Monday, August 6, 2012

Perselisihan Umat adalah Rahmat? Ini Hadits Palsu!


"Perselisihan umatku adalah rahmat."

Status Hadits:

Hadits ini maudhu' (hadits palsu).

Penjelasan hadits:

Para ulama hadits telah mencari sanad (mata rantai perawi) hadits ini ternyata tidak menemukan. Imam As-Subki berkata: Hadits ini tidak dikenal (sanadnya) oleh ulama hadits. Saya pribadi tidak menemukan hadits ini baik dengan sanad yang shahih, hasan atau dhaif. Dalam istilah ulama, apabila sebuah hadits tidak ada sanadnya, maka hadits itu disebut "laa ashla lahu" (tidak diketahui asalnya), sama dengan istilah "hadits palsu."

Memang ada hadits yang semakna di atas, yang dikeluarkan oleh Baihaqi dalam Al-Madkhal, Thabrani dan lainnya. Tapi hadits inipun bermasalah karena:

Pertama, dalam sanad (mata rantai perawi) hadits tersebut ada yang bernama Ishak Al-Mushili dan Amr ibn Bahar Al-Jahith, keduanya sangat lemah, Kedua, sanad hadits ini terputus.

Ketiga, dari sisi kajian matan (teks hadits) juga bermasalah. Menurut Ibnu Hazm dalam Al-Ihkaam fii Ushuulil-Ahkaam 5/64): “Ini merupakan statemen yang kacau, karena sekiranya perselisihan menjadi rahmat, maka kesepakatan menjadi kemurkaan. Seperti ini tidak mungkin diucapkan seorang muslim –lebih-lebih dari lisan Rasulullah SAW. Karena hanya ada dua alternatif: kesepakatan atau perselisihan, dan dampaknya pun ada dua: rahmat atau kemurkaan.

Terjadinya perselisihan pendapat merupakan hal yang kodrati, mungkin karena perbedaan materi, atau pola pikir yang digunakan, atau perbedaan persepsi, atau sudut pandang, atau teori yang digunakan dan sebagainya. Satu sisi dengan adanya perbedaan pendapat menjadi dinamika keilmuan, luasnya wacana dan sebagainya sehingga dapat melahirkan toleransi yang tinggi, namun di sisi lain justru mendatangkan malapetaka yang berkepanjangan. Terasa umat Islam tersekat-sekat menjadi berbagai aliran dan sekte. Dan anehnya setiap kelompok mengklaim kebenaran hanya ada pada golongannya sendiri, seakan tidak ada kebenaran pada orang lain.

Tepat seperti apa yang difirmankan Allah:



"Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)” (Qs. Al-Mu’minun 53)

Padahal Allah SWT telah mengutuk perselisihan, dampaknya sangat fatal sebagaimana yang difirmankan Allah:



"Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (Qs. Al-Anfal: 46)

Itulah sebabnya, agar umat tidak terpuruk dalam perselisihan, Allah telah memberi solusi cerdas, yakni kembali kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul-Nya (hadits), sebagaimana firman-Nya:

"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah dia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (Qs. An-Nisa’ 59).

Sikap seperti inilah yang harus dijalani oleh setiap muslim, ia dituntut untuk sharing berbagai informasi, mendiskusikannya, memperbandingkan kemudian mengikuti pendapat yang diyakini paling dekat dengan tuntunan. Sebagaimana firman-Nya:

"Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal" Qs. Al-Zumar 18).

Dengan demikian perselisihan akan terhindar. Inilah jaminan Allah, sebagaimana firman-Nya:

“Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an? Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya” (Qs. Al-Nisa’ 82). Ayat ini tegas memberi isyarat bahwa perselisihan bukan dari sisi Allah. Maka bagaimana ada hadits yang justru memberi sinyal untuk beda pendapat, katanya merupakan rahmat?!

Referensi: Lebih lanjut silakan merujuk referensi berikut ini: Maqasid: 26, Tamyiz:9, kasyf:1/64, Asrar:84, 388, Tadrib Rawi: 370, Durar: 6, Tadzkirah Maudhu'at: 90. Dhaif jami' shaghir: 230.

::

Penulis: Dr. H. Zainuddin MZ, Lc. MA., Direktur Turats Nabawi Center (Pusat Informasi dan Studi Hadits) Surabaya - Jawa Timur.

sumber: http://www.voa-islam.com/islamia/tsaqofah/2009/12/11/2038/perselisihan-umat-adalah-rahmat-ini-hadits-palsu/
```````````````````````````````````````````````````````

Perselisihan adalah Rahmat. Hadits Palsu?

Perselisihan Adalah Rahmat

اِخْتِلاَفُ أُمَّتِي رَحْمَةٌ

“Perselisihan umatku adalah rahmat”.

Perkataan ini dibawakan oleh Nashr Al-Maqdasi dlm Al-Hujjah & Al-Baihaqi dlm Ar-Risalatul Asy’ariyyah tanpa sanad.

Syaikh Al-Albani -rahimahullah- berkata dlm Adh-Dho’ifah no. 57, “Tidak ada asalnya (arab: laa ashla lahu), & para muhadditsin (ahli hadits) telah mengerahkan segenap upaya mereka utk menemukan sanadnya akan tetapi mereka tak menemukannya”.

Oleh karena itulah, Al-Munawy menukil dari Imam As-Subki bahwa beliau menyatakan, “(Ucapan ini) tak dikenal di kalangan para muhaaditsin, & saya tak menemukan untuknya sanad yang shahih, tak pula (sanad) yang lemah & tak pula (sanad) yang palsu”.

Adapun dari sisi matan (redaksi) hadits, maka Imam Ibnu Hazm setelah mengisyaratkan bahwa ucapan di atas bukanlah hadits Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, beliau menegaskan, “Ini adalah termasuk di antara ucapan yang paling rusak, karena jika seandainya perselisihan adalah rahmat maka tentunya persatuan adalah siksaan, & hal ini tentunya tak akan dikatakan oleh muslim manapun”.

Lihat: Adh-Dhaifah (57), Al-Asrar Al-Marfuah (506) & Tanzih Asy-Syariah (2/402)

sumber: www.al-atsariyyah.com
```````````````````````````````````````````````````````

