Terasa asing dan barangkali sangat mengagetkan bagi kita hari ini ketika seorang ayah menyuruh anak perempuannya untuk mencuci pedangnya, apalagi mencucinya bukan dari kotoran tanah atau debu melainkan mencuci dari bercak-bercak darah manusia yang menempel di pedang itu. Tetapi begitulah yang telah dilakukan oleh Nabi kita, junjunan dan teladan kita, Rasûlullâh Muhammad Shollallâhu alaihi wasallam.
Apa yang dilakukan oleh beliau bukanlah sesuatu yang dilewatkan begitu saja, akan tetapi ia mengandung hikmah dan pelajaran yang sangat berharga bagi kita sebagai ummatnya, terlebih saat kita sepakat bahwa beliau Shollallâhu alaihi wasallam kita jadikan sebagai teladan kita sepanjang masa sebagaimana yang banyak disebutkan oleh para da'i dan para muballigh diberbagai kesempatan dan tempat. Sebab teladan yang disebutkan dalam ayat 21 surah al-ahzab bukanlah hanya teladan dalam hal ibadah formal dan akhlaq saja, akan tetapi teladan dalam arti yang sangat luas meliputi seluruh macam aktifitas dalam semua aspek kehidupannya, termasuk jihad fii sabilillah karena ia juga merupakan ibadah kepada ALLÂH dan taqarrub kepada-Nya.
Perkataan yang disampaikan oleh beliau kepada putrinya, Fatimah Rodhiyallâhu anha yang juga diikuti oleh Ali bin abi thalib Rodhiyallâhu anh suaminya. perkataan itu disampaikan ketika keduanya kembali dari perang Uhud, perang yang sengit yang dilakukan kaum muslimin melawan orang-orang kafir quraiys tahun ke 3 Hijrah. Pada perang itulah 70 orang dari para shahabat yang mulia menemui syahadah, terbunuh dijalan ALLÂH, termasuk Hamzah bin abdul muthalib Rodhiyallâhu anh. Kaum muslimin sempat terdesak dan mendapatkan hantaman bertubi-tubi dari pasukan musyrikin setelah sebelumnya pada babak pertama pertempuran dikuasai pasukan muslimin. Rasûlullâh Shollallâhu alaihi wasallam pun tak luput dari gempuran musuh, hingga beliau harus mengalami penderitaan pada perang itu, beliau mendapatkan pukulan dibahu dan rahang yang tidak hilang rasa sakitnya kecuali setelah melewati lebih dari sebulan, sebagaimana beliau juga merasa pedihnya saat rantai beji penutup kepalanya lepas dan menancap di rahangnya. Saat itulah darah beliau yang suci mengalir dari lukanya dan mengucur kebumi. Orang-orang kafir semakin beringas saat muncul isu bahwa Muhammad Shollallâhu alaihi wasallam telah terbunuh, barisan mujahidin pun semakin porak poranda kecuali sebagian yang masih teguh melindungi Nabi Shollallâhu alaihi wasallam dan mempertahankan barisan dengan bertempur mati-matian.
Pada perang itu dengan tombak milik al-harits bin ash-shimah, beliau Shollallâhu alaihi wasallam berhasil melukai ubay bin khalaf salah seorang dari pasukan musyrikin, yang dengannya dia menjumpai kematiannya. Begitulah contoh bagaimana teladan kita memberikan teladan yang benar dalam menegakkan Dien yang suci ini.
Nah, Seusai perang uhud itulah perkataan kepada putrinya ini disampaikan. Ketika pasukan mujahidin kembali ke Madinah, Rasûlullâh Shollallâhu alaihi wasallam menjumpai putrinya yang tercinta Fathimah Rodhiyallâhu anha sambil menyerahkan pedangnya seraya bersabda, "Bersihkanlah pedang ini wahai putriku… Demi ALLaH, ia telah berlaku jujur kepadaku pada (perang) hari ini".
Ali bin thalib Rodhiyallâhu anh pun tak tertinggalkan, iapun menyerahkan pedangnya seraya berkata, "Ini juga, bersihkanlah pedang ini,.. Demi ALLÂH , ia telah berlaku jujur kepadaku pada (perang) hari ini".
Sungguh, inilah teladan dari junjunan kita dalam mendidik anak perempuannya. Bagi beliau Shollallâhu alaihi wasallam bukanlah suatu aib dan perkara yang tabu untuk memberikan pengajaran yang teramat berharga dalam kehidupan keluarganya. Begitu pula sikap seorang shahabat yang mulia seperti Ali bin abi thalib terhadap istrinya. Perang dan pedang dalam islam bukanlah perkara aneh dan tabu. Darah dan pengorbanan bukanlah pula sesuatu yang asing dalam memperjuangkan islam. Jikalau kita cermati dengan jujur, maka dalam peristiwa ini terdapat pelajaran yang teramat berharga. Betapa dunia perang dan pedang bukan dimonopili orang-orang kafir saja, akan tetapi milik islam dan kaum muslimin. Perihal perang dan pedang pula bukan menjadi bahasan dan milik kaum lelaki saja, akan tetapi ia juga lekat dengan para muslimah, bahkan pengajaran yang diberikan baginda yang mulia kepada anaknya sungguh memberi arti bahwa kaum muslimin tidak boleh jauh dari pedang, tak terkecuali kaum wanita. Dengan perintah beliau kepada Fathimah,beliau ingin memberikan peluang bagi putrinya untuk juga ikut andil dalam khidmat bagi tingginya kalimat ALLÂH walau hanya dengan mencucikan bekas-bekas darah yang menempel di pedang beliau. Dan kalaulah kaum hawa saja dilibatkan dalam hal pedang ini, maka tentunya bagi kaum lelaki akan lebih lg, bahkan kewajiban bagi kaum lelaki jauh lebih besar dari hanya sekedar mencuci bekas-bekas darah seperti yang dilakukan Fathimah Rodhiyallâhu anha.
Namun sangat memprihatinkan zaman ini, dimana kaum muslimin enggan untuk menyentuh persoalan jihad, perang, pedang, senjata, peluru dan yang sejenisnya. Padahal ia amat melekat dalam jiwa Rasulullah dan para shahabatnya panutan kita semua. Ia merupakan perkara yang jelas dan kongkret untuk upaya menegakkan ad-Dien. Ia berkaitan dengan kemuliaan Islam dan kehormatannya. Ia merupakan penjaga dan pengawal atas berlangsungnya da'wah islam dan tegaknya syari'at dimuka bumi. Sungguh umat islam akan dihinakan dan wibawa kaum muslimin akan sirna ketika ummat ini meninggalkan jihad. Perhatikanlah bagaimana syari'at ALLÂH tidak diterapkan dinegeri manapun hari ini…. bahkan hukum jahiliyah yang diterapkan untuk mengatur muslimin dalam perkara yang halal dan haram…. orang-orang kafir berkuasa di banyak Negara,.. Para penegak al-haq ditangkap dan dipenjarakan … Para penegak syari'at islam dimusuhi dan diperangi… Kehormatan agama dan pemeluknya dinodai di berbagai belahan dunia,…. lalu mengapa ummat ini tidak kembali kepada Dien yang sudah diajarkan oleh baginda yang mulia seperti dalam teladan diatas ?.
Tidakkah ummat ini mengetahui bahwa Nabi kita Shollallâhu alaihi wasallam bersabda :
بُعِثْتُ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"Aku diutus dengan pedang sehingga hanya Allah saja yang diibadahi dan tiada sekutu bagi-Nya; dijadikan rizkiku di bawah bayang-bayang tombak dan dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi siapa saja yang menyelisihi urusan (agama)ku. Barangsiapa menyerupai suatu kaum berarti ia termasuk golongan mereka." (HR.ahmad, 4868)
Dan tidakkah kita melihat bahwa sesungguhnya ALLÂH menciptakan besi yang mana pedang yang senjata semisalnya terbuat darinya adalah juga untuk menolong agama ALLÂH, sehingga ALLÂH mengetahui siapa yang menolong agama-Nya karena mempergunakan besi itu, dan siapa yang tidak menolong agama-Nya karena meninggalkan pemakaian besi itu, sebagaimana firman-Nya :
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ
"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa" (QS.57(alhadid) :25)
Dan sungguh,… Rasûlullâh Shollallâhu alaihi wasallam telah memberikan suri teladan bagaimana beliau memanfaatkan besi ini didalam rangka menegakkan Dien islam dan untuk memberi perhitungan kepada orang-orang yang menentang Al-Quran dan apa yang dibawanya dari Robbnya.
Wallâhu a'lam.
- Tafsir al-Quranul azhim, ; syekh ibnu katsir rahimahullah. (QS. 57:25).
- Arrohiiqul-makhtum; syekh Shofiyurrahman almubarakfuuri. (edisi Indonesia : Sirah Nabawiyah; pustaka al-kautsar- Jakarta).
- Siroh ibnu hisyam.
(KabarDuniIslam/
No comments:
Post a Comment