Monday, May 20, 2013

Pertempuran di Atas Gunung


Sepuluh bulan sebelum Operasi September (9/11), di Kota Kandahar, Alloh memberkahi kami dengan memberikan kami kesempatan untuk pergi ke garis depan untuk melawan tentara Ahmad Syah Mas’ud walaupun banyak mujahidin yang tetap berada di kamp-kamp pelatihan diseluruh negeri.

Perjalanan sangat berat dengan udara yang dingin, aku bersama lima mujahid lain dalam perjalanan ini. Sejak udara menjadi sangat dingin, orang-orang Afghan memilih untuk berlindung di dalam rumah.

Pada waktu itu Taliban mengalami dua pertempuran, di Utara melawan Ahmad Syah Mas’ud dan melawan Dustum di Timur Laut. Taliban mengalami kesulitan menguasai Hindukush, di wilayah inilah aku bertempur.

Perang ini merupakan kewajiban untuk memerangi orang korup yang membuat hukum. Karena hukum buatan manusia, orang-orang yang menyembah kubur, mencuri, dan melakukan tindak kriminal membuat kota dalam bahaya.

Di Kabul, keadaannya sangat aman, dan tenteram karena tegaknya Syari’ah. Taliban menguasai seluruh wilayah Aghabistan kecuali Bamiyan, (wilayah) benteng Syi’ah dan Binsyir.

Peperangan dengan Syi’ah cukup sulit karena mereka menggunakan kuda di pegunungan (yang) membuat kami sulit untuk mengejar mereka.

Alhamdulillah, Amirul Mu’minin (Mulloh Muhammad Umar) mengatakan kepada kami agar bertawakkal kepada Allah dan memusnahkan berhala dengan tank, bi’idznillah. Berhala-berhala besar ini dibangun di gunung.

Sayangnya, tank tidak menghancurkan seluruh berhala, lalu kaum muhajirin diperintah untuk melubangi berhala tersebut, meletakkan TNT dan menghancurkannya dengan izin Allah. Salah satu berhala yang meledak tertangkap kamera (dan disebar) di internet.

Setelah peledakkan, banyak ulama dari seluruh dunia berdatangan ke Afghanistan, seperti Yusuf Al Qordhowi, dan (ia) mengatakan bahwa hal ini (penghancuran berhala, ed) mengerikan, (lalu ia) menasehati kita (Mujahidin Taliban, ed) agar meninggalkan berhala ini sendirian.

Subhanalloh! Ulama ini datang karena ingin mempertahankan kesyirikan dengan dalih ‘melestarikan sejarah’. Dan (ia) tidak pernah datang ketika kami membutuhkan pertolongan untuk mengerahkan umat untuk mendukung saudara mereka Taliban yang melawan kezholiman (Amerika, ed).

Mulloh Umar, semoga Alloh menjaganya, (ksatria tauhid hari ini) mengatakan bahwa delegasi ulama tersebut tidak mengerti Diin ini (Islam) dan beliau menolak untuk mengabiskan waktu dengan mereka. Sebelumnya, kami kedatangan orang-orang Jepang, China dan India yang akan menyediakan uang dan listrik jika kami membatalkan penghancuran berhala tersebut, kami menolak penawaran mereka dan (tetap) menghancurkan berhala itu karena agama kami menetapkan kami untuk mengikuti millah ibrahim. Para thoghut Hindu yang hina berkata jika kami menghancurkan berhala tersebut, mereka akan melawan kami.

Subhanalloh! Kaum musyrikin ini ingin mengobarkan perang kepada kami demi sebongkah batu! Mulloh Umar tidak perduli dan berkata kepada mereka bahwa kita akan melawan demi yang memberi kehidupan (yakni Alloh Azza wa Jalla), Dzat yang tidak membutuhkan siapapun tetapi kepada-Nya lah semua (dzat dan makhluk) bergantung kepada-Nya.

Lalu ia memerintahkan untuk membantai 100 sapi untuk membuat orang Hindu marah, berkata bahwa kami percaya kepada Alloh dan tidak percaya kepada kesyirikan. Setelah peristiwa ini, hujan membasahi bumi Afghanistan, memberi rizki yang tidak ada sebelumnya. Seperti keberkahan karena mengenggam Tauhid dan Baroo (berlepas diri) terhadap kaum musyrikin beserta kesyirikannya.

Kami kembali ke pertempuran melawan pasukan Mas’ud, garis terdepan melawan murtaddin hanya (berjarak) 30 menit dari Kabul. Ada sebuah gunung bernama Sabir, tempat strategis untuk mengintai posisi musuh. Syaikh Usamah menasehati Taliban untuk menggunakan gunung ini karena penting dalam pertempuran, lalu mereka melakukannya.

Suatu hari, dalam pertempuran Taliban berstrategi mundur dari gunung ini. Lalu kami melihat musuh menuju ke sini. Kami hanya memiliki satu tank di puncak dengan meriam yang sudah lemah. Jadi kami arahkan ke sasaran, “Bismillah, Allohu akbar..!!!”, dan akhirnya kami menembak musuh. Mereka mengira bantuan kami datang lalu mereka mundur. Ini adalah kuasa Alloh padahal musuh datang dengan pasukan penuh menyisir gunung dengan senjata ringan maupun berat.

Aku dan sebagian besar mujahidin menetap di gunung ini melakukan ribath. Beberapa hari kemudian salju turun di kota Kabul. Ketika kami bangun, kami melihat kota putih yang sangat indah. Sangat dingin berada diatas gