalam,
“Ya Allah, aku telah merelakan kepergian suamiku, saudaraku dan anakku di jalan Mu. Ya Allah, kuharap engkau meridhaiku dan mengumpulkanku bersama mereka di JannahMu.”

Abu Qudamah berkata,”Maka ku ketuk pintu rumahnya dengan harapan ia akan membukakan. Aku ingin memberinya sejumlah uang, atau menceritakan kepada orang-orang perihal kesabaranya hingga kisahnya menjadi teladan. Akan tetapi sungguh, ia tak membukakan atau menjawab seruanku.

“Sunguh demi Allah, tak pernah kualami kejadian yang lebih menakjubkan dari ini,” kata Abu Qudamah mengakhiri kisahnya.sumber

Kisah Jihad


Underground Tauhid - Wahai umat Muhammad, tak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah ketika melihat salah seorang hamba-Nya melakukan zina. (HR. Bukhari: 5221, Muslim: 901) 
Semakin tinggi derajat keimanan seseorang, semakin tinggi pula ujiannya. Mungkin itulah kalimat yang pas bagi Sayyid Quthb. Doa dan goresan pengalamannya memberi pelajaran bagi kita tentang arti keimanan yang sejati. Iman yang tak tergadai meski lautan dunia sudah siap menanti.
Bayangkan di tengah ikhtiarnya untuk memperbaiki diri, ujian datang silih berganti. Sayyid Quthb yang baru saja ditolak cinta oleh pujaan hatinya untuk dipersunting menjadi istri, harus mengalami ujian sulit ketika sosok wanita cantik justru mengajaknya untuk berbuat haram lagi bersedia untuk ditiduri.
Kisah ini terjadi ketika Sayyid Quthb masih dalam perjalanan di atas kapal laut menuju Amerika, setelah ditugaskan Departemen Pendidikan Mesir meneliti di negeri Paman Sam tersebut.
Di atas kapal, orang-orang Amerika telah tahu keberadaan Sayyid. Iya, anak muda dari Kairo, pengarang buku Keadilan Sosial dalam Islam itu. Pemuda itu terkenal gigih akan perlawanannya terhadap Sekularisme, ia tidak menyetujui bahwa Agama dan Kehidupan haruslah terpisah.
Kaum Kuffar itu mengenali dengan jelas siapa pemuda berjas itu. Iya itu pasti Sayyid Quthb, tidak salah, gumam mereka. Sayyid Quthb yang terkenal seantero Mesir sebagai pemuda pintar dan soleh.
Kenapa mereka sampai ingin menjebak Sayyid Quthb? Sebab bagi bangsa jahili itu, Sayyid bisa berubah menjadi musuh Amerika setibanya di negeri Paman Sam. Didasari atas kekhawatiran itu, mereka tak hilang akal. Mereka tahu titik lemah pria pada umumnya, termasuk pria Mesir.
Orang-orang Amerika itu kemudian menyusun skenario untuk melumpunkan iman Sayyid. Mereka memperalat seorang wanita untuk membujuk dan merayunya hingga terjatuh di dalam lumpur kehina-dinaan. Hal ini justru terjadi setelah Sayyid bertekad untuk menjadi tentara Allah.
Setelah Sayyid berinteraksi dan benar-benar merasakan limpahan rahmat Allah hingga berkata: “Saya bermaksud menjadi orang kedua, yakni orang Islam yang loyal dan kukuh, dan Allah berkehendak menguji saya: apakah maksud dan niat saya ini benar, atau hanya sekedar bisikan hati saja?”
Ujian dari Allah kepadanya terjadi beberapa menit setelah Sayyid bertekad memilih jalan Islam, yakni ketika baru saja beliau memasuki kamarnya di atas kapal. Inilah ujian sesungguhnya. Ujian yang datang dari suara seseorang mengetuk pintu.
Sayyid Quthb lalu membukanya. Ia membuka pintu secara penuh ketabahan, sampai pada beberapa waktu, ternyata di hadapannya, telah berdiri seorang wanita cantik lagi semampai dan setengah telanjang dengan gaya merangsang. Sang wanita itu menyapa Sayyid lewat bahasa Inggris, “bolehkah saya menjadi tamu tuan malam ini?”
Sayyid terperangah. Ia hampir saja kalap. Namun bukan Sayyid Quthb namanya jika tidak tahu bahwa inilah jawaban yang diberikan oleh Allah ketika ia betul-betul berjanji ingin memperbaiki diri. Ia lekas mengangkat kepalanya, lalu menolak rayuan wanita itu secara halus. Namun Wanita itu bergeming. Melihat gelagat kondisi tidak berubah ke arah lebih baik, Sayyid mengatakan, “Di kamar hanya ada satu tempat tidur, maaf.”
Namun sapanyanya, mendengar jawaban Sayyid, wanita itu semakin mendesak untuk masuk. Ia bak singa lapar ingin menerkam mangsa di hadapannya lewat tampilan sensual penuh godaan. Pada titik itulah, Sayyid bersikap lebih tegas, lewat iman yang teguh, ia mengusir sang wanita itu keluar menjauh dari kamar.
Beberapa saat kemudian wanita itu terjatuh di lantai papan. Saat itu, Sayyid sadar bahwa wanita itu sedang mabuk. Inilah gadis Amerika pada umumnya. Terbetik dalam hatinya, akan wanita solehah nun jauh di ujung Kairo sana.
Begitu lulus dari ujian yang pertama, Sayyid Quthb segera mengucap: “Alhamdulillah… saya merasa bangga dan bahagia, karena saya telah berhasil memerangi hawa nafsu. Dengan demikian nafsu itu berjalan di atas jalan tekad yang saya tentukan.”
Wanita itulah senjata pertama yang dirancang Amerika untuk menggoda dan meruntuhkan iman Sayyid. Akan tetapi, Allah lebih mengetahui ketetapan jalan yang beliau pilih, yakni jalan Allah, jalan keimanan, jalan cahaya Rabbani yang terang menyala-nyala hingga Allah memberinya taufik dan pertolongan dalam memenangkan ujian itu.
Namun bukan Amerika namanya jika masih belum jera memasukkan tiap muslim ke lubang galian mereka. Lagi, mereka kembali memperalat seorang gadis guna menaklukan iman Sayyid. Mereka menguntit dari satu universitas ke universitas lain setibanya Sayyid di Amerika dan mulai bergerilya meneliti kampus-kampus di sana.
Sampai suatu ketika, datang cobaan kedua menghampiri jiwa syahdu Sayyid. Kini, seorang wanita yang berdebat dengannya tentang perlunya free sex di Institut Keguruan di Colorado dan Galersi.
Wanita itu menjelasakan tentang indahnya kehidupan seks bebas beserta segala racun dunianya. Namun lagi-lagi, godaan itu hanyalah isapan jempol semata. Sayyid bergeming dan tidak tergoda akan kenikmatan dunia fana. Ia kembali lolos lubang dari durjana.
Sudah selesaikah ujian untuk Sayyid? Ternyata tidak. Cobaan ketiga itu datang dari seorang pegawai hotel yang dengan promosi cabulnya menawarkan hostes-hostes dan wanita-wanita cantik, baik yang masih polos maupun yangover acting. Sembari menahan beratnya ujian, Sayyid hanya tersentum dan menolak tawaran memikat itu.
Bayangkan itu semua terjadi di tengah kondisi negara bebas seperti Amerika dan dalam kondisi Sayyid sedang rindu akan sosok pendamping. Tak sedikit pemuda muslim terjebak berada di sana, hanya dalam waktu satu hingga dua bulan. Padahal Sayyid berada di Amerika selama 2,5 tahun. Inilah hasil dari tarbiyah sejati dari seorang pecinta sejati, yang sejak kecil telah dididik oleh ibunya lewat untaian rabbani.
Hingga cobaan keempat itu kembali datang, kali ini seorang pemuda Arab yang mencoba mempengaruhi Sayyid dengan ceritanya tentang pergaulan bebas yang dilakukannya dengan wanita-wanita Amerika.
Pemuda itu menceritakan bak setan tengah mempengaruhi manusia untuk menjajal perilaku tercela, walau hanya sedetik berselimut syahwat jelata. Lagi-lagi, Sayyid bersyukur. Ia mengucapkan alhamdulillah, betapa Allah amat sayang kepadanya. Godaan demi godaan mampu ia tepis lewat sebongkah cahaya Iman yang terpatri dalam hati.
Ternyata itu bukan kasus terakhir, kali ini berasal dari seorang perawat ketika Sayyid sedang terbaring di rumah sakit. Perawat itu mendekati Sayyid yang tengah berbaring tak berdaya. Ia menceritakan kelebihan-kelebihan yang didamba oleh setiap laki-laki.
Juga upaya seorang mahasiswi untuk menghapus rasa jijik pada pikiran beliau terhadap hubungan seksual yang kotor. Ia menganggap bahwa hubungan seksual tidak lebih dari praktek hubungan biologis yang tidak ada alasan bagi seorang manusia untuk mencelanya, baik dari segi etika maupun lainnya. Sekali lagi, iman Sayyid sangat tebal. Itulah kunci ia mampu menjadi pria sejati walaupun hingga akhir hayat ia tidak beristri. Kebathilan demi kebathilan tersebut, tak mampu menghanyutkannya kepada dunia. Subhanallah.
Itulah Sayyid Quthb yang kelak sepulangnya dari Amerika, beliau bergabung dengan barisan Ikhwan dan disebut-sebut sebagai ideologi kedua Ikhwan sekaligus mujahid yang tercecer darah syuhada dalam hidupnya. Semoga Allah memberikan menempatkan Asy Syahid Sayyid Quthb bersama kafilah Syuhada di jannah nanti. Allahuma Aamiin.
Oleh : Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi
Red : Aditya Abdurahman Abu Hafidz

Pengenalan Ringkas Tentang Jihad Peperangan.




Briged Al-Qassam
Hari ini, umat Islam di Palestin terus diganyang tanpa simpati oleh Zionis, jihad masih berterusan tanpa ada rasa lelah, demi membebaskan bumi bertuah yang dirampas musuh Allah juga musuh umat Islam.
Kisah di Palestin telah berlarutan berpuluh tahun, namun keyakinan mestilah disemat dijiwa yang Islam tetap akan menguasainya kembali. Usaha harus diteruskan.
Jihad dalam Islam.
Secara umumnya, semua agama membincangkan tentang peperangan, dan Islam sudah tentu tidak terkecuali membincangkannya, disudut disiplin, tatacara, adab dan kaedah peperangan.
Malah, kita sebagai umat Islam bukan sahaja dituntut berjihad disudut peperangan fizikal sahaja, bahkan disudut rohani juga jihad mesti diteruskan, kerana musuh rohani adalah lebih nyata walaupun tidak kelihatan dimata kasar, iaitu syaitan. Firman Allah swt :
إنه لكم عدو مبين
Maksudnya : “sesungguhnya Syaitan itu adalah musuh yang nyata” [yasin ; 60 ]
Peperangan fizikal.
Ia terbahagi kepada dua :
1- jihad menyerang ;
iaitu melancarkan peperangan keatas orang kafir di Negara mereka, tujuannya adalah untuk menghapuskan mereka yang menyekat orang lain dari memeluk Islam. Namun sebelum jihad dilancarkan ;
 -mestilah dihantar terlebih dahulu perwakilan agar menerima dakwah Islam.
-Jika dakwah ditolak, maka diminta agar membayar cukai(Jizyah) kepada kerajaan Islam, dan negara itu menjadi sebahagian dari wilayah Islam.
-Jika enggan membayar, barulah diperangi.
Kesimpulannya, bukan secara semberono diserang sesebuah Negara itu. Peperangan yang ingin dilancarkan juga mestilah dibawah arahan pemerintah(samada pemerintah yang adil mahupun zalim), bukannya secara gerila. Ia mestilah dilancarkan dibawah panji Islam.
Maka jika dilihat situasi dan senario umat Islam pada hari ini, jihad menyerang tidak mampu dilaksanakan, kerana apa? Tidak perlu disebut disini, kerana aku yakin semua telah maklum.
2- Jihad bertahan.
Ia bermaksud menghalang kaum kafir dari memasuki dan menguasai wilayah Islam.
Jihad bertahan adalah wajib keatas semua individu di Negara tersebut. Sehinggakan anak tidak perlu meminta izin dari ibu bapanya untuk dia berjihad. Contohnya pada hari ini, adalah jihad umat Islam di Palestin.
Mungkin timbul persoalan, adakah boleh kita pergi secara individu atau berkumpulan, membantu umat Islam memerangi dan berjihad menentang zionis disana?
Secara umumnya, tiada contoh dan petunjuk dari generasi salafussoleh mahupun sekalian sahabat ra, yang keluar berjihad tanpa arahan dari pemerintah umat Islam(yang adil mahupun zalim). Mereka tidak akan keluar berjihad secara individu mahupun gerila, tetapi mereka keluar berjihad dibawah panji Islam.
Justeru, apa yang lebih baik adalah berdoalah untuk kemenangan Islam, dan menyumbanglah di sudut kewangan!
“Menjadi debu di medan peperangan adalah lebih baik dari duduk menonton filem dan drama sambil makan cekodok”sumber

ZikruLLAH Sumber Kekuatan Jihad; Kisah Perang Pejuang Sufi Chechnya - Aslan Maskadov

Aslan Maskadov
(Petikan temuramah Majalah 'The Muslim'* dengan Aslan Mashkadov, Presiden Chechen yang disiarkan pada tahun 1999. Tajuk artikel ini ialah "Zikrullah, Sumber Kekuatan Jihad)".

Presiden Aslan Mashkadov bertanya: "Tahukah anda berapa orang tentera kami semasa kami menumpaskan Russia? Jumlah keseluruhan tentera Mujahidin tidak lebih dari 4,000 orang di seluruh Chechya. Hanya 837 Mujahidin sahaja berada di Grozny, ibu kota Chechya. Tentera Russia yang mengepung Grozny berjumlah 12,0000 orang! 837 Mujahidin telah menewaskan 12,0000 orang tentera Russia!"

Beliau terus bertanya: "Bagaimana ini boleh berlaku? Allah menyatakan dalam Al-Quran bahawa dengan bantuan Allah, SubhanalLah, sekecil manapun jumlah kamu, kamu boleh mengalahkan ribuan dan ribuan orang kuffar."

Sambung beliau: "Tahukah kamu kenapa kami begitu berjaya, mengalahkan tentera Russia dengan hanya sejumlah kecil tentera? Islam datang kepada kami di Chechya, Daghestan, Russia dan Tataristan serta negara-negara di sini melalui kaum sufi. Dan Islam telah terpelihara semasa zaman Komunis dari generasi ke generasi dalam masa yang panjang adalah kerana Tasawuf. Tahukah kamu bagaimana ia dipelihara? Melalui zikrullah dan selawat ke atas Nabi sallaLlahu alaihi wassalam. Kami ini kaum Qadiri dan Naqshabandi di Chechya. 

 Sebelum kami bertolak ke mana-mana medan tempur, kami akan duduk dalam bulatan dan mengalunkan Qasidah Burdah Al-Bushiri. Kami mengalunkannya dalam satu suara, dengan KUAT – kamu akan mendengarnya sebagai satu suara, kemudian kami akan berselawat kepada Nabi sallaLalhu alaihi wassalam, kemudian zikir, kemudian kami akan keluar dan berperang, dengan barakah selawat-selawat ini ke atas Nabi sallaLlahu alaihi wassalam, dan zikrulLah ini."

  ...* ketika saya di Cyprus Turki dahulu, saya sempat berkawan dengan seorang sahabat bekas pejuang Chechnya yang merupakan pengikut Qadiri dan Naqshbandi dan menyatakan bahawa perang yang awal dahulu memang merupakan perang jihad yang suci dan disertai semua murideen turuq di sana... Kemudian meletusnya perang yang dipropaganda pengikut Wahhabi Ekstremis kemudiannya yang tidak disertai mereka kerana kurang keberkatannya... " 

WALLAHU A"LAM...sumber

Kisah PENGANTIN PERGI KE MEDAN JIHAD



Teringat kepada suatu kisah, perkahwinan Hanzalah bin Abu Amir. Pernikahan Hanzalah dengan sepupunya, Jamilah binti Ubay sudah siap diatur. Kebetulan pula, hari berlangsungnya perkahwinan Hanzalah bertembung dengan hari peperangan tentera Islam menentang musuh di Bukit Uhud.


Hanzalah bin Abu Amir mendekati Rasulullah s.a.w., “Saya bercadang menangguhkan sahaja perkahwinan saya malam nanti.” Pada masa itu, Nabi Muhammad s.a.w. dan tentera-tentera Islam di kota Madinah sibuk membuat persiapan akhir untuk berperang. “Tidak mengapa, teruskan sahaja perkahwinan ini,” balas Rasulullah s.a.w.. “Tetapi saya sungguh berhajat bagi menyertainya, ” Hanzalah bertegas. Rasulullah s.a.w. berkeras supaya Hanzalah meneruskan perkahwinannya dan memberi cadangan supaya Hanzalah menyusuli tentera Islam di Bukit Uhud pada keesokan hari, setelah selesai upacara perkahwinan.


Hanzalah mendiamkan diri.


Ada benarnya saranan Nabi Muhammad itu; perkahwinan ini bukan sahaja melibatkan dirinya bahkan bakal isterinya juga. Pada malam Jumaat yang hening, perkahwinan antara Hanzalah bin Abu Amir dan Jamilah binti Ubay dilangsungkan secara sederhana. Suasana yang hening dan sunyi itu tidak tenang hingga ke pagi.


Kota Madinah tiba-tiba dikejutkn dengan paluan gendang yang bertubi-tubi. Paluan gendang mengejutkan para pejuang bersama laungan menyebarkan berita. “Bersegeralah! Kita bersegera perangi musuh Allah.” “Berkumpul segera! Keluarlah! Rebutlah syurga Allah!” “Perang akan bermula!” Pukulan gendang dan laungan jihad itu mengejutkan pasangan pengantin yang baru sahaja dinikahkan. Hanzalah bingkas dari tempat tidurnya, “Saya harus menyertai mereka.” “Bukankah malam ini malam perkahwinan kita dan Nabi Muhammad mengizinkan kanda berangkat esok?” Soal isterinya. Hanzalah menjawab tegas, “Saya bukanlah orang yang suka memberi alasan bagi merebut syurga Allah.” Jamilah terdiam dan hanya mampu memerhatikan suaminya bersiap memakai pakaian perang dan menyelitkan pedang ke pinggangnya. Hanzalah menoleh ke arah isterinya, “Janganlah bersedih, doakan pemergian saya semoga saya beroleh kemenangan.” Suami isteri itu berpelukan dan bersalaman. Berat hati Jamilah melepaskan lelaki yang baru sahaja menjadi suaminya ke medan perang. Namun, Jamilah menguatkan hatinya dan melepaskannya dengan penuh redha. “Saya mendoakan kanda beroleh kemenangan.” Hanzalah melompat ke atas kudanya dan terus memecut tanpa menoleh ke belakang.


Akhirnya, dia berjaya bergabung dengan tentera Islam yang tiba lebih awal daripadanya. Di medan perang, jumlah tentera musuh adalah seramai tiga ribu orang yang lengkap bersenjata manakala jumlah tentera Islam hanyalah seramai seribu orang. Perbezaan itu tidak menggugat sanggar wibawa tentera Islam termasuklah Hanzalah. Dia menghayun pedangnya menebas leher-leher musuh yang menghampiri dan apabila dia terpandang Abu Sufyan, panglima tentera Quraisy, Hanzalah menerkam Abu Sufyan umpama singa lapar. Mereka berlawan pedang dan bergelut; akhirnya Abu Sufyan sungkur ke tanah.