Perselisihan diantara ummatku adalah rahmat?

Sering kita mendengar orang menyampaikan hadits :

إختلاف أمتي رحمة

Perselisihan dikalangan ummatku adalah rahmat.

Mari kita simak bagaimana penilaian para ulama tentang yang dianggap hadits ini :

Al Munawi menukil dari As Subki bahwa dia berkata : “Hadits ini tidak dikenal oleh para muhadits, dan saya belum mendapatkannya baik dalam sanad yang shohih, dho’if, atau maudlu’.

Syaikh Zakariya Al Anshori menyetujuinya dalam ta’liq atas Tafsir Al Baidlawi 2/92 Qaaf (masih dalam manuskrif).

Makna hadits ini pun diingkari oleh para ulama peneliti hadits. Al ‘Allamah Ibnu Hazm berkata dalam kitabnya Al Ihkam fi Ushulil Ahkam Juz 5/hal 64 setelah beliau mengisyaratkan bahwasanya “ucapan” itu bukan hadits : “Ini adalah ucapan rusak yang paling rusak. Karena jika perselisihan itu rahmat, tentu kesepakatan itu sesuatu yang dibenci dan tidak ada seorang muslim pun yang mengatakan demikian. Yang ada hanya kesepakatan atau perselisihan, rahmat atau dibenci. Di kesempatan lain beliau mengatakan : “batil dan dusta”. (Silsilah Ahadits Adh Dho’ifah juz 1, hadits no 57 hal 141)

Dalam kitab Zajrul Mutahawin bi Adz Dzoror Qo’idatil Ma’dzaroh wa Ta’awun hal 32, yang ditulis oleh Hamad bin Ibrohim Al Utsman dan kitab ini telah dimuroja’ah (diteliti ulang) oleh Asy Syeikh Al Allamah Sholeh bin Fauzan Al Fauzan. Disebutkan bahwa :“Hadits ini lemah secara sanad dan matan. Tidak diriwayatkan di dalam kitab-kitab hadits dengan lafadz ini.

Adapun yang masyhur adalah hadits “Perselisihan para shahabatku adalah rahmat”. Dan sebagian dari ulama ahli ushul menyebutkan hadits tersebut sebagaimana yang dilakukan Ibnul Hajib di dalam Mukhtashornya tentang ushul fiqih.

Berkata Abu Muhammad ibnu Hazm : “Adapun hadits yang telah disebutkan “Perselisihan umatku adalah rahmat” adalah kebatilan dan kedustaan yang bermuara dari orang yang fasik.” (Al Ahkam fi Ushulil Ahkam 5/61)
Al Qoshimy mengomentari (sanad dan matan) hadits ini, dalam kitab Mahasinut Ta’wil 4/928 : “Sebagian ahli tafsir menyebutkan bahwa hadits ini tidak dikenal keshohihan sanadnya. At Thobrony dan Al Baihaqy meriwayatkannya di dalam kitab Al Madkhol dengan sanad yang lemah dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’.

Adapun ‘ilat (kelemahan) hadits ini adalah :
1. Adanya perawi yang bernama Sulaiman bin Abi Karimah, Abu Hatim Ar Rozy melemahkannya.
2. Perawi yang bernama Juwaibir, dia seorang Matrukul Hadits (ditinggalkan haditsnya) sebagaimana yang dinyatakan Nasa’i, Daruquthny. Dia meriwayatkan dari Adh Dhohhak perkara-perkara yang palsu termasuk “hadits” ini.
3. Terputusnya (jalur riwayat) antara Adh Dhohhak dan Ibnu ‘Abbas.

Berkata sebagian ulama : “Hadits ini menyelisihi nash-nash ayat dan hadits, seperti firman Allah Ta’ala : “Dan mereka senantiasa berselisih kecuali orang yang yang dirahmati Robbmu” dan sabda Rasulullah “Janganlah kalian berselisih, maka akan berselisih hati-hati kalian” (Riwayat Ahmad, Abu Daud dan dikeluarkan di dalam Sunan Abu Daud oleh Asy Syeikh Al Albani) dan hadits-hadits yang lain banyak sekali.

Maka kesimpulannya bahwa kesepakatan (di atas kebenaran) itu lebih baik daripada perselisihan.

Nah jangan gunakan lagi hadits yang tak jelas ini, duit saja yang palsu tak suka, maka mengapa hadits palsu suka ? ^_^

sumber: http://abahnajibril.wordpress.com/2012/03/15/perselisihan-diantara-ummatku-adalah-rahmat/#more-2075

No comments:

Post a Comment