Wednesday, April 24, 2013

"Inilah Aqidah Kami" Bagian : 3




V. Hari Akhir

Kami beriman terhadap fitnah kubur, dan terhadap nikmat kubur bagi orang-orang mukmin serta terhadap adzab kubur bagi orang yang berhak mendapatkannya, sebagaimana yang telah ada dalam hadits-hadits yang mutawatir dalam hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, dan kami tidak menoleh terhadap takwil-takwil ahli bid’ah. Dan dalam hal ini AllahSubhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, sedangkan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang sangat buruk” (Al Mukmin/Gafir: 46)

Dan dari Zaid Ibnu Tsabit dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Seandainya kalian tidak saling menguburkan tentu saya akan memohon kepada Allah untuk meperdengarkan kepada kalian dari adzab kubur apa yang saya dengar”, kemudian beliau menghadapkan wajahnya kepada kami dan berkata: “Mintalah perlindungan kepada Allah dari adzab kubur” (Hadits Shahih Muslim)

Dan dalam hadits Al Bara’ Ibnu ‘Adzib yang panjang yang di riwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud, bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallamberkata tentang orang mukmin bila ia telah menjawab pertanyaan dua malaikat di kuburnya: “….maka penyeru dari langit menyerukan bahwa benarlah hambaKu, maka hamparkanlah baginya dari surga dan berilah dia pakaian dari surga serta bukakanlah baginya pintu ke surga”, beliau berkata: “Maka datanglah kepada dia dari kenikmatannya dan keindahannya, dan dilapangkan baginya di kuburanya sejauh mata memandang”

Sedangkan fitnah kubur adalah pertanyaan Munkar dan Nakir terhadap si hamba di dalam kuburnya tentang: Rabbnya, diennya, dan nabinya, maka Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (Laa ilaaha illallaah)

Ya Allah, wahai pelindung Islam dan para pemeluknya, teguhkanlah kami dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan dunia dan akhirat…

Dan adapun orang kafir, maka dia mengatakan: “Haah… haah… saya tidak tahu” dan orang munafik serta orang yang ikut-ikutan (taqlid) dalam agamanya terhadap mayoritas mengatakan: “Saya tidak tahu, saya mendengar manusia mengatakan sesuatu, maka saya mengatakannya”.

Dan keadaan alam Barzakh adalah termasuk hal-hal yang ghaib yang bisa dirasakan oleh si mayit tidak oleh yang lainnya, dan ia itu tidak bisa diraba oleh indera dalam kehidupan dunia ini, oleh sebab itu iman terhadapnya termasuk hal yang membedakan orang yang beriman terhadap hal yang ghaib dari orang yang mendustakannya.

Dan kami beriman terhadap tanda-tanda hari kiamat yang telah Allah ta’ala kabarkan dalam kitabNya dan telah dikabarkan oleh NabiNya Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam Sunnahnya, di antaranya seperti kemunculan Dajjal yang sebenarnya, tanpa menoleh kepada takwil-takwil ahli bid’ah, meskipun kami meyakini bahwa jenis fitnah Dajjal selalu ada disetiap zaman sampai datang Isa Ibnu Maryam as, Dan dia-lah yang akan membunuh Dajjal, dan kami beriman pula terhadap terbitnya matahari dari arah terbenamnya, dan kami beriman terhadap keluarnya hewan bumi dan hal-hal lainnya yang telah Allah ta’ala kabarkan atau telah dikabarkan oleh NabiNya Shalallahu ‘alaihi wasallam.

Dan kami beriman terhadap kebangkitan setelah kematian, balasan amal dan hari kiamat ‘Ardl (pemaparan amalan), hisab, pembacaan lembaran-lembaran amalan dan mizan (timbangan). Allah ta’ala berfirman:

“Kemudian, sungguh kamu akan dibangkitkan (dari kuburmu) pada hari kiamat” (Al Mukminuun: 16)

Maka manusia berdiri menghadap Tuhan Semesta Alam dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang lagi belum dikhitan. Allah ta’ala berfirman:

“Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati, sesungguhnya Kami-lah yang akan melaksanakannya” (Al Anbiya: 104)

Dan firmanNya ta’ala:

“Dan Kami akan memadang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tidak seorangpun dirugkan walau sedikitpun, sekalipun hanya sebesar biji sawi pasti Kami akan mendatangkannya (pahala). Dan cukuplah Kami yang membuat perhitungan” (Al Anbiya: 47)

Dan kami beriman terhadap telaga Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam di Mahsyar, dan bahwa airnya lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu, dan bejana-bejananya sejumlah bintang-bintang di langit, panjangnya 1 bulan dan lebarnya 1 bulan, barangsiapa meminum sekali saja darinya, maka dia tidak akan haus sesudahnya selama-lamanya.

Ya Allah, wahai pelindiung Islam dan para pemeluknya, janganlah halangi kami darinya…

Dan bahwa golongan-golongan dari umat Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam akan diusir darinya dan dihalangi dari mendatanginya di hari yang mana matahari didekatkan dari atas kepala-kepala manusia sehingga keringat manusia sesuai dengan kadar amalan-amalan mereka, maka di antara mereka ada orang yang keringatnya sampai mata kakinya, dan di antara mereka ada yang sampai pada lututnya, dan di antara mereka ada yang sampai pada pinggangnya, serta di antara mereka ada yang tenggelam dalam keringatnya.

Dan di antara orang-orang yang diusir dan dihalangi dari telaga itu adalah kaki tangan para penguasa (muslim) yang dzalim, yang masuk menemui mereka dan membenarkan kebohongan mereka serta membantu mereka di atas kezalimannya. Dan begitu juga diusir darinya orang yang merubah atau membuat bid’ah atau mengada-adakan yang baru dalam ajaran Allah, dan di hari itu Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Enyahlah… enyahlah bagi orang yang mengadakan pengrubahan setelahku !!”

Dan kami beriman terhadap Shirath yang dipasang di atas jurang Jahannam dan ia adalah jembatan antara surga dan nereka, manusia melewati di atasnya sesuai dengan kadar amal-amal mereka, maka di antara mereka ada orang yang melewatinya dengan sekejap mata, di antara mereka melewatinya bagaikan kilat, di antara mereka ada yang melewatinya bagaikan angin, dan di antara mereka ada yang melewatinya bagaikan kuda pacu, di antara mereka ada yang melewatinya bagaikan lari unta, di antara mereka ada yang lari, di antara mereka ada yang berjalan, di antara mereka ada yang merangkak, dan di antara mereka yang terkena sambar dan dilemparkan ke neraka Jahannam, karena sesungguhnya di atas jembatan itu ada bandringan-bandringan yang menyambar manusia sesuai dengan amalannya, dan barangsiapa bisa melewati shirat maka dia masuk surga dan selamat.

Ya Allah, wahai pelindung Islam dan para pemeluknya, selamatkanlah kami dari neraka…

Bila mereka telah melewati shirath, maka mereka berhenti di jembatan antara surga dan neraka, kemudian sebagian mereka mengqishash sebagian yang lain lalu bila mereka telah dibersihkan dan disucikan, maka mereka di izinkan masuk surga.

Orang yang pertama kali meminta agar pintu surga dibukakan adalah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan umat yang pertama kali masuk surga adalah umat beliau.

Kami beriman terhadap surga dan neraka, dan bahwa keduanya adalah makhluk yang tidak fana (lenyap), kecuali dimaksudkan fananya neraka orang-orang yang bertauhid dan bahwa Allah telah menciptakan bagi keduanya para penghuni, barangsiapa yang Dia kehendaki dari mereka maka masuk surga dengan karuniaNya, dan barangsiapa yang Dia kehendaki dari mereka maka masuk neraka dengan keadilanNya. Surga adalah Darun Na’im(Negeri kenikamatan) yang telah Allah ta’ala siapkan bagi orang-orang yang beriman di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Berkuasa, didalamnya terdapat berbagai macam nikmat abadi yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia, Allah ta’ala berfirman:

“Maka tidak seorangpun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka (yaitu) bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan” (As Sajdah: 17)

Dan adapun neraka maka ia adalah Darul Adzab (Negeri Siksaan) yang telah Allah siapkan pada dasarnya untuk orang-orang kafir, Allah ta’ala berfirman:

“Katakanlah (Muhammad) kepada orang-orang kafir: “Kamu akan dikalahkan dan digiring ke dalam neraka Jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal ” (Ali Imran: 12)

Dan ia dimasuki oleh kaum muslimin yang maksiat, akan tetapi ia bukan negeri mereka yang dipersiapkan untuk mereka, oleh sebab itu bila mereka memasukinya, mereka tidak kekal didalamnya, akan tetapi disiksa dengan kadar dosa-dosa mereka, kemudian tempat akhir mereka adalah ke surga yang merupakan negeri orang-orang yang beriman.

Kami beriman terhadap syafa’at yang Allah ta’ala izinkan MuhammadShalallahu ‘alaihi wasallam untuk melakukannya, dimana beliau di hari kiamat memiliki 3 syafa’at: Pertama : Syafa’at beliau untuk penduduk Masyhar (Mauqif) agar Allah memutuskan di antara mereka setelah para nabi yaitu Adam, Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa ‘Alaihimus salam tidak sanggup untuk memikul syafa’at itu, sampai akhirnya kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam.

Kedua : Syafa’at beliau untuk ahli surga untuk memasukinya, dan kedua syafa’at ini khusus bagi beliau Shalallahu ‘alaihi wasallam[6][.

Dan yang ketiga : Syafa’at beliau bagi orang yang berhak masuk neraka dari kalangan muwahhidin agar dikeluarkan darinya atau agar tidak dimasukan ke dalamnya. Dan macam ini bagi beliau dan bagi para nabi, shiddiqin, para syuhada, dan yang lainnya yang mendapat izin dari Allah, maka beliau memberikan syafa’at bagi orang yang sudah masuk agar di keluarkan darinya.

Dan Allah telah mengeluarkan dari neraka orang-orang tanpa syafa’at dengan karunia dan rahmatNya Subhanahu Wa Ta’ala. Dan di surga masih ada tempat kosong, maka Allah menciptakan orang-orang untuknya kemudian dia memasukannya ke surga. Dan iman kepada syafa’at ini adalah ciri khusus yang dengannya kami menyelisihi Khawarij yang menganggap kekal para pelaku dosa besar dalam neraka, dan kami beriman bahwa orang-orang mukmin akan melihat Tuhan mereka di hari kiamat dan di surga sebagaimana firmanNya:

“Wajah orang-orang mukmin pada hari itu berseri-seri, memandang Tuhan-nya” (Al Qiyamah: 22-23)

Dan juga sebagaimana dalam hadits-hadits mutawatir dari RasulullahShalallahu 'alaihi wasallam bahwa orang-orang mukmin akan melihat Tuhan mereka di hari kiamat sebagaimana mereka melihat bulan purnama seraya tidak tersamar dalam melihatNya, dan kami tidaklah menyamakan Tuhan kami dengan sesuatupun dari makhlukNya, akan tetapi penyerupaan disini adalah penyerupaan penglihatan dengan penglihatan dari sisi kejelasan dan kebenaran serta tanpa kesamaran, bukan penyerupaan yang dilihat dengan yang dilihat, barangsiapa tidak memiliki bashirah dan keimanan dalam hal ini, maka sesungguhnya dia amat pantas untuk tidak mendapatkan nikmat ini di hari penambahan nikmat, namun demikian Allah berfirman:

“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu” (Al An’am: 103),

Dan kami hanyalah menetapkan apa yang telah ditetapkan oleh nabiNya Shalallahu 'alaihi wasallam berupa penglihatan orang-orang mukmin terhadapNya Subhanahu Wa Ta’ala, sedangkan An Nadhru (memandang) dan Ar Ru’yah (melihat) adalah sesuatu yang lain dengan Idrak(pencapaian), maka berhentilah di batasan-batasan Allah dan janganlah memasukan ke dalam nash-nash wahyu apa yang tidak dikandung di dalamnya, dan jangan menolak sesuatu darinya atau menggugurkannya… nanti kamu tergelincir dalam kesesatan.

Dan di antara pengaruh-pengaruh iman terhadap hal itu :

Beramal dengan sungguh-sungguh untuk mencapai apa yang telah AllahSubhanahu Wa Ta’ala siapkan bagi orang-orang mukmin dan untuk mencapai keselamatan dari apa yang Allah ancamkan terhadap para ahli maksiat dan orang-orang kafir.

Dan tidak mengeluh karena materi dunia yang tidak didapatkan oleh orang mukmin atau apa yang ia dapatkan berupa penindasan, ujian ,dan mushibah karena keimanannya, dakwahnya, dan jihadnya, dengan ia mengharap gantinya di akhirat dan kenikmatannya dan pahalanya serta buah-buah hasil yang banyak lainnya. Iman kepada hal itu bukanlah sebagaimana yang dikira oleh banyak orang berupa hal-hal yang bersifat pengetahuan dan keilmuan saja, akan tetapi ia adalah iman dan pembenaran serta pengakuan yang mendorong untuk beramal.

VI. Q a d a r

Kami beriman terhadap Qadar (ketentuan Allah) yang baik dan yang buruk, dan bahwa Allah telah menciptakan seluruh makhluk, dan Dia menentukan bagi mereka ketentuan-ketentuan dan menetapkan bagi mereka ajal. Dan Dia mengetahui apa yang mereka lakukan sebelum menciptakan mereka, dimana Dia mengetahui apa yang terjadi dan apa yang telah terjadi serta apa yang tidak terjadi seandainya ia terjadi bagaimana keadaannya.

Dia telah menunjukan kepada mereka 2 jalan, kemudian Dia Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan mereka untuk mentaatiNya dan melarang mereka dari maksiat terhadapNya, dan segala sesuatu berjalan dengan ketentuan Allah dan kehendakNya. KehendakNya ini pasti terlaksana, tidak ada kehendak bagi makhluk kecuali apa yang Dia kehendaki bagi mereka. Apa yang Dia kehendaki bagi mereka pasti terjadi, Dia memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, Dia melindungi dan menyelamatkannya sebagai bentuk karunia dariNya. Dan Dia menyesatkan orang yang di kehendakiNya dan Dia mencelakakan serta menelantarkan sebagai bentuk keadilan dariNya, dan semua hamba ini berada dalam kehendakNya antara karuniaNya dan keadilanNya. Tidak ada yang bisa menolak ketentuanNya dan tidak ada yang dapat menolak ketetapanNya serta tidak ada yang kuasa terhadap urusanNya.

Hamba tidak memiliki suatu yang wajib atasnya
Dan tidak ada upaya yang sia-sia di sisiNya
Dan bila mereka disiksa maka dengan keadilanNya
Atau mereka mendapat nikmat maka dengan karuniaNya
Sedang Dia-lah Yang Maha Besar lagi Maha Luas (karuniaNya)

Sebagaimana sesungguhnya musabbabat (hal-hal yang disebabkan) termasuk ketentuan Allah yang sudah selesai darinya, maka begitu juga sebab-sebab termasuk ketentuan Allah yang sudah selesai darinya.

Iman terhadap qadar ini memiliki 2 tingkatan, dan setiap tingkatan mengandung dua hal:

Tingkat pertama: Iman bahwa Allah telah mengetahui apa yang akan dilakukan oleh makhlukNya sehingga ilmuNya ini telah mendahului pada setiap hal yang akan terjadi pada ciptaanNya, kamudian Dia menetapkan ukuran-ukuran hal itu dengan serapi-rapinya.

“Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar dzarrah (atom) di bumi ataupun di langit, tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (lauh mahfudz)” (Yunus: 61)].

Dan firmanNya ta’ala:

“Dan dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya” (Al Furqan: 2)

Dan firmanNya ta’ala:

“Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku” (Al Ahzab: 38)

Kemudian Dia menulis hal itu dalam lauh mahfudz, dan mencantumkannya tentang ketentuan-ketentuan ciptaanNya.

Dari Ubadah Ibnu Ash Shamit radhiallahu ‘anhu berkata: “Hai anakku, sesungguhnya engkau tidak akan mendapatkan hakikat keimanan sehingga engkau mengetahui, bahwa apa yang ditetapkan akan menimpamu tidak akan meleset darimu, dan apa yang ditentukan meleset darimu tidak akan menimpamu, saya telah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “sesungguhnya pertama kali Allah menciptakan pena, Dia berfirman kepadanya : “Tulislah”, pena berkata : “Tuhanku, apa yang aku tulis?”, Dia berfirman: “Tulislah ketentuan-ketentuan segala sesuatu sampai hari kiamat”. Hai anakkku, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang mati atas selain hal ini, maka ia bukan termasuk bagianku”[7] Allah Subhanahu Wa Ta’alaberfirman:

“Tidaklah engkau tahu bahwa Allah mengaetahui apa yang di langit dan di bumi ? Sungguh, yang demikian itu sudah terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfudz). Sesungguhnya yang demikian itu sangat mudah bagi Allah”(Al Hajj: 70)

Takdir ini ada dalam banyak tempat secara global, dan dalam tempat-tempat lain secara terperinci, sungguh Dia telah mencatat dalam Al Lauh Al Mahfudz apa yang Dia kehendaki, dan bahwa Dio telah menciptakan janin sebelum meniupkan ruh di dalamnya, Dia mengutus kepada malaikat lalu memerintahkannya untuk mencatat empat ketentuan : rizkinya, ajalnya, amalannya, serta nasib baik dan buruk.

Seandainya makhluk seluruhnya berkumpul terhadap sesuatu yang telah Allah tentukan ia terjadi supaya mereka menjadikannya tidak terjadi tentulah mereka tidak kuasa terhadapnya, dan seandainya mereka seluruhnya kumpul terhadap sesuatu yang Allah tidak tetapkan terjadi agar mereka menjadikannya terjadi tentulah mereka tidak kuasa terhadapnya. Pena telah kering dengan apa yang akan terjadi sampai hari kiamat. Dan apa yang ditetapkan tidak menimpa hambaNya tentu tidak akan menimpanya, dan apa yang ditentukan menimpanya maka tidak mungkin meleset darinya.

Tingkatan kedua: iman tehadap masyi-ah (kehendak) Allah yang pasti terlaksana dan kudrahNya yang mencakup luas dan bahwa apa yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan apa yang tidak Dia kehendaki tidak mungkin terjadi, dan bahwa tidak ada satu gerakanpun atau sikap diam yang ada dilangit dan dibumi melainkan dengan kehendak Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan di dalam kerajaan-kerajaanNya tidak ada yang terjadi kecuali apa yang Dia inginkan

Namun demikian, sungguh Allah telah memerintahkan hamba-hambaNya untuk mentaatiNya dan mentaati RasulNya Shalallahu ‘alaihi wasallam serta melarang mereka dari maksiat terhadapNya, dan Dia Subhanahu Wa Ta’alamencintai orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat baik serta orang-orang yang berbuat adil, serta Dia ridha teradap orang-orang yang beriman dan beramal shalih, dan tidak mencintai orang-orang kafir, dan tidak ridha terhadap orang-orang fasik. Dia tidak memerintahkan perbuatan keji, dan Dia tidak ridha dengan kekafiran bagi hamba-hambaNya serta tidak mencintai kerusakan.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala memiliki dua masyi’ah, dan keduanya adalah penciptaan Allah dan perintahNya serta qudrahNya dan syari’atNya sebagaimana firmanNya:

“Ingatlah, menciptakan dan memerintah-kan hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah Tuhan Semesta Alam” (Al A’raf : 54)]

1. Masy’iah Syar’iyyah, yaitu perintahNya yang bersifat syar’iy yang kadang Allah didurhakai dan diselisihi di dalamnya.

2. Dan Masyi’ah Qadariyyah, maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi Sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi Sunnah Allah itu, sehingga perintah Allah yang bersifat Qauniy Qadariy tidak mungkin didurhakai.

Yang itu adalah Sunnah yang bersifat syar’iy dan perintah, dan yang ini adalah SunnahNya yang bersifat ketetapan dan ketentuan (Qadha Qadar).

Perbuatan-perbuatan hamba adalah ciptaan Allah dan perbuatan hamba-hamba itu sehingga si hamba adalah pelaku yang sebenarnya, sedangkan Allah adalah Sang Pencipta perbuatan-perbuatan mereka, dan hamba itu adalah orang mukmin atau kafir, orang baik atau jahat, serta orang yang shalat dan shaum. Dan hamba itu memiliki qudrah terhadap perbuatan-perbuatan mereka dan memiliki iradah (keinginan), sedangkan AllahSubhanahu Wa Ta’ala adalah pencipta mereka dan pencipta qudrah dan iradah mereka. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”(Ash Shaffat: 96)

Dan firmanNya ta’ala:

“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang menghendaki menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan Seluruh Alam” (At Takwir: 28-29)

Dan tingkatan ini di dustakan oleh mayoritas Qadariyyah dan telah ghuluw di dalamnya segolongan orang-orang yang menetapkannya sampai mereka meniadakan dari si hamba qudrah dan pilihan-pilihannya, dan mereka mengeluarkan dari perbuatan-perbuatan Allah dan hukum-hukumNya, hikmah-hikmah, dan maslahat-maslahatnya.