Tatkala Hanzalah mengangkat pedang mahu menebas leher Abu Sufyan, dengan kuat panglima tentera Quraisy itu menjerit menarik perhatian tentera Quraisy. Tentera-tentera Quraisy menyerbu Hanzalah dan Hanzalah tewas, rebah ke bumi. Sebaik sahaja perang tamat, tentera Islam yang tercedera diberikan rawatan. Mayat-mayat yang bergelimpangan dikenalpasti dan nama-nama mereka, tujuh puluh orang kesemuanya, dicatat. Sedang Nabi Muhammad yang tercedera dan patah beberapa batang giginya diberi rawatan, beliau mengatakan sesuatu yang menyentak kalbu, “Saya terlihat antara langit dan bumi, para malaikat memandikan mayat Hanzalah dengan air daripada awan yang diisikan ke dalam bekas perak.” Abu Said Saidi, antara tentera yang berada dekat dengan Nabi Muhammad bingkas mencari jenazah Hanzalah. “Benar kata-kata Nabi Muhammad. Rambutnya masih basah bekas dimandikan!” Abu Said Saidi menyaksikan ketenangan wajah Hanzalah walaupun beliau cedera parah di seluruh badannya. Rambutnya basah dan titisan air mengalir di hujung rambutnya sedang ketika itu matahari terik memancar.


http://rushsina.blogspot.com/2011/12/kisah-pengantin-pergi-ke-medan-jihad.html
sumber

Kisah Jihad Ummu 'Imarah ra, Sahabat Wanita Yang Mujahidah

Artikel ini dipetik dari buku "70 Wanita Terbilang Di Zaman Nabi Muhammad saw", tulisan Abu Azka al-Madani dan Harun Arrasyid Hj Tuskan, terbitan Al-Hidayah Publishers, 2004, Kuala Lumpur.

Nama sebenar Ummu 'Imarah ialah Nusaibah binti Ka'ab bin 'Amr bin Auf bin Mabzul al-Anshariyah al-Khazriyah an-Najjariyyah al-Maziniyyah.

Imam al-Zahabi pernah berkata, "Ummu 'Imarah yang mulia adalah seorang mujahidah, ikut serta menyaksikan Bai'at al-'Aqabah, Perang Uhud, Perang Hudaibiyyah, Perang Hunain dan Perang Yamamah."

Ketika Perang Uhud terjadi, Ummu 'Imarah keluar untuk memberikan minuman kepada pasukan Muslimin yang kehausan dan merawat mereka yang terluka. Tatkala pasukan Muslimin mulai terdesak dalam perang tersebut setelah menguasai sebelumnya dan lari daripada peperangan, kecuali hanya beberapa orang sahaja yang tetap bertahan, maka Ummu 'Imarah menghunuskan pedangnya dan memakai perisai serta melindungi Rasulullah saw daripada jangkauan musuh.

Ummu 'Imarah selalu berusaha untuk melindungi Rasulullah saw ketika Perang Uhud daripada segala merbahaya yang datangnya daripada musuh, sehingga Rasulullah saw bersabda yang bermaksud, "Aku tidak menoleh ke kiri dan ke kanan kecuali aku melihat Ummu 'Imarah berperang di hadapanku."

Perang Uhud masih berlanjutan, keluarga mujahidah melingkari Rasulullah saw untuk melindungiNya. Ketika salah seorang anaknya yang bernama Abdullah terluka parah, Ummu 'Imarah mengikat luka tersebut sambil berkata, "Bangun wahai anakku!" Maka anaknya terus melawan para musyrikin. Maka Rasulullah bersabda yang bermaksud, "Wahai Ummu 'Imarah! Siapakah yang mampu membuat seperti apa yang kau lakukan?"

Ketika orang musyrik yang melukai anaknya mendekat, Rasulullah berkata kepada Ummu 'Imarah, "Ini dia orang yang melukai anakmu." Seketika itu juga Ummu 'Imarah menghampiri orang tersebut dan berjaya melukai betis orang tersebut dengan pedangnya. Rasulullah tersenyum sambil berkata, "Ya Ummu 'Imarah! Engkau telah berhasil membalasnya."

Kemudian Ummu 'Imarah bersama yang lain berhasil membunuh musyrik tersebut. Maka Rasulullah saw bersabda yang bermaksud, "Segala puji bagi Allah yang telah memenangkanmu dan menggembirakan hatimu daripada musuhmu serta memperlihatkan balas dendammu di hadapanmu."


Ketika Allah Menyertai Mujahidin (Kisah Indah Di Medan Jihad)

“Pak, saya udah bisa keluar?” tanya Banda (22) kepada dokter yang merawatnya. “Walau saya masih pincang, saya yakin sudah kuat pak ...” tambah Banda lagi. Tubuh mujahid Maluku itu memang masih terlalu ringkih untuk bisa kembali ke medan jihad. Panah beracun pasukan merah baru saja dicabut dari tubuhnya. Tapi Banda sudah tidak sabar . Apalagi melihat teman-temannya sesama mujahidin yang berdatangan dari medan jihad. “Saya lihat-lihat keadaan. Terus ketika dokter lengah, saya lompat keluar dan kembali ke tengah pasukan,” tutur Banda.

Muhammad Banda punya banyak pengalaman menarik. Salah satunya, ia mengaku pernah menghadapi pasukan merah yang memberondong tubuhnya. “Saya ditembak pakai senjata rentetan. Udah tujuh tembakan tapi saya tidak apa-apa.” Menurut Banda, para mujahidin umumnya memang tidak mudah ditembak dan dilukai oleh musuh. Tapi bila mereka sudah emosi, lalu memaki, mengeluarkan kata-kata kotor, ia menjadi lemah. Hal ini diketahui oleh pasukan merah. Sehingga menurut Banda, “Mereka memancing kita dengan kata-kata kotor, menghina agama, nabi kita dihina, supaya kita emosi, lalu kita marah dan kita balas memaki.”

Pernah juga, ketika Banda terkepung oleh pasukan Kristen di sebuah masjid. Pasukan merah melempar bom rakitan dalam jarak dekat. Waktu itu, Banda hanya berlindung di balik drum. Ketika bom meledak, drum itu terlempar tinggi dan hancur berkeping. Tapi anehnya, tak secuilpun tubuhnya terluka serius. “Alhamdulillah tak apa-apa, cuma tanda titik-titik merah pada badan,” kenang Banda.

Bukan hanya Banda, kisah-kisah mujahidin Maluku lainnya bisa membuat bulu kuduk orang yang mendengarnya berdiri. Simak saja cerita Bakrie Ohorella (27) yang menggambarkan suasana semangat jihad yang berkobar dalam dirinya. “Dalam perang itu, bisa dikatakan, kita 30 orang sedangkan mereka sekitar 100 orang. Meski begitu, kita masih terus. Mungkin ada pertolongan dari Allah. Meski diserang, kita lebih sering menang. Di STAIN, di Kampung Jawa, Kota Jawa, Mardhika, Air Selobar.” Bakri lalu menceritakan perbandingan jumlah muslim di Air salobar yang sangat sedikit dibanding massa merah. “Orang-orang Muslim yang tinggal di Air Selobar sedikit, kalau dibandingkan dengan mereka. Tujuh belas kampung mereka, bukan sedikit. Tapi kita menang. Ya, karena Allah,” ujar Bakrie yang kini terbaring di rumah sakit.

Ia juga menceritakan bagaimana Allah sering kali menurunkan pertolongan berupa kekuatan dan keberanian pada dirinya. Tak jarang ia turun ke medan tanpa membawa sepucuk senjatapun. “Saya sedang duduk-duduk di rumah lalu mendengar Ahuru diserang, tanpa pikir panjang saya langsung berangkat. Allah panggil saya untuk jihad,” tandasnya.

Bakrie menambahkan, “Pasukan Kristen itu rata-rata takut pada saat kita takbir. Kita takbir langsung maju ke depan. Kalau kita sudah takbir, mereka takut. Gemetar. Kalau lihat TNI mereka (malah) berani.” Subhanallah. Begitulah Allah menanamkan keberanian dalam dada para mujahidin-Nya.

Sebelum berangkat jihad, biasanya pasukan jihad melakukan sejumlah ritual ibadah untuk membersihkan diri. Seperti diungkapkan Bakrie, sebelum berperang pasukan jihad minta izin pada orang tua kemudian berwudhu dan membaca do’a. “Mau melangkah ke muka pintu saya langsung bilang dalam hati “ya Allah lindungi saya, saya mau ikut perang untuk membela agama-Mu ya Allah. Tolong lindungi saya. Sesudah itu saya bersyahadat sepanjang perjalanan, sampai di medan pertempuran.”

Bakrie mengenang bagaimana ia menguburkan mayat saudara-saudaranya yang gugur di medan jihad. “Mayat orang Islam, dia kayaknya bercahaya, walapun dia sudah wafat, tapi baunya harum. Saya angkat, kubur kawan saya, masuk lubang kubur, mukanya senyum, baunya kayak bau minyak Mekkah,” tutur Bakrie sambil matanya berkaca-kaca.

Hingga kini, Bakrie sangat merindukan kembali ke medan jihad. “Kita mau pergi perang lagi, tapi orang sana bilang, jangan, kamu jangan maju, udah nggak bisa. Tapi saya nggak tahan. Kayaknya mau aja di medan pertempuran. Saya rindu ingin bertempur, seakan-akan perang itu istri saya,” tutur Bakrie. Ia menggambarkan, “Di medan perang itu indah, indah. Saya rasa di medan perang seakan-akan bertemu malaikat. Waktu saya pulang perang biasa aja, tapi di medan perang kok saya bisa begini, kayak saya lihat malaikat turun.”

Semangat jihad sudah mendarah daging dalam diri Bakrie. Ia juga mengatakan, “Rumah saya boleh terbakar, apalah artinya sebuah rumah. Ambon boleh tenggelam, tapi Islam tidak boleh tenggelam.”
Apa yang disampaikan Banda dan Bakrie juga ditegaskan oleh dr. Andhika Rachman, salah seorang relawan tim medis MER-C yang bertugas di Maluku Utara. Selama bertugas, dr. Andhika banyak menyaksikan kejadian aneh yang sulit dinalar dengan akal manusia. Ia benar-benar menyaksikan bagaimana tingginya semangat jihad di kalangan masyarakat muslim Maluku. Pernah, ketika ia mengobati seorang pasien yang terluka akibat panah di tubuhnya. Belum selesai diobati, sang pasien sudah memaksa untuk turun lagi ke medan jihad. “Ayo dok, tolong sembuhkan saya segera. Biar saya balik lagi ke sana...” ujar sang pasien.

Lebih hebat lagi, kisah Andhika, ada seorang anak perempuan berusia 11 tahun. Dia sampai mengancam orang tuanya, ketika tidak mengizinkan dia untuk berjihad. “Dia ngomong, kalau Bapak Ibu tidak mengizinkan saya berjihad saya akan bunuh diri. Sekarang dia menjadi salah satu pemimpin pasukan jihad, kalau tidak salah, pasukan Jailolo,” ujar Andhika.
Rizal M. Nur (30), wartawan Ternate Post bertutur bagaimana datangnya pertolongan Allah kepada kaum muslimin Maluku. “Pernah ada seorang Kristen yang bilang pada saya. Katanya orang Islam itu dapat pertolongan. Karena ketika orang-orang Islam, pasukan putih, lemparkan batu, batu-batu itu panas. Itu mereka kapok. Meskipun mereka didukung bom-bom molotov. Tapi karena orang Islam hanya dengan batu, tapi sangat ampuh.”

Yang diceritakan Rizal, mengingatkan sebuah peristiwa yang dialami Rosulullah dalam perang Hunain. Ath Thabrani meriwayatkan, bagaimana Rosulullah menaburkan debu ke muka orang-orang musyrik. Sementara dalam pandangan orang musyrik saat itu, yang dilempar Rosulullah bukan segenggam tanah atau debu, melainkan batu-batu dan pepohonan yang berlari memburu.
Kisah-kisah serupa itu memang bukan hal baru dalam dunia jihad. Tahun-tahun Jihad Afghanistan mengusir beruang merah komunis Uni Soviet juga banyak mencatat peristiwa luar biasa yang dialami para mujahidin. Dr. Abdullah Azzam, salah seorang panglima mujahidin Afghan yang terkenal, menulis sebuah buku khusus tentang hal tersebut, berjudul “Ayatur Rahman fi Jihadil Afghan” (Tanda-tanda Kekuasaan Allah dalam Jihad Afghanistan). Dalam buku itu, beliau mengulas ragam karomah dan keajaiban yang dialami mujahidin Afghan.

Seorang mujahidin bernama Abdulmannan menceritakan pengalaman yang dialami salah seorang rekannya. “Dalam sebuah pertempuran di batas desa, seorang mujahid bernama Amirjan gugur. Musuh berhasil menghalau kami dan memasuki desa. Kemudian putra Amirjan yang masih berumur tiga tahun keluar rumahnya dengan membawa korek api lalu menghadap tank musuh yang sedang berjalan. Komandan pasukan musuh bertanya apa maksud anak kecil itu menghadap tanknya. “Si kecil ini hendak membakar tank kita dengan korek apinya,” kata sang prajurit.