Sedangkan kami adalah pertengahan antara Jabriyaah dan Qadariyyah, di mana perbuatan-perbuatan dan kehendak kita adalah makhluk sedangkan manusia adalah pelaku sebenarnya terhadap perbuatan-perbuatan itu, dan bisa memilih dan dia memiliki iradah dan masy’iyyah.

Inilah global apa yang dibutuhkan dalam masalah ini oleh orang yang hatinya telah Allah beri cahaya dari kalangan wali-wali Allah ta’ala.

Asal qadar adalah rahasia Allah dalam penciptaannya, dan Dia melarang mereka dari membicarakan secara mendalam tentangnya, maka Dia berfirman dalam kitabNya:

“Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang dikerjakan, tetapi merekalah yang akan ditanya” (Al Anbiya: 23)

Barangsiapa bertanya : “Kenapa Allah melakukan…” maka dia telah menolak putusan Kitab Allah, sedangkan siapa yang menolak putusan kitabNya maka dia telah kafir, rugi, dan kecewa, dan itu di karenakan ilmu ini ada 2 macam:

1. Ilmu yang Allah ta’ala turunkan di tengah makhluknya, maka ia adalah hal yang ada.

2. Dan ilmu yang Allah tutupi dari mereka, maka ia tidak ada.

Maka mengingkari ilmu yang ada adalah kekafiran dan mengakui ilmu yang tidak ada adalah kekafiran, sedangkan iman tidak akan terbukti ada kecuali dengan menerima ilmu yang ada dan meninggalkan ilmu yang tidak ada, serta mengembalikan hal itu kepada yang mengetahuinya, yaitu Allah Yang Maha Pengampun lagi Penyayang.

Di antara pengaruh dan buah-buah iman kepada qadar ini adalah sebagai berikut :

- Orang mukmin bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, maka ia tidak menjadikan sebab-sebab sebagai arbaab dan tidak bersandar terhadapnya, akan tetapi ia memurnikan ketawakkalannya kepada Allah saja, karena segala sesuatu itu terjadi dengan ketentuanNyaSubhanahu Wa Ta’ala.

- Dan di antaranya ketenangan hati orang mukmin dan ketidakmengeluhannya, atau menyayangkan terhadap apa yang menimpanya dari ketentuan-ketentuan Allah ta’ala, maka ia tidak putus asa karena lenyapnya sesuatu yang dicintai atau terjadinya sesuatu yang dibenci, karena semua itu dengan takdir Allah ta’ala, dan apa yang Allah tentukan menimpanya tidak mungkin meleset darinya, dan apa yang Allah tentukan meleset darinya tidak mungkin menimpanya.

______________


[6] Dan beliau memiliki syafa’at yang ketiga yang juga khusus, yaitu meringankan adzab dari pamannya Abu Thalib sebagaiman dalah hadits shahih.

[7] HR. Ahmad dan Abu Dawud, sedangkan lafadz milik Abu Dawud


Bagian 1 :
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=439403312819634
http://m.facebook.com/photo.php?fbid=439403312819634

Bagian 2 :
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=439875349439097
http://m.facebook.com/photo.php?fbid=439875349439097


BERSAMBUNG........

Serangan Mujahidin IIA Tewaskan 7 Polisi Boneka Dan Hancurkan Satu Tank Di Wardak, Allahu Akbar!

Serangan Mujahidin IIA Tewaskan 7 Polisi Boneka Dan Hancurkan Satu Tank Di Wardak, Allahu Akbar!

WARDAK – Mujahidin Imarah Islam Afghanistan kembali melancarkan serangan terpisah terhadap pasukan teroris AS-NATO dan polisi boneka di provinsi Wardak, Afghanistan, Sabtu (20/4/2013). Mengakibatkan 7 polisi boneka tewas, satu Tank hancur, serta dua kapal tangker minyak hancur. Allahu Akbar!

“Sebuah laporan dari provinsi Wardak menyatakan bahwa setidaknya 7 polisi (ANP) tewas dengan satu tank mereka hancur dalam bom terpisah Mujahidin dan serangan penembakan di distrik Syed provinsi Wardak, Sabtu”. Seperti dilaporkan shahamat-english.com, Sabtu (20/4).

Di hari yang sama Mujahidin IIA juga menyerang konvoi pasukan teroris AS-NATO di Syed Abad distrik Wardak, yang menewaskan satu pengemudi serta menghancurkan 2 kapal tanker minyak.

Semoga Allah azza wa jalla memberikan kemudahan mujahidin dalam setiap melakukan aksi penyerangan terhapad musuh-musuh Islam – dari kaum kafir dan murtad. Aamiin!

(KabarDuniaIslam/al-mustaqbal.net)

coba tebak, kaum apakah ini? apa agama mereka..?

Umat Islam Maldives Inginkan Syariat Islam, Allahu Akbar!



MALDIVES-Kini, tidak ada satu pun tempat di muka bumi ini yang tidak menginginkan penegakan syariat Islam. Umat Islam di Maldives, sebuah negara kepulauan yang terletak di sebelah Barat Daya Sri Langka di Samudera Hindia, pada hari Jum’at (19/04/2013), Allahu Akbar!

Umat Islam Maldives melakukan aksi turun ke jalan untuk menyerukan penegakan syariat Islam. Mereka menolak seluruh hukum-hukum dan ideologi buatan manusia, seperti demokrasi, komunisme, liberalisme, sekulerisme, dan kapitalisme. Mereka hanya menginginkan satu hal, yakni penegakan syariat Islam. Allahu Akbar!


(KabarDuniaislam/al-mustaqbal.net)

Seorang Inspektur Polisi Thailand Tewas Ditembak, Alhamdulillah!



PATTANI – Pasukan keamanan musyrik (anshar Thaghut) Thailand kembali diserang oleh kelompok bersenjata. Seorang Inspektur polisi penyidik di provinsi Pattani, Thailand selatan, tewas ditembak Jumat (19/4/2013) pagi, dan baru dilaporkan secara terbuka pada hari Ahad ini. Alhamdulillah!

Major Pol. Neramit Chooroj, inspektur investigasi di kantor polisi Sarong di Kabupaten Yarang ditembak mati saat mengemudi untuk memulai bekerja hari itu.

Seorang pria bersenjata mengendarai sepeda motor dilaporkan mengikuti mobil polisi tersebut, dan menyerangnya.

Para saksi membantu membawanya ke rumah sakit, tetapi Neramit Chooroj meninggal karena luka tembaknya sangat parah.

Sementara itu, di Yala dilaporkan pihak keamanan setempat ada delapan orang menyerang sebuah pos militer musyrik di Kabupaten Bannang Sata, Kamis (18/4) malam.

Kedua pihak terlibat baku tembak selama sekitar 10 menit, dan hanya seorang yang sedikit terluka.

Serangan tersebut diyakini oleh pihak keamanan musyrik Thailand berasal dari kelompok Jeali Aba, yang aktif di Kabupaten Krongpinang dan Bannang Sata.


(KabarDuniaIslam/al-mustaqbal.net)

Buang jauh-jauh bendera nasionalisme. Inilah bendera kaum muslimin...!



Buang jauh-jauh bendera nasionalisme. Inilah bendera kaum muslimin...! 

"Inilah Aqidah Kami" Bagian : 4



VII. Al Iman

Iman adalah amal dan ucapan serta niat, maka ia adalah sehingga keyakinan dengan hati dan pengakuan dengan lisan serta amal-amalan dengan anggota badan (al jawarih)

Keyakinan hati adalah ucapan-ucapannya dan amalan-amalannya, maka ucapan hati adalah pengetahuannya atau ilmunya dan pembenarannya, sedangkan di antara amalan hati adalah, ridha, taslim (penerimaan), kecintaan, inqiyyad (ketundukan), dan ikhbat (kepatuhan), serta yang lainnya.

Maka ucapan itu adalah ucapan hati dan lisan, sedangkan amal adalah amalan hati dan jawarih, dan tashdiq (pembenaran) itu bisa dengan hati, bisa dengan lisan, dan bisa dengan jawarih [8].

Iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan maksiat, dan ia itu memiliki cabang-cabang seperti yang dikabarkan oleh RasululahShalallahu ‘alaihi wasallam ; yang paling tinggi adalah laa ilaaha illallaah… dan yang paling rendah adalah menyingkirkan kotoran dari jalan. Dan ia juga memiliki banyak ikatan, yang paling kokoh di antaranya adalah cinta karena Allah dan membenci karena Allah, serta loyalitas karena Allah dan memusuhi karena Allah.

Dan di antara cabang-cabangnya ada yang merupakan Ashlul Iman yang mana iman itu lenyap dan gugur dengan sebab kelenyapan hal itu, seperti cabang tauhid (laa ilaaha illallaah), shalat, dan hal-hal lannya yang telah ditegaskan oleh syari’at bahwa Ashlul Iman lenyap dan gugur dengan sebab meninggalkan hal itu.

Dan di antaranya ada yang merupakan Wajibatul Iman, yang mana Al Iman Al Wajib berkurang dengan sebab lenyapnya hal itu seperti cinta karena Allah dan membenci karena Allah, tetangga merasa aman dari gangguannya serta hal lainnya yang mana orang yang meninggalkannya berdosa, dan seperti itu pula pelanggaran hal-hal yang diharamkan seperti ; zina, minum khamer, dan mencuri. Dan pelakunya tidak kafir dan tidak lenyap darinya Ashlul Iman, akan tetapi dengan sebab hal itu berkuranglah iman dia yang wajib, sehingga dia tidak termasuk kaum mukminin yang berhak akan janji yang mutlak, yang selamat dari ancaman.

Dan di antara cabang-cabang al iman ada yang merupakan kamalul iman al mustahab (kesempurnaan iman yang dianjurkan), seperti menyingkirkan kotoran dari jalan, husnul ‘ahdi [9], dan hal-hal lainnya yang termasuk kesempurnaan-kesempurnaan iman yang mustahab yang mana tidaklah berdosa orang yang meninggalkannya.

Dan atas dasar ini maka iman itu memiliki Ashlul (pokok) yang mana iman tidak sah kecuali dengannya dan ia memiliki kesempurnaan yang wajib serta memiliki kesempurnaan yang mustahab, dan setiap penafian keimanan yang ada dalam nash-nash syari’at, maka ada yang dimaksudkan dengannya penafian ashlul iman sehingga pelakunya kafir, seperti firman AllahSubhanahu Wa Ta’ala:

“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (An Nisa: 65)

Dan bisa jadi dimaksudkan dengannya penafian iman yang wajib yaitu kesempurnaan iman yang wajib, sehingga pelakunya berdosa atau fasik, seperti sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam: “Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari ganguan dia”[10] ,

Atau sabdanya Shalallahu ‘alaihi wasallam:“Tidaklah berzina orang yang berzina saat dia berzina sedang dia dalam keadaan mukmin”[11]

Atau sabdanya Shalallahu ‘alaihi wasallam: “Tidak beriman seseorang dianatara kalian sampai dia mencintai bagi saudaranya apa yang dia cintai bagi dirinya”

Itu dikarenakan sesungguhnya penafian iman adalah bentuk ancaman, sedangkan ancaman itu tidak datang kecuai pada orang yang melakukan yang haram atau meninggalkan yang wajib sehingga ia itu bisa jadi termasuk ashlul iman atau termasuk al iman al wajib (kesempurnaan iman yang wajib), sedangkan pemilahan dan pembedaan antara dua dilalah (indikasi) ini apakah dilalah terhadap kekafiran (gugurnya ashlul iman) atau terhadap kefasikkan (berkurangnya iman al wajib) adalah terjadi dengan qarinah-qarinah (bukti-bukti) yang diketahui dar nash itu sendiri atau nash-nash yang lainnya.

Barangsiapa batal keimanannya dengan sesuatu dari pembatal-pembatal keimanan sehingga ia kafir, maka tidak bermanfaat bagi dia cabang-cabang keimanan yang lainnya bila itu ada padanya. Dan siapa yang melanggar al iman al wajib maka dia kembali kepada kehendak Allah, bila Dia menghendaki maka mengadzabnya dan bila Dia menghendaki maka Dia memberikan ampunan baginya selagi memiliki ashlul iman.

Kami tidak cenderung dalam hal ancaman Allah, tidak kepada Murji’ah dan tidak pula kepada Khawarij, sebagaimana dalam hal nama-nama Al Iman dan Ad Dien. Kami tidak cenderung kepada Haruriyyah dan Mu’tazillah, dan tidak pula kepada Murji’ah dan Jahmiyyah.

Dan di antara buah-buah masalah ini ; berupaya keras di atas ketaatan dan bersegera melakukan amal shalih serta berlomba-lomba menuju kebaikan agar iman kita selalu bertambah dengan disertai selalu menjaga dan melindungi ashlul iman, karena ia adalah modal ikatan keselamatan yang paling kokoh.

___________

[8] Sebagaimana dalam hadits shahih : “…dan kemaluan membenarkan hal itu atau mendustakannya”

[9] Yang dimaksud Husnul ‘Ahdi dis ini adalah menyambung tali persaudaraan dan berbuat baik seperti dalam sikap dan perhatian Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam terhadap wanita tua, yang mana ‘Aisyah radhiallahu ‘anha telah bertanya kepada beliau tentang wanita itu, maka beliau berkata: “Sesungguhnya dia sering datang kepada kami pada zaman Khadijah dan sesungguhnya husnul ‘ahdi itu termasuk iman”.

[10] HR Muslim

[11] HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan yang lainnya.



BERSAMBUNG.............


Bagian 1 :
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=439403312819634
http://m.facebook.com/photo.php?fbid=439403312819634

Bagian 2 :
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=439875349439097
http://m.facebook.com/photo.php?fbid=439875349439097

Bagian 3 :
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=440366382723327
http://m.facebook.com/photo.php?fbid=440366382723327

Kaum muslimin di Eropa tidak mengibar2kan bendera najis nasionalisme melainkan mereka mengibarkan bendara tauhid kaum muslimin..!

Kaum muslimin di Eropa tidak mengibar2kan bendera najis nasionalisme melainkan mereka mengibarkan bendara tauhid kaum muslimin..! 

Kaum muslimin bersatu diatas TAUHID bukan Nasionalisme najis ajaran YAHUDI.

Memalukan..!! Fir'aun Mesir Mengemis pada Pembantai Kaum Muslimin Suriah.


RUSSIA (KabarDuniaIslam) - Dalam pertemuan antara Fir'aun Mesir Mohamed Mursi dengan rekannya dari Russia, Vladimir Putin, dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Hatem Saleh, dikabarkan Mesir meminta bantuan sebesar 2 juta Dollar AS pada Russia.

Setelah pertemuan yang berlangsung di salah satu daerah tujuan wisata paling populer di Russia, 'kota Laut Hitam Sochi', penasihat kebijakan luar negeri Russia, Yuri Ushakov, menyatakan kepada wartawan bahwa kementerian Keuangan Rusia akan membahas hal tersebut dengan lebih rinci. Sebelumnya, Mursi mengatakan bahwa ia ingin memimpin "persatuan politik sejati" antara kedua negara tersebut, dan Mursi mulai menyebut Putin sebagai "sahabatku" dan "saudara" saat mereka berdiskusi. Putin juga menyebutkan hubungan sedang dipulihkan "pada skala penuh."

Mesir, yang pernah menjadi sekutu Uni Sovyet saat Perang Dingin, sejauh ini gagal menemui kesepakatan pinjaman sebesar 4,8 juta Dollar AS dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menstabilkan perekonomian negara yang juga terkena dampak Revolusi Arab (Arab Spring). Namun "Kesepakatan masih dalam pembahasan," demikian menteri Keuangan Mesir El-Morsi El-Sayed Hegazi mengatakan dari Washington, Amerika Serikat, pada Jum'at 19 April 2013. Menurut Alexei Pushkov, kepala komite parlemen hubungan luar negeri, Rusia berencana untuk mengembalikan hubungan strategis dengan Mesir.

"AS telah memberi bantuan pada Mesir sekitar 2 juta dollar AS per tahun," ungkap Pushkov melalui telepon dari Moskow (19/04/2013). "AS memahami peran strategis Mesir di dunia Arab. Dan kami juga harus membiayai kebijakan luar negeri," lanjutnya.

Russia telah mempertimbangkan semua bantuan yang diminta Mesir, ungkap Juru bicara Putin, Dmitry Peskov. Sementara itu menurut Menteri Engeri Rusia, Alexander Novak, negara di Afrika utara telah mengundang Rusia untuk membangun pabrik tenaga nuklir.


(KabarDuniaIslam/bbrg)

Apa Kabar Mujahidin Indonesia Timur..??


POSO - Apa kabar Mujahidin Poso? Demikian mungkin pertanyaan sebagian besar umat di benak masing-masing mengingat telah cukup lama Mujahidin Indonesia Timur yang bermarkas di Gunung Biru Tamanjeka ini tak terdengar kabarnya sedikit pun. Lalu, masih eksis-kah mereka?

Berikut sebuah tanya jawab terkait keberadaan terakhir Mujahidin Poso yang dijawab oleh Abu Musab Az Zarqawi yang selama ini dikenal memberitakan Mujahidin Poso

Pertanyaan: mujahid poso gimana kabarnya akhi @Abu Musab Az Zarqowi??

Jawaban: Alhamdulillah Para Mujahidin Poso masih eksis dan insha Allah akan terus eksis dengan idzin Allah, alhamdulillah mereka dalam keadaan sehat wal afiyat dan masih tetap berada di sekitar Pegunungan Tamanjeka dan sekitarnya, serta insha Allah masih tetap setia menunggu kedatangan Para Mujahid – Mujahid yang rela mengorbankan Jiwa dan Raga nya untuk Dien ini.

Doakan kami untuk tetap senantiyasa Sabar dan Istiqomah di Jalan Jihad ini, dan doakan pula semoga Perjuangan kami ini bisa menjadi cikal bakal Daulah Islam di Nusantara ini. Amin.



(KabarDuniaIslam/thoriquna/al-mustaqbal.net)

Ada pepatah yang mengatakan "Musuh-musuh Islam tidak berubah, mereka hanya menggunakan jubah yang berbeda."

Ada pepatah yang mengatakan "Musuh-musuh Islam tidak berubah, mereka hanya menggunakan jubah yang berbeda."

Israel mengibarkan panji zionisme, mengklaim sebagai Yahudi, dan mereka membunuh Ahlu Sunnah. Iran membawa panji Syiah, mengaku Muslim, dan mereka juga membantai Ahlu Sunnah.

Mereka mengusung panji dua ideologi yang berbeda, keduanya menyatakan mewakili dua agama yang berbeda, namun dapat kita lihat keduanya melakukan tindakan yang sama.

Apa pentingnya kami membuat perbedaan ini?

"Jika kalian ingin memenangkan sebuah peperangan, pertama kalian harus mengetahui siapa musuh kalian, kemudian kalian harus tahu mengapa kalian memerangi mereka."

[Nasser Balochi - Mujahidin Harakat Ansar Iran]


http://www.facebook.com/photo.php?fbid=354268244675224

Membongkar Kedok Aliran Sesat Pancasila & UUD 45


Bismillahirrahmanirrahim

Pembahasan ini adalah untuk menunjukkan kepada kita tentang kemusyrikan yang terang dan kekafiran yang nyata dari Pancasila dan UUD 1945. Sehingga tidak ada lagi kesamaran bagi kita untuk mengkafirkan siapa saja yang menerima Pancasila dan UUD 1945, membanggakannya, serta mengamalkannya baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.


Di dalam Bab XV pasal 36 A : 'Lambang negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika'.


Pancasila adalah dasar negara, sehingga para Thaghut RI dan aparatnya menyatakan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara RI, serta merasakan bahwa Pancasila adalah sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, pengamalannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia. Setiap penyelenggara negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengamalan Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan serta lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah. [Lihat PPKn untuk SD dan yang lainnya, bahasan Ekaprasetya Pancakarsa].

Jadi dasar negara RI, pandangan hidupnya, serta sumber kejiwaannya bukan LAA ILAAHA ILLALLAH tapi falsafah syirik Pancasila Thaghutiyyah Syaitaniyyah yang berasal dari ajaran syaitan manusia, bukan dari wahyu samawi ilahi

Allah subhanahu wata'ala berfirman :

'Itulah Al-Kitab (Al-Qur'an), tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk (pedoman) bagi orang-orang yang bertaqwa'.(Qs. Al-Baqarah : 2)


Tapi mereka mengatakan : 'Ini Pancasila adalah pedoman hidup bagi bangsa dan pemerintah Indonesia'.


Allah subhanahu wata'ala berfirman :

'Dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia...'. (Qs. Al-An?am : 153)


Tapi mereka menyatakan : 'Inilah Pancasila yang sakti, hiasilah hidupmu dengan dengan moral Pancasila'.


Oleh karena itu, dalam rangka menjadikan generasi penerus bangsa ini sebagai orang yang Pancasilais (baca : musyrik), para Thaghut (Pemerintah) menjadikan PMP/PPKn sebagai pelajaran wajib di semua lembaga pendidikan mereka.


Sekarang mari kita kupas beberapa butir Pancasila...


Dalam sila I butir II : 'Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan'.


Pancasila memberikan kebebasan orang untuk memilih jalan hidupnya, dan tidak ada hukum yang melarangnya. Seandainya orang muslim murtad dan masuk Nasrani, Hindu, atau Budha, maka itu adalah kebebasannya dan tidak akan ada hukuman baginya.


Sehingga ini membuka pintu lebar-lebar bagi kemurtadan, sedangkan dalam ajaran Tauhid Rasulullah bersabda : 'Siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia'. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


Namun kebebasan ini bukan berarti orang muslim bebas melaksanakan sepenuhnya ajaran Islam, tapi ini dibatasi oleh Pancasila, sebagaimana yang tertera dalam butir I : 'Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab'.


Sehingga bila ada orang murtad dari Islam, terus ada orang yang menegakkan terhadapnya hukum Allah subhanahu wata'ala yaitu membunuhnya, maka orang yang membunuh ini pasti dijerat hukum Thaghut.


Dalam sila II butir I : 'Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antar sesama manusia'.


Yaitu bahwa tidak ada perbedaan di antara mereka dalam status itu semua dengan sebab dien (agama), sedangkan Allah subhanahu wata'ala berfirman :


'Katakanlah : Tidak sama orang buruk dengan orang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menakjubkan kamu'.(Qs. Al-Maaidah : 100)


Dia Ta'ala juga berfirman :

'Tidaklah sama penghuni neraka dengan penghuni surga'.(Qs. Al-Hasyr : 20)


Allah subhanahu wata'ala juga berfirman :

'Maka apakah orang yang mukmin (sama) seperti orang yang fasik? (tentu) tidaklah sama'. (Qs. As-Sajadah : 18)

Sedangkan kaum musyrikin dan Thaghut Pancasila mengatakan : 'Mereka sama'.

Allah subhanahu wata'ala berfirman :

'Maka apakah Kami menjadikan orang-orang islam (sama) seperti orang-orang kafir. Mengapa kamu (berbuat demikian), bagaimanakah kamu mengambil keputusan? Atau adakah kamu memiliki sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya, bahwa didalamnya kamu benar-benar boleh memilih apa yang kamu sukai untukmu'.(Qs. Al-Qalam : 35-38)

Sedangkan budak Pancasila, mereka menyamakan antara orang-orang Islam dengan orang-orang kafir. Dan saat ditanya, Apakah kalian mempunyai buku yang kalian pelajari tentang itu ? . Mereka menjawab : Ya, kami punya. Yaitu PMP/PPKn dan buku lainnya yang dikatakan di dalamnya : 'Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antar sesama manusia'.


Apakah ini Tauhid atau Kekafiran ???


Lalu dinyatakan dalam butir II : 'Saling mencintai sesama manusia'.


Pancasila mengajarkan pemeluknya untuk mencintai orang-orang Nasrani, Hindu, Budha, Konghucu, para Demokrat, para Quburriyyun, para Thaghut dan orang-orang kafir lainnya.

Sedangkan Allah ta'ala mengatakan :

'Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka'.(Qs. Al Mujadilah : 22)


Kata Pancasila : 'Harus saling mencintai meskipun dengan orang-orang kafir'. Namun kata Allah , orang yang saling mencintai dengan mereka bukanlah orang Islam.


Allah mengajarkan Tauhid, Tapi Pancasila mengajarkan kekafiran


Allah subhanahu wata'ala juga berfirman :

'Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian jadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai teman setia yang kalian menjalin kasih sayang dengan mereka'.(Qs. Al-Mumtahanah : 1)

Dia subhanahu wata'ala berfirman tentang siapa musuh kita itu :

'sesungguhnya orang-orang kafir adalah musuh yang nyata bagi kalian'.(Qs. An-Nisa? : 101)


Renungi ayat-ayat itu dan amati butir Pancasila di atas.

Yang satu ke timur dan yang satu lagi ke barat, Sungguh sangat jauh antara timur dan barat

Allah subhanahu wata'ala berfirman tentang ajaran Tauhid yang diserukan para Rasul :

'serta tampak antara kami dengan kalian permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja'.(Qs. Al-Mumtahanah : 4)


Tapi dalam Thaghut Pancasila : 'Tidak ada permusuhan dan kebencian, tapi harus toleran dan tenggang rasa'.


Apakah ini Tauhid atau Syirik ???


Ya, Tauhid... tapi bukan Tauhidullah, namun Tauhid (Penyatuan) kaum musyrikin atau Tauhiduth Thawaaghit.


Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam telah mengabarkan bahwa : 'Ikatan iman yang paling kokoh adalah cinta karena Allah dan Benci karena Allah"

Namun kalau kamu iman kepada Pancasila, maka cintailah orang karena dasar ini dan bencilah dia karenanya. Kalau demikian berarti adalah orang beriman, tapi bukan kepada Allah, namun beriman kepada Thaghut Pancasila. Inilah yang dimaksud dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang Esa itu bukanlah Allah dalam agama Pancasila ini, tapi itulah garuda Pancasila.



Enyahlah Tuhan yang seperti itu...

Dan enyahlah para pemujanya....



Dalam sila III butir I : 'Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan'.


Inilah yang dinamakan dien (agama) Nasionalisme yang merupakan ajaran syirik. Dalam butir di atas, kepentingan Nasional harus lebih di dahulukan siatas kepentingan golongan (baca : agama).


ApabilaTauhid atau ajaran Islam bertentangan dengan kepentingan syirik atau kufur negara, maka Tauhid harus mengalah.


Sedangkan Allah subhanahu wata'ala berfirman :

'Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya'. (Qs.Al- Hujurat:1)


Oleh sebab itu, karena Nasionalisme adalah segalanya maka hukum-hukum yang dibuat dan diterapkan adalah yang disetujui oleh orang-orang kafir asli dan kafir murtad, karena hukum Allah sangat-sangat menghancurkan tatanan Nasionalisme, ini kata Musyrikun Pancasila.


Sebenarnya kalau dijabarkan setiap butir dari Pancasila itu dan ditimbang dengan Tauhid, tentulah membutuhkan waktu dan lembaran yang banyak. Namun disini kita mengisyaratkan sebagiannya saja.


Kekafiran, kemusyrikan dan kezindikan Pancasila adalah banyak sekali. Sekiranya uraian di atas cukuplah sebagai hujjah bagi pembangkang dan sebagai cahaya bagi yang mengharapkan hidayah.


Setelah mengetahui kekafiran Pancasila ini, apakah mungkin orang muslim masih mau melagukan : 'Garuda Pancasila, akulah pendukungmu...'.


Tidak ada yang melantunkannya kecuali orang kafir mulhid atau orang jahil yang sesat yang tidak tahu hakikat Pancasila.


Sedangkan di dalam UUD 1945 Bab II pasal 3 ayat (1) : 'MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar'.


Sudah kita ketahui bahwa hak menentukan hukum / aturan / undang-undang adalah hak khusus Allah subhanahu wata'ala. Dan bila itu dipalingkan kepada selain Allah maka itu adalah syirik akbar. Allah subhanahu wata?ala berfirman :


'Dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu bagi-Nya dalam menetapkan hukum'. (Qs. Al-Kahfi : 26)


Allah subhanahu wata'ala berfirman :

'Hak hukum (putusan) hanyalah milik Allah'. (Qs. Yusuf : 40)


Tasyri' (pembuatan hukum) adalah hak khusus Allah subhanahu wata'ala, ini artinya MPR adalah arbab (Tuhan-Tuhan) selain Allah, dan orang-orang yang duduk sebagai anggota MPR adalah orang-orang yang mengaku sebagai Rabb (Tuhan), sedangkan orang-orang yang memilihnya adalah orang-orang yang mengangkat ilah yang mereka ibadahi. Sehingga ucapan setiap anggota MPR : 'Saya adalah anggota MPR', artinya adalah Saya adalah Tuhan.


UUD 1945 Bab VII pasal 20 ayat (1) : 'Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang'.


Padahal dalam Tauhid, yang memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang / hukum / aturan tak lain hanyalah Allah subhanahu wata'ala.


Dalam pasal 21 ayat (1) : 'Anggota DPR berhak memajukan usul Rancangan Undang-Undang'.


UUD 1945 Bab III pasal 5 ayat (1) : 'Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat'.


Bahkan kekafiran itu tidak terbatas pada pelimpahan wewenang hukum kepada para Thaghut itu, tapi itu semua diikat dengan hukum yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Rakyat lewat lembaga MPR-nya boleh berbuat tapi harus sesuai UUD 1945, sebagaimana dalam Bab I pasal 1 ayat (2) : 'Kedaulatan berada di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar'.


Begitu juga Presiden, sebagaimana dalam Bab III pasal 4 ayuat (1) UUD 1945 : 'Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar'.


Bukan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, tapi menurut Undang-Undang Dasar.


Apakah ini islam ataukah kekafiran ???


Bahkan bila ada perselisihan kewenangan antar lembaga pemerintahan, maka putusan final dikembalikan kepada Mahkamah Thaghut yang mereka namakan Mahkamah Konstitusi, sebagaimana dalam Bab IX pasal 24C ayat (1) : 'Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum'.


Padahal dalam ajaran Tauhid, semua harus dikembalikan kepada dan Rasul-Nya, sebagaimana firman-Nya :


"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar‑benar beriman kepada dan hari kemudian". (Qs. An‑Nisa' : 59)

Al imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata : '(firman Allah) ini menunjukkan bahwa orang yang tidak merujuk hukum dalam kasus persengketaannya kepada Al-Kitab dan As-Sunnah serta tidak kembali kepada keduanya dalam hal itu, maka dia bukan orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir'. [Tafsir Al-Qur'an Al-Adhim : II / 346].