Keberanian lain yang dikaruniakan Allah pada para mujahidin Afghan juga terwujud ketika pasukan komunis dengan persenjataan lengkap dan tank-tanknya mengepung sebuah masjid yang dijadikan tempat berlindung para mujahidin. Kemudian datanglah seorang wanita ke depan masjid dan berdoa, “Ya Allah, apabila Engkau akan memberikan kekalahan pada para mujahidin yang ada di dalam sana. Maka jadikanlah aku sebagai tumbal untuk menyelamatkan mereka.” Benar saja, wanita itu tewas diberondong peluru tentara musuh dan para mujahidin bisa menyelamatkan diri.

Maulawi, salah seorang komandan mujahidin, menuturkan peristiwa luar biasa yang dialaminya. Di daerah Syathura, mujahidin yang hanya berkekuatan 25 orang digempur oleh musuh yang berkekuatan ribuan orang. Pertempuran sengit terjadi selama empat jam, dengan kemenangan di pihak mujahidin. Musuh yang tewas sebanyak 80 orang dan 26 tertawan. Maulawi bertanya kepada salah seorang tawanan, “Kenapa kalian cepat sekali menyerah?” Sang tawanan itu berkata, “Pasukan tuan dengan senapan mesin buatan Amerika menghujani kami dengan bom dari empat penjuru mata angin, bagaimana kami bisa menang dalam pertempuran.” Maulawi mendengarkan jawaban itu dengan penuh heran. Sebab, pasukannya hanya memakai senapan sederhana, bukan meriam, apalagi senapan mesin buatan Amerika. Dan ia hanya menyerang dari satu arah, bukan empat arah.

Jauh-jauh hari sebelum tragedi Afghan terjadi, Allah telah berjanji dalam Al Qur’an, bahwa malaikat akan datang membantu kaum muslimin. “Ingatlah (Muhammad) tatkala Tuhanmu mewahyukan kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku bersama dengan kalian, karenanya, tabahkanlah (hati/semangat) orang-orang yang beriman. Aku akan letakkan di hati orang-orang yang kafir itu rasa takut (ngeri), pancunglah leher-leher mereka dan pukul persendiannya (tangan dan kaki) mereka.” (QS. Al-Anfal: 12)
Benarlah apa yang dijanjikan Allah SWT, bahwa tak ada yang bisa menundukkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh berjihad. “Jika kalian sabar dan taqwa, walaupun mereka (pasukan musuh) datang pada kalian secara tiba-tiba sekarang juga, Tuhan kalian akan mengirim bala bantuan kepada kalian dengan lima ribu (pasukan) malaikat penyerbu.” (QS. Ali Imran: 125)

Al-Qurthubi menafsirkan Ali Imran ayat 125 tersebut, “Bahwa tiap pasukan muslimin yang sabar dan pasrah pada Allah SWT akan mendapat bantuan pasukan malaikat, yang akan berjihad bersama mereka. Karena Allah SWT telah menetapkan malaikat sebagai pasukan mujahidin sampai hari kiamat.” Al-Hasan berkata, “Lima ribu pasukan malaikat itu bagian tak terpisahkan dari pasukan mujahidin sampai hari kiamat.” (Al-Qurthubi, IV/194)

Boleh jadi, apa yang terjadi di Maluku saat ini merupakan bukti kebenaran ayat Allah tersebut. Setelah dengan biadab pasukan merah membantai dan membumihanguskan kaum muslimin berikut perkampungannya di Halmahera, sejumlah saksi mata bercerita tentang keajaiban. Misalnya, mereka melihat dua orang wanita berwajah bersih berjilbab rapi memimpin sepasukan untuk balas menyerang. Mereka mengobarkan semangat kaum muslimin untuk berjuang.

Ketika pertempuran usai, semua orang tidak menemukan dua orang wanita dan pasukannya yang tadi terlihat memimpin serangan kaum muslimin. Inikah pasukan malaikat yang Allah janjikan? Yang jelas, pertolongan Allah memang kerap datang dari arah yang tak terduga. Rosulullah bersabda, “Jika seorang muslim dalam keadaan terdesak, itulah tanda pertolongan Allah akan segera tiba.”

Memang, belasan abad silam, para mujahidin yang berjuang bersama Rosulullah sudah mengalami hal serupa. Menjelang perang Badar, Ibnu Mas’ud pernah berselisih soal jumlah pasukan kafir dengan salah seorang sahabat. Menurut Ibnu Mas’ud, jumlah mereka sekitar tujuh puluh orang, sedangkan menurut sahabatnya, sekitar seratus orang pasukan. Namun ketika jumlah pasukan itu ditanyakan pada salah seorang tawanan, ia menjawab, “Jumlah kami seribu orang.” Itulah satu bentuk pertolongan yang Allah beri pada para mujahidin. Jumlah musuh yang tampak sedikit, merupakan cara Allah untuk membangkitkan semangat jihad dan keberanian pasukan Islam.

sumber: http://www.facebook.com/note.php?note_id=157546175815&id=100000020944619&ref=nf