Ini adalah tempat untuk mencari keadilan dalam Islam, tapi dalam ajaran Thaghut RI, keadilan ada pada hukum yang mereka buat sendiri.


Undang-Undang Dasar 1945 Thaghut memberikan jaminan kemerdekaan penduduk untuk meyakini ajaran apa saja, sehingga pintu-pintu kekafiran, kemusyrikan dan kemurtadan terbuka lebar dengan jaminan UUD. Orang murtad masuk ke agama lain adalah hak kemerdekaannya dan tidak ada sanksi hukum atasnya. Padahal dalam ajaran Allah subhanahu wata'ala, orang murtad punya dua pilihan, kembali ke Islam atau dihukum mati, sebagaimana sabda Rasulullah :

'Barangsiapa mengganti agamanya maka bunuhlah ia'. (HR. Bukhari dan Muslim)

orang meminta-minta ke kuburan, membuat sesajen, tumbal, mengkultuskan seseorang, dan perbuatan syirik lainnya, dia mendapat jaminan UUD, sebagaimana dalam Bab XI pasal 29 ayat (2) : 'Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu'.


Mengeluarkan pendapat, pikiran dan sikap meskipun kekafiran adalah hak yang dilindungi Negara dengan dalih HAM, sebagaimana dalam Bab XA pasal 28E ayat (2) : 'Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya'.


Budaya syirik dan berhalanya mendapat jaminan penghormatan dengan landasan hukum Thaghut, sebagaimana dalam Bab yang sama pasal 28 I ayat (3) : 'Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban'.


UUD 1945 juga menyamakan antara orang muslim dengan orang kafir, sebagaimana di dalam Bab X pasal 27 ayat (1) : 'Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya'.


Padahal Allah subhanahu wata'ala telah membedakan antara orang kafir dengan orang muslim dalam ayat-ayat yang sangat banyak.


Allah Ta'ala berfirman :

'Tidaklah sama penghuni neraka dengan penghuni surga.' (Qs. Al-Hasyr : 20)


Allah subhanahu wata'ala berfirman seraya mengingkari kepada orang yang menyamakan antara dua kelompok dan membaurkan hukum-hukum mereka :


'Maka apakah Kami menjadikan orang-orang islam (sama) seperti orang-orang kafir. Mengapa kamu (berbuat demikian), bagaimanakah kamu mengambil keputusan?'.(Qs. Al-Qalam : 35 - 36)


Dia subhanahu wata'ala berfirman :

'Maka apakah orang yang mukmin (sama) seperti orang yang fasik? (tentu) tidaklah sama'. (Qs. As-Sajadah : 18)


Allah subanahu wata'ala menginginkan adanya garis pemisah yang syar'i antara para wali-Nya dengan musuh-musuh-Nya dalam hukum-hukum dunia dan akhirat. Namun orang-orang yang mengikuti syahwat dari kalangan budak Undang-Undang negeri ini ingin menyamakan antara mereka.


Siapakah yang lebih baik ???


Tentulah Aturan/Hukum Allah Yang Maha Kuasa yang lebih baik.



(KabarDuniaIslam/saifalirhaby.wordpress)

Garuda, Tuhan Agama Hindu


Garuda adalah raja para burung yang kadang bertindak sebagai pembawa pesan antara para dewa dan manusia. Garuda memiliki kepala, sayap, cakar dan paruh elang serta tubuh dan tangan manusia.

Vinata adalah Ibu Garuda dan ayahnya adalah Kaspaya, kakek pembuat hukum yang melakukan pertapaan di tepi sungai Lamhitya.

Ketika Garuda menetas dari telurnya, dia sangat kelaparan. Ibunya mengirim Garuda kepada ayahnya untuk meminta nasihat, kemudian Garuda dikirim ke sebuah tempat dimana ia dapat menemukan makanannya. Di tempat tersebut Garuda diperbolehkan memakan penduduk asli, dan Garuda dinasihati agar jangan memakan Brahmana, golongan dari pendeta dan rohaniwan, yang hidup bersama para penduduk.

Namun secara tidak sengaja Garuda memakan seorang Brahmana, yang kemudian nyangkut di tenggorokannya. Brahmana tersebut kemudian mengatakan bahwa ia akan menyerahkan hidupnya hanya jika Garuda melepaskan semua saudaranya. Mengetahui hal ini dan khawatir seorang Brahmana terbunuh, Kaspaya memerintahkan Garuda untuk memuntahkan kembali semua penduduk asli yang dimakannya bersama Brahmana tersebut.

Masih merasa lapar, ayah Garuda kemudian mengirim Garuda ke samudera di mana seekor gajah dan kura-kura raksasa sedang berkelahi. Garuda menyambar mereka dan membawa keduanya ke angkasa. Ketika Garuda bertengger di sebuah dahan pohon, dahan itu patah dan Garuda khawatir patahan dahan tersebut membunuh sapi-sapi suci dan kaum Brahmana, jadi ia berusaha menangkap patahan dahan tersebut.

Melihat hal tersebut, Wishnu, dewa Hindu bertangan empat, bertanya apa yang dilakukan Garuda. Garuda menjawab bahwa tidak ada pohon atau gunung yang mampu mendukung bobot tubuhnya, Wishnu kemudian menawarkan lengannya untuk jadi tenggeran Garuda.

Meskipun setelah makan, Garuda tetap merasa kelaparan sehingga Wishnu menawarkan lengannya. Ketika Garuda memakannya, lengan Wishnu tidak menunjukkan luka sedikitpun. Karenanya Garuda menundukkan kepala kepada Wishnu menyadari sifat ketuhanan Wishnu dan kawan heroik sepanjang masa. Dalam banyak syair kepahlawanan India, Garuda digambarkan membawa dewa Wishnu.

Pada suatu waktu saat ibu Garuda ditawan Kadru, ibu bangsa ular, Garuda berusaha membebaskannya. Sebagai tebusan, para ular meminta secangkir Amerta, minuman para Dewa yang dihasilkan dari mengaduk-aduk samudra yang berada di tangan para dewa. Garuda kemudian mencuri tirta Amerta (air keabadian) dari para dewa agar dapat membebaskan ibunya. Ketika akan minum air tersebut, dewa Indra, dewa cuaca dan raja khayangan, merebut cangkir yang menampung tirta Amerta. Meskipun demikian beberapa tetes tirta Amerta terjatuh yang kemudian dijilat oleh para ular, hal itu menjadikan mereka abadi dan lidah mereka bercabang. Dalam versi lain, Garuda menumpahkan tirta Amerta sebanyak empat kali di empat tempat yang berbeda di mana festival Kumb Mela, atau pertemuan kendi air, sekarang diadakan. Perjalanan Garuda ini memakan waktu 12 hari, setara dengan 12 tahun bagi manusia, yang mana ritual mandi di empat sungai suci diadakan.


Sumber : http://www.sanatansociety.org/hindu_gods_and_goddesses/garuda.htm


*********************

Bagaimana wahai kaum muslimin..? masihkah kalian membangga-banggakan garuda? mengeluk-elukan garuda? masihkah kalian melagukan Garuda akulah pendukungmu? garuda di dadaku? TIDAK KAH KALIAN TAKUT PEDIHNYA NERAKA DAN KEKAL DIDALAMNYA karena Sesembahan ini....??? atau kalian sudah tak mempunyai akal lagi hingga lebih rendah dari binatang ternak..???

UR CHOICE...!!!


KETERANGAN GAMBAR : Dewa Garuda.

"Inilah Aqidah Kami" Bagian : 5



VIII. Al Kufr

Kami berlepas diri di hadapan Allah dari kesesatan Murji’ah Gaya Baru dan Jahmiyyah Masa Kini yang tidak memandang kekafiran itu kecuali pada juhud (pengingkaran) dan Takdzib Qalbiy (pendustaan hati) saja, sehingga dengan hal itu mereka memperenteng dan mempermudah kekafiran, dan mereka membuat penambalan bagi orang-orang kafir yang bejat, serta mereka menegakan syubhat-syubhat yang bathil yang melegalkan kekafiran dan undang-undang thaghut.

Dan kami meyakini bahwa ucapan mereka (bahwa seseorang tidak kafir kecuali dengan juhud qalbiy) adalah ucapan yang bid’ah, karena juhud itu sebagaimana yang diterangkan oleh para ulama kita yang muhaqqiqin adalah terbukti dengan amalan dan ucapan, yaitu dengan jawarih sebagaimana ia terbukti dengan hati, sedangkan tashdiq (pembenaran) adalah seperti itu juga.

Kekafiran itu bermacam-macam, di antaranya ada kufur juhud (kekafiran karena pengingkaran), ada kekafiran karena kebodohan, dan di antaranya ada kufur i’radl (kekafiran karena keberpalingan)

Dan pembatal-pembatal keIslaman adalah banyak, sedangan keterjatuhan orang pada kekafiran adalah lebih cepat dari masuknya ke dalam Islam.

Sebagaimana sesungguhnya iman itu bagi kami adalah keyakinan dan ucapan serta amalan, maka begitu juga kekafiran bisa terjadi dengan keyakinan, dan terjadi juga dengan ucapan, serta terjadi juga dengan amalan.

Dan di antara kekafiran dan kedzaliman serta kefasikkan-kefasikkan ada yang merupakan suatu yang akbar (besar), dan ada yang ashghar (kecil), dan pernyataan (“bahwa kufur amali secara mutlak adalah kufur ashghar dan bahwa kekeliruan yang bersifat keyakinan secara mutlak adalah kufur akbar”) adalah pernyataan yang bid’ah akan tetapi kufur amali itu ada yang ashghar dan ada yang akbar, dan begitu juga kekeliruan atau penyimpangan dalam keyakinan ada yang merupakan kufur akbar dan ada yang di bawah itu.

Di antara amal jawarih ada yang telah Allah ta’ala kabarkan bahwa itu kufur akbar, dan Dia tidak mensyaratkan untuk itu penyertaan keyakinan atau juhud atau istihlal (penghalalan) padanya, seperti membuat hukum disamping Allah apa yang tidak Allah izinkan dan seperti sujud kepada matahari dan berhala, atau menghina Allah atau agama atau para nabi atau menampakan perolok-olokan atau pelecehan terhadap sesuatu dari dien ini.

Dan di antaranya ada yang tergolong maksiat yang tidak mengkafirkan, yang tidak mengeluarkan pelakunya dari linngkaran Islam kecuali bila ia menghalalkannya, seperti; zina, minum khamr, mencuri, dan yang lainnya.

Dan kami tidak mengatakan (“Tidak berbahaya dosa apapun bersama keimanan”), akan tetapi di antara dosa ada yang mengurangi iman dan ada yang mengugurkannya, dan kami berlepas diri dari pendapat-pendapat Murji’ah yang menghantarkan pada pendustaan terhadap ayat-ayat ancaman dan hadits-haditsnya yang datang berkenaan dengan status ahli maksiat dari umat ini atau tentang status orang-orang kafir, musyrikin, murtaddin.

Dan kami meyakini bahwa mitsaq (perjanjian) yang telah Allah ambil dari Adam dan keturunannya adalah hak, dan bahwa Dia Subhanahu Wa Ta’alatelah menciptakan hamba-hambaNya dalam keadaan hanif (bertauhid), kemudian syaitan jin dan syaitan manusia memalingkan mereka dari agamanya dan mensyari’atkan bagi mereka apa yang tidak Allah izinkan, dan bahwa anak yang terlahir adalah dilahirkan di atas fithrah kemudian kedua orang tuanya menjadikan dia Yahudi atau Nashrani atau Majusi atau Musyrik. Oleh sebab itu kami meyakini bahwa setiap orang yang tidak menganut Dienul Islam maka dia kafir, baik risalah sudah sampai kepada dia atau belum, dan barangsiapa yang telah sampai risalah kepadanya maka dia kafir mu’anid(kafir yang membangkang) atau kafir mu’ridl (kafir yang berpaling), dan barangsiapa yang belum sampai padanya risalah maka dia kafir jahil, maka kekafiran itu memiliki banyak tingkatan sebagaimana iman memiliki banyak tingkatan, namun demikian Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak mencukupkan dengan hujjah mitsaq dan fithrah terhadap hamba-hambaNya, maka Dia mengutus kepada mereka para rasul yang mengingatkan mereka akan mitsaq yang telah Allah ambil atas mereka, dan Dia menurunkan terhadap mereka kitab-kitabNya serta Dia menjadikan yang terakhir (Al Qur’anul Karim) adalah kitabNya yang menguji atas kitab-kitab itu, yang tidak ada kebathilan dari depannya dan dari belakangnya, dan Dia melindunginya daripada perubahan serta menjadikannya hujjah yang jelas lagi kuat yang tegak terhadap orang yang sampai padanya. Dia Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan Al Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai (Al Qur’an) kepadanya” (Al An’am: 19)

Maka dienullah di bumi dan di langit adalah satu yaitu Dienul Islam. AllahSubhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya agama yang diridhai disisi Allah hanyalah Islam” (Ali Imran: 19)

Dan firmanNya ta’ala:

“Dan telah Kuridhai Islam menjadi agamamu” (Al Maidah: 3)

Maka kami menganut Al Islam dan berlepas diri dari setiap yang menyelisihinya, dan kami kafir terhadap segala yang menggugurkan dan menentangnya; berupa ideologi-ideologi kafir dan ajaran-ajaran yang bathil serta paham-paham yang rusak, dan di antara hal itu adalah kebid’ahan zaman sekarang yang kafir (DEMOKRASI). Barangsiapa mengikuti ini dan mencarinya sebagai pegangan maka dia telah mencari agama selain agama Islam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima agama itu daripadanya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi” (Ali Imran: 85)

Oleh sebab itu kami mengkafirkan orang yang membuat hukum di samping Allah sesuai ajaran Demokrasi (hukum rakyat untuk rakyat) sebagaimana kami mengkafirkan orang yang memilih atau mewakilkan atau mengangkat pembuat hukum sebagian wakilnya, karena dia telah mencari pemutus hukum, rabb (tuhan pengatur) dan musyarri’ (pembuat hukum) selain Allah. DiaSubhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan yang mensyari’atkan bagi mereka dari ajaran ini apa yang tidak Allah izinkan” (Asy Syura: 21)

Dan firmanNya ta’ala:

“Mereka menjadikan orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah” (At Taubah: 31)

Namun demikian kami tidak mengkafirkan seluruh manusia yang ikut pemilu, karena tidak semua mencari pembuat hukum dalam keikut sertaan mereka di dalamnya, akan tetapi di antara mereka (para pencoblos) ada orang yang bermaksud memilih wakil-wakil untuk pelayanan-pelayanan yang bersifat kepentingan dunia mereka dan penghidupan mereka, dan ini adalah hal yang umum.

Dan berbeda di dalamnya tujuan-tujuan para pemilih yang tidak secara langsung membuat hukum seperti para wakil rakyat, dan oleh sebab itu kami tidak tergesa-gesa mengkafirkan seluruh individu-individu mereka (para pencoblos), sebagaimana kami mengkafirkan individu-individu wakil rakyat yang secara langsung jatuh ke dalam kekafiran yang nyata seperti membuat hukum, dan lain-lain.

Dan kami katakan, Sesungguhnya ikut serta dalam pemilihan Dewan Legislatif adalah perbuatan kekafiran…! dan kami tidak mengkafirkan seluruh para pemilih, tetapi kami membedakan antara keterjatuhan orang pada perbuatan yang mengkafirkan dengan penerapan vonis kafir padanya yang mana mesti di dalamnya penegakan hujjah bila masalahnya samar dan kondisi masih kabur serta kemungkinan tidak adanya maksud dalam masalah seperti ini[12].

Dan kami tidak memutlakkan ungkapan: (“Dan kami tidak mengkafirkan seorangpun dari ahli kiblat dengan sebab dosa”) akan tetapi kami membatasinya dengan tambahan (“yang tidak mengkafirkan selagi ia tidak menghalalkannya”), maka kami tidak mengkafirkan dengan sekedar maksiat dan dosa.

Dan kami menamakan ahli kiblat sebagai kaum muslimin, mukminin, dan hukum asal pada mereka bagi kami adalah ISLAM selagi seorang di antara mereka tidak mendatangkan suatu pembatal keIslaman dan tidak ada penghalang untuk mengkafirkannya.

Dan kami tidak mengatakan kekekalan pada para pelaku dosa besar dari umat Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam neraka apabila mereka mati dalam keadaan bertauhid, termasuk seandainya mereka belum taubat dari dosa-dosanya itu. Berbeda dengan pendapat Khawarij dan yang mengikuti mereka dari kalangan yang ghuluw dalam takfir, akan tetapi kami mengatakan: Mereka itu kembali pada kehendak Allah dan putusanNya, bila Dia Subhanahu Wa Ta’ala menghendaki maka Dia mengampuni dan memaafkan mereka dengan karuniaNya, sebagaimana Allah sebutkan:

“Dan dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang dikehendakiNya” (An Nisa: 48)]

Dan apabila Dia menghendaki maka Dia mengadzab mereka dengan keadilan-Nya, kemudian mereka dikeluarkan dari neraka dengan rahmatNya dan dengan syafa’at Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam yang disimpan bagi umatnya, atau dengan syafa’at makhluk yang Allah ridhai syafa’atnya dari kalangan yang taat kepadaNya.

Kami adalah pertengahan antara Khawarij dan Murji’ah dalam bab janji dan ancaman, dan janji serta ancaman Allah adalah hak seluruhnya, dan Ukhuwah Imaniyyah (persaudaraan atas dasar keimanan) itu tetap ada bagi seluruh ahi kiblat walaupun berbuat maksiat dan dosa besar, sebagaimana Allah tegaskan dalam kitabNya, Dia ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara mereka kedua saudaramu (yang berselisih)” (Al Hujurat: 10)

Dan firmannya ta’ala:

“Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah ia mengikutinya dengan baik” (Al Baqarah: 178)

Maka kami tidak mencabut keIslaman secara total dari orang fasik sebagaimana dikatakan Khawarij, dan kami tidak mengkekalkan dalam neraka sebagaimana dikatakan Mu’tazilah, dan kami tidak menafikan muthlaqul iman(kadar minimal iman) darinya serta tidak mensifatinya dengan al iman al muthlaq (iman yang sempurna), akan tetapi kami mengatakan: Dia adalah mukmin yang kurang imannya atau mukmin dengan keimanan yang fasik dengan dosa besarnya.

Dan kami mengharap bagi orang yang baik dari kalangan kaum mukminin, Allah mengampuni mereka dan memasukan mereka ke dalam Jannah dengan rahmatNya. Dan kami tidak menjamin mereka aman (dari siksa), dan kami tidak memastikan surga atau neraka bagi seseorang dari mereka kecuali orang yang telah dipersaksikan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan beliau kabarkan hal itu tentangnya, dan kami memintakan ampunan untuk orang yang berbuat buruk di antara mereka, kami meng-khawatirkannya dan tidak membuat mereka putus asa, karena merasa aman (dari azab) dan sikap putus asa adalah mengeluarkan dari Millah Islam dan jalan orang-orang yang benar di antara keduanya ~semoga Allah menjadikan kami bagian dari mereka~.

Dan kami menyayangi kaum muslimin yang awam dari kalangan ahli kiblat dan kami tidak membebani mereka di atas kemampuannya, maka kami tidak mensyaratkan untuk menghukumi keIslaman mereka, mereka mengetahui pembatal-pembatal keIslaman atau menghapal atau menyebutkan syarat laa ilaaha illallaah, akan tetapi mereka dihukumi Muslim dengan perealisasian inti tauhid dan menjauhi syirik dan tandid (menjadikan suatu tandingan bagi Allah) ~selama mereka tidak melakukan satu pembatalpun~ dan kami memperhatikan syarat-syarat takfir dan mawani’’nya, sebagaimana kami melihat dengan mata pertimbangan pada realita ketertindasan yang mereka hidup di dalamnya di saat tidak adanya kekuasaan Islam, hukumnya, dan negaranya, serta apa yang muncul berupa kejahilan dan apa yang merebak berupa syubhat karena ilmu dan lenyapnya ulama-ulama Rabbani.