Dua Polisi yang Menyaksikan Eksekusi atas Sayyid Qutb


Ulama, da’i, serta para penyeru Islam yang mempersembahkan nyawanya di Jalan Allah, atas dasar ikhlash kepadaNya, sentiasa ditempatkan Allah sangat tinggi dan mulia di hati segenap manusia. 
Di antara da’i dan penyeru Islam itu adalah Syuhada (insya Allah) Sayyid Qutb. Bahkan peristiwa eksekusi matinya yang dilakukan dengan cara digantung, memberikan kesan mendalam dan menggetarkan bagi siapa saja yang mengenal Beliau atau menyaksikan sikapnya yang teguh. Di antara mereka yang begitu tergetar dengan sosok mulia ini adalah dua orang polisi yang menyaksikan eksekusi matinya (di tahun 1966). 
Salah seorang polisi itu mengetengahkan kisahnya kepada kita: 
Ada banyak peristiwa yang tidak pernah kami bayangkan sebelumnya, lalu peristiwa itu menghantam kami dan merubah total kehidupan kami. 
Di penjara militer pada saat itu, setiap malam kami menerima orang atau sekelompok orang, laki-laki atau perempuan, tua maupun muda. Setiap orang-orang itu tiba, atasan kami menyampaikan bahwa orang-orang itu adalah para pengkhianat negara yang telah bekerja sama dengan agen Zionis Yahudi. Karena itu, dengan cara apapun kami harus bias mengorek rahasia dari mereka. Kami harus dapat membuat mereka membuka mulut dengan cara apapun, meski itu harus dengan menimpakan siksaan keji pada mereka tanpa pandang bulu. 
Jika tubuh mereka penuh dengan berbagai luka akibat pukulan dan cambukan, itu sesuatu pemandangan harian yang biasa. Kami melaksanakan tugas itu dengan satu keyakinan kuat bahwa kami tengah melaksanakan tugas mulia: menyelamatkan negara dan melindungi masyarakat dari para “pengkhianat keji” yang telah bekerja sama dengan Yahudi hina. 
Begitulah, hingga kami menyaksikan berbagai peristiwa yang tidak dapat kami mengerti. Kami mempersaksikan para ‘pengkhianat’ ini sentiasa menjaga shalat mereka, bahkan sentiasa berusaha menjaga dengan teguh qiyamullail setiap malam, dalam keadaan apapun. Ketika ayunan pukulan dan cabikan cambuk memecahkan daging mereka, mereka tidak berhenti untuk mengingat Allah. Lisan mereka sentiasa berdzikir walau tengah menghadapi siksaan yang berat. 
Beberapa di antara mereka berpulang menghadap Allah sementar ayunan cambuk tengah mendera tubuh mereka, atau ketika sekawanan anjing lapar merobek daging punggung mereka. Tetapi dalam kondisi mencekam itu, mereka menghadapi maut dengan senyum di bibir, dan lisan yang selalu basah mengingat nama Allah. 
Perlahan, kami mulai ragu, apakah benar orang-orang ini adalah sekawanan ‘penjahat keji’ dan ‘pengkhianat’? Bagaimana mungkin orang-orang yang teguh dalam menjalankan perintah agamanya adalah orang yang berkolaborasi dengan musuh Allah? 
Maka kami, aku dan temanku yang sama-sama bertugas di kepolisian ini, secara rahasia menyepakati, untuk sedapat mungkin berusaha tidak menyakiti orang-orang ini, serta memberikan mereka bantuan apa saja yang dapat kami lakukan. Dengan ijin Allah, tugas saya di penjara militer tersebut tidak berlangsung lama. Penugasan kami yang terakhir di penjara itu adalah menjaga sebuah sel di mana di dalamnya dipenjara seseorang. Kami diberi tahu bahwa orang ini adalah yang paling berbahaya dari kumpulan ‘pengkhianat’ itu. Orang ini adalah pemimpin dan perencana seluruh makar jahat mereka. Namanya Sayyid Qutb. 
Orang ini agaknya telah mengalami siksaan sangat berat hingga ia tidak mampu lagi untuk berdiri. Mereka harus menyeretnya ke Pengadilan Militer ketika ia akan disidangkan. Suatu malam, keputusan telah sampai untuknya, ia harus dieksekusi mati dengan cara digantung. 
Malam itu seorang sheikh dibawa menemuinya, untuk mentalqin dan mengingatkannya kepada Allah, sebelum dieksekusi. 
(Sheikh itu berkata, “Wahai Sayyid, ucapkanlah Laa ilaha illa Allah…”. Sayyid Qutb hanya tersenyum lalu berkata, “Sampai juga engkau wahai Sheikh, menyempurnakan seluruh sandiwara ini? Ketahuilah, kami mati dan mengorbankan diri demi membela dan meninggikan kalimat Laa ilaha illa Allah, sementara engkau mencari makan dengan Laa ilaha illa Allah”. Pent) 
Dini hari esoknya, kami, aku dan temanku, menuntun dan tangannya dan membawanya ke sebuah mobil tertutup, di mana di dalamnya telah ada beberapa tahanan lainnya yang juga akan dieksekusi. Beberapa saat kemudian, mobil penjara itu berangkat ke tempat eksekusi, dikawal oleh beberapa mobil militer yang membawa kawanan tentara bersenjata lengkap. 
Begitu tiba di tempat eksekusi, tiap tentara menempati posisinya dengan senjata siap. Para perwira militer telah menyiapkan segala hal termasuk memasang instalasi tiang gantung untuk setiap tahanan. Seorang tentara eksekutor mengalungkan tali gantung ke leher Beliau dan para tahanan lain. Setelah semua siap, seluruh petugas bersiap menunggu perintah eksekusi. 
Di tengah suasana ‘maut’ yang begitu mencekam dan menggoncangkan jiwa itu, aku menyaksikan peristiwa yang mengharukan dan mengagumkan. Ketika tali gantung telah mengikat leher mereka, masing-masing saling bertausiyah kepada saudaranya, untuk tetap tsabat dan shabr, serta menyampaikan kabar gembira, saling berjanji untuk bertemu di Surga, bersama dengan Rasulullah tercinta dan para Shahabat. Tausiyah ini kemudian diakhiri dengan pekikan, “ALLAHU AKBAR WA LILLAHIL HAMD!” Aku tergetar mendengarnya. 
Di saat yang genting itu, kami mendengar bunyi mobil datang. Gerbang ruangan dibuka dan seorang pejabat militer tingkat tinggi datang dengan tergesa-gesa sembari memberi komando agar pelaksanaan eksekusi ditunda. 
Perwira tinggi itu mendekati Sayyid Qutb, lalu memerintahkan agar tali gantungan dilepaskan dan tutup mata dibuka. Perwira itu kemudian menyampaikan kata-kata dengan bibir bergetar, “Saudaraku Sayyid, aku datang bersegera menghadap Anda, dengan membawa kabar gembira dan pengampunan dari Presiden kita yang sangat pengasih. Anda hanya perlu menulis satu kalimat saja sehingga Anda dan seluruh teman-teman Anda akan diampuni”. 
Perwira itu tidak membuang-buang waktu, ia segera mengeluarkan sebuah notes kecil dari saku bajunya dan sebuah pulpen, lalu berkata, “Tulislah Saudaraku, satu kalimat saja… Aku bersalah dan aku minta maaf…” 
(Hal serupa pernah terjadi ketika Ustadz Sayyid Qutb dipenjara, lalu datanglah saudarinya Aminah Qutb sembari membawa pesan dari rejim thowaghit Mesir, meminta agar Sayyid Qutb sekedar mengajukan permohonan maaf secara tertulis kepada Presiden Jamal Abdul Naser, maka ia akan diampuni. Sayyid Qutb mengucapkan kata-katanya yang terkenal, “Telunjuk yang sentiasa mempersaksikan keesaan Allah dalam setiap shalatnya, menolak untuk menuliskan barang satu huruf penundukan atau menyerah kepada rejim thowaghit…”. Pent) 
Sayyid Qutb menatap perwira itu dengan matanya yang bening. Satu senyum tersungging di bibirnya. Lalu dengan sangat berwibawa Beliau berkata, “Tidak akan pernah! Aku tidak akan pernah bersedia menukar kehidupan dunia yang fana ini dengan Akhirat yang abadi”. 
Perwira itu berkata, dengan nada suara bergetar karena rasa sedih yang mencekam, “Tetapi Sayyid, itu artinya kematian…” 
Ustadz Sayyid Qutb berkata tenang, “Selamat datang kematian di Jalan Allah… Sungguh Allah Maha Besar!” 
Aku menyaksikan seluruh episode ini, dan tidak mampu berkata apa-apa. Kami menyaksikan gunung menjulang yang kokoh berdiri mempertahankan iman dan keyakinan. Dialog itu tidak dilanjutkan, dan sang perwira memberi tanda eksekusi untuk dilanjutkan. 
Segera, para eksekutor akan menekan tuas, dan tubuh Sayyid Qutb beserta kawan-kawannya akan menggantung. Lisan semua mereka yang akan menjalani eksekusi itu mengucapkan sesuatu yang tidak akan pernah kami lupakan untuk selama-lamanya… Mereka mengucapkan, “Laa ilaha illah Allah, Muhammad Rasulullah…” 
Sejak hari itu, aku berjanji kepada diriku untuk bertobat, takut kepada Allah, dan berusaha menjadi hambaNya yang sholeh. Aku sentiasa berdoa kepada Allah agar Dia mengampuni dosa-dosaku, serta menjaga diriku di dalam iman hingga akhir hayatku. 
Diambil dari kumpulan kisah: “Mereka yang kembali kepada Allah”
Oleh: Muhammad Abdul Aziz Al Musnad
Disalin dari Arrahmah.comsumber

syria kesejukan

Here is Aleppo where sitting under the rain and in the freezing cold weather is safer than staying inside a house that could be destroyed under our heads at any moment.

Polis arah 88 keluarga di Puncak Setiawangsa kosongkan rumah



29 Disember 2012
KUALA LUMPUR - Seramai 88 keluarga yang menghuni banglo mewah, rumah kedai dan rumah teres di Puncak Setiawangsa di sini diarah berpindah serta mengosongkan kediaman masing-masing ekoran masih berlaku pergerakan tanah yang aktif selepas kejadian tanah runtuh di kawasan itu malam tadi.
  
Timbalan Ketua Polis Daerah Sentul Supt Othman Abu Bakar berkata polis telah mengarahkan kesemua 30 pemilik rumah banglo, 18 pemilik rumah kedai dan 58 pemilik rumah teres dua tingkat tersebut berpindah ekoran keadaan tidak selamat dan mungkin boleh membahayakan keselamatan mereka.
  
"Kesemua yang terbabit berada di Jalan Bukit Setiawangsa dan Jalan Puncak Setiawangsa 2 diarah berbuat demikian setelah Institut Kerja Raya Malaysia (IKRAM) mengesahkan pergerakan tanah masih berlaku di kawasan tersebut," katanya kepada pemberita di lokasi kejadian.
  
Othman berkata ekoran kejadian tanah runtuh malam tadi sebuah banglo terjejas teruk manakala dua lagi banglo yang dimiliki Anggota Parlimen Setiawangsa Datuk Seri Zulhasnan Rafique dan Anggota Parlimen Rompin Datuk Seri Dr Jamaludin Jarjis mengalami rekahan tanah.
  
Beliau berkata pihak polis telah berbincang dengan agensi keselamatan lain bagi mewujudkan satu jalan alternatif lain ke Puncak Setiawangsa kerana jalan utama terpaksa ditutup atas faktor keselamatan.

Beliau berkata buat masa sekarang hanya 49 penghuni telah berdaftar di bilik gerakan polis sementara yang ditempatkan di kawasan kejadian untuk memaklumkan mengenai pemindahan mereka dari rumah terbabit.
  
"Kita menasihatkan penduduk yang belum berdaftar agar mendaftarkan diri di bilik gerakan kita, agar mudah kita melakukan pemantauan dan kita tunggu kajian Ikram untuk mengetahui tahap keselamatan terkini kawasan runtuh itu," katanya.
  
Othman berkata polis telah membuka pusat pemindahan sementara di Dewan Orang Ramai Setiawangsa kepada penghuni yang terbabit.
 
Dalam sidang akhbar yang sama, Jamaludin berkata ketika kejadian beliau dalam perjalanan pulang dari tempat kerja dan isterinya, memaklumkan kepadanya bahawa dia telah mendengar bunyi detuman yang kuat setelah sebahagian rumah jirannya telah runtuh.
  
"Isteri saya kata bunyi kuat itu datang dari rumah jiran saya, yang merupakan ahli perniagaan Timur Tengah, yang menyewa di situ sejak beberapa bulan lalu," katanya.

Katanya tiada sesiapa yang cedera, cuma separuh bahagian bangunan banglo itu termasuk kolam renang runtuh ke bawah sedalam 50 meter.
  
Jamaludin berkata disebabkan kejadian itu, beliau bersama keluarganya terpaksa berpindah ke sebuah hotel di ibu kota sementara menungggu keadaanpulih.
  
Katanya beliau membeli lot banglo itu pada 1987 dan mendiaminya tiga bulan lalu selepas tamat perkhidmatannya sebagai Duta Besar Malaysia di Amerika Syarikat.
  
"Saya mewakili penduduk Setiawangsa mengucapkan terima kasih kepada polis, bomba, Rela, JPAM dan Ikram kerana memaklumkan insiden itu dengan cepat kepada penduduk dan mengelakkan sebarang malapetaka yang lebih dahsyat," katanya.  - Bernama

Obama terima undang-undang anti-Iran



29 Disember 2012
 Presiden Barack Obama
Presiden Amerika Syarikat (AS), Barack Obama
WASHINGTON - Presiden Amerika Syarikat (AS),  Barack Obama telah menandatangani satu undang-undang bagi menangani dakwaan pengaruh Iran di Amerika Latin, melalui strategi diplomatik dan politik yang akan direka oleh Jabatan Negara.

Akta Tangani Iran Di Hemisfera Barat telah diluluskan awal tahun dan diterima oleh presiden semalam.

Undang-undang baru itu mengehendaki Jabatan Negara membangunkan pelan dalam tempoh 180 hari bagi memerhati setiap aktiviti Iran.

Walaupun strategi ini sulit dan hanya boleh diakses oleh penggubal undang-undang, ia harus mengandungi rumusan awam.

Teks juga menggesa Jabatan Keselamatan Dalam Negeri supaya meningkatkan tahap keselamatan AS di sempadan Kanada dan Mexico bagi mencegah sebarang pencerobohan Iran, Hizbullah atau mana-mana badan pengganas memasuki negara itu.

Washington juga berulang kali menyatakan akan memantau aktiviti Teheran di Amerika Latin walaupun pegawai risikan mengatakan tiada tanda-tanda aktiviti haram dilakukan oleh negara itu.

Iran sebelum ini diletakkan dalam satu siri sekatan antarabangsa kerana disyaki terlibat dengan senjata nuklear.