Dan atas dasar ini maka kami tidak berlepas diri dari ahli maksiat yang masih beriman seperti keberlepasan diri kami dari orang-orang kafir, orang-orang musyrik, dan orang-orang murtad, akan tetapi ahli maksiat yang beriman itu berada di dalam lingkaran loyalitas keimanan. Kami tidak mengeluarkan mereka darinya selagi masih muslim, dan kami hanya berlepas diri daripada maksiat-maksiat dan kefasikan mereka, dan kami tidak memperlakukan mereka seperti memperlakukan terhadap orang kafir. Dan kami tidak mengkafirkan setiap orang yang bekerja di dinas pemerintahan kafir dari kalangan mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang ghuluw dalam takfir, akan tetapi kami hanya mengkafirkan orang yang dalam pekerjaannya itu terdapat sesuatu daripada kekafiran atau kemusyrikan seperti ikut serta dalam pembuatan hukum kafir atau dalam melaksanakan hukum thaghut atau tawalliy kepada orang-orang musyrik/kafir, atau membantu mereka atas orang-orang yang bertauhid.

Dan kami melakukan rincian dalam status bekerja pada orang-orang kafir, kami tidak menyatakan bahwa ia adalah kekafiran seluruhnya atau haram seluruhnya, akan tetapi di antara hal itu ada yang merupakan kekafiran, ada yang haram, dan ada pula yang tidak seperti itu, dan masing-masing pekerjaan tergantung keadaannya.

Dan kami tidak memvonis dalam hukum-hukum dunia kecuali berdasarkan dhahir yang mana kita tidak berhak menghukumi kecuali dengannya, dan Allah adalah yang menangani urusan bathin dan memberikan perhitungan terhadapnya, maka kita tidak punya hak untuk mengorek hati manusia dan bathin mereka, dan kami sebagaimana para ulama yang lurus menjaga diri dalam mengkafirkan ahlut takwil, terutama bila perselisihan itu bersifat lafdziy(lafadh) atau dalam masalah-masalah keilmuan yang mana orang yang menyelisihi di dalamnya di udzur karena kebodohan.

Dan bukan termasuk manhaj kami tergesa-gesa dengan membangun konsekwensi-konsekwensinya tanpa terlebih dahulu mencari kejelasan (karena menumpahkan darah orang yang shalat lagi bertauhid adalah bahaya yang besar, sedangkan kekeliruan dalam meninggalkan 1000 orang kafir adalah lebih ringan daripada kekeliruan dalam menumpahkan sedikit saja dari darah seorang muslim)[13]

Dan kami membedakan dalam bab-bab takfir antara kufur nau’ atau amal mukaffir (amalan yang mengkafirkan) dengan kufur mu’ayyan (kekafiran orang tertentu), dan bahwa kadang muncul dari seseorang sesuatu dari kekafiran, namun vonis dan status kafir itu tidak melekat padanya bila ada syarat yang tidak terpenuhi atau adanya salah satu penghalang-penghalang kekafiran, dan kami meyakini bahwa orang yang masuk Islam secara meyakinkan maka sesungguhnya ia tidak dikeluarkan darinya dengan keraguan atau praduga, karena suatu yang telah tetap secara meyakinkan tidaklah hilang dengan keraguan.

Dan bid’ah itu tidaklah seluruhnya satu tingkat, akan tetapi di antaranya ada yang termasuk bid’ah mukaffirah yang di antaranya adalah bid’ah (Demokrasi) dan mengikuti serta mencari selain Allah sebagai pembuat hukum, dari kalangan arbaab yang beraneka ragam, dan di antara bid’ah itu ada yang di bawah itu dimana ia tidak sampai kepada kekafiran.

Dan kami meyakini bahwa kaidah (“barangsiapa tidak mengkafirkan orang kafir maka dia kafir”) hanyalah digunakan oleh para imam kita untuk membuat orang takut dan jera dari sebagian macam-macam kekafiran, dan mereka tidak menggunakan di dalamnya tasalsul (penetapan hukum yang sambung-menyambung) yang bid’ah yang diada-adakan oleh orang-orang yang ghuluw dalam takfir. Dan bahwa kaidah itu tidaklah digunakan secara mutlak, akan tetapi berkenaan dengan orang yang mendustakan atau menolak dengan sebab dia tidak mengkafirkan orang kafir suatu nash yang qath’iy dilalahnya lagi qath’iy keberadaannya. Adapun orang yang tidak mengkafirkan orang yang telah terbukti bagi kami pengkafirannya, akan tetapi dalam penerapan vonis kafir terhadap orang tertentu butuh kepada pengamatan dalam syarat-syarat dan penghalang-penghalang serta dalil-dalil syar’iy seperti para penguasa yang memutuskan dengan selain apa yang Allah turunkan beserta bala tentara mereka umpamanya, maka barangsiapa tawaquf dalam memberlakukan vonis kafir terhadap individu-individu mereka karena syubhat-syubhat yang bersifat nash padanya, maka orang ini tidak berlaku padanya kaidah tersebut, karena ia tidak mendustakan dan tidak menolak nash syar’iy, namun ia hanyalah tidak mampu untuk menyelaraskan antara dalil-dalil yang ada atau ia mendahulukan suatu dalil terhadap dalil lain, atau hal serupa itu yang kadang terjatuh di dalamnya orang yang memiliki keterbatasan dalam ilmu-ilmu alat dan ijtihad, maka ini tidak kafir bagi kami selagi penyelisihan dia dengan kami tentang lafadz dan nama, kecuali bila hal tu menghantarkan dia pada sikap masuk dalam ajaran orang-orang kafir atau membelanya atau menghantarkan dia pada sikap tawalliy terhadap mereka dan membantu mereka atas kaum muwahhidin.

Dan kami meyakini bahwa mengikuti mutasyabih (hal-hal yang samar) dan meninggalkan suatu yang muhkam (paten) adalah salah satu ciri ahlu bid’ah, dan bahwa jalan orang-orang yang kokoh dalam ilmu dari kalangan Ahlu Sunnah adalah mereka mengembalikan yang mutasyabih kepada yang muhkam.

Dan kami tidak mengkafirkan dengan ma-al (apa yang dihantarkan oleh suatu pendapat) atau dengan lazimul qaul (kelaziman suatu pendapat) karena kelaziman suatu pendapat bagi kami bukanlah pendapat itu, sebagaimana kami tidak mengkafirkan orang-orang yang menyelisihi kami dan orang yang aniaya terhadap kami dari kalangan Murji’ah masa kini dan ahli bid’ah lainnya yang mana bid’ah mereka itu tidak sampai kepada kekafiran selagi sikap ngawur mereka dan penyelisihan mereka terhadap kami bersifat lafdziy, seperti sekedar penyelisihan al iman atau al kufur dan definisi keduanya.

Dan kami tidak mengkafirkan mereka meskipun mereka mengada-ada atas nama kami, dan menyandarkan terhadap kami ucapan yang tidak pernah kami ucapkan atau menisbatkan kepada kami apa yang kami berlepas diri darinya, maka kami tidak maksiat kepada Allah dalam menyikapi mereka meskipun mereka maksiat kepada Allah dalam menyikapi kami, dan kami tdak mengkafirkan mereka karena paham Irja-nya bila itu tergolong jenis Irja fuqaha selagi penyelisihan mereka kepada kami bersifat lafdziy, maka kami tidak mengkafirkan mereka kecuali bila Irja mereka itu menghantarkan mereka kepada peninggalan tauhid dan fara’idl, atau menghantarakan kepada kekafiran dan kemusyrikan dan melegalkannya, atau kepada sikap tawalliy dan nushrah para thaghut atau membantu mereka atas kaum muwahhidin.

Dan kami membenci Jama’ah Irja yang telah meleburkan dien ini dan ikut serta atau melegalkan keikut sertaan dalam pemutusan dengan selain apa yang Allah turunkan, atau pembuatan hukum disamping Allah melalui jalur Demokrasi, atau penampakan nushrah bagi kaum murtaddin, dan kami berlepas diri dari jalannya dan kami menganggapnya sebagai jama’ah bid’ah dan kesesatan yang telah sesat dan menyesatkan dari jalan yang lurus, dan kami memandang bahwa para tokohnya termasuk para du’at di atas pintu-pintu Jahannam, namun demikian kami tidak mengkafirkan dari jama’ah-jama’ah ini kecuali orang yang melakukan kekafiran di antara mereka, atau membelanya, atau melegalkannya, atau membantu para pengusungnya terhadap para muwahhidin, dan kami tidak mengkafirkan mereka secara keseluruhan.

Dan kami menjaga bagi ulama-ulama kami yang berperan aktif hak-hak mereka, dan begitu juga para du’at kita yang berjihad, yang menyampaikan risalah-risalah Allah dan mereka takut kepada Allah serta mereka tidak takut kecuali kepada Allah. Kami senang dengan mencari ilmu syar’iy dan kami mencintai para pencarinya, serta kami membenci orang-orang yang mengedepankan akal, ahlu bid’ah, dan ahlu kalam yang mengedepankan akal terhadap naql (dalil syar’iy) atau mengedepankan maslahat-maslahat dan anggapan-anggapan bagus mereka terhadap nash-nash wahyu.

Dan kami membenci sekolahan-sekolahan milik thaghut, serta kami mengajak untuk menjauhinya, namun kami tidak mengkafirkan semua orang yang ikut serta di dalamnya baik belajar ataupun mengajar, kecuali ia terjun langsung dan ikut serta dalam kekafiran atau melegalkannya, atau mengajak kepadanya. Dan kami tidak melarang untuk mempelajari ilmu duniawi yang bermanfaat bila ia selamat dari hal-hal yang dilarang, dan kami tidak mengajak untuk meninggalkan sebab, serta kami mendorong untuk mendidik anak-anak di atas tauhid dan memberikan pemahaman kepada mereka tentang urusan dien dan dunia mereka, agar mereka menjadi bala tentara yang jujur dan anshar yang aktif membela Dienullah.

* * *

__________

[12] Dan kami telah merinci itu dalam risalah kami yang berjudul Ar Risalah Ats Tsalatsaniyyah tentang penghati-hatian dari kekeliruan takfir.

[13] Asal ungkapan yan berharga ini adalah dai kitab Asy Syifa karya Al Qadliy ‘Iyadl: 2/277, ia menukilnya dari para ulama muhaqqiqin, dan Al Ghazali memiliki ungkapan yang serupa.



BERSAMBUNG.............


Bagian 1 :
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=439403312819634
http://m.facebook.com/photo.php?fbid=439403312819634

Bagian 2 :
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=439875349439097
http://m.facebook.com/photo.php?fbid=439875349439097

Bagian 3 :
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=440366382723327
http://m.facebook.com/photo.php?fbid=440366382723327

Bagian 4 :
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=440820272677938
http://m.facebook.com/photo.php?fbid=440820272677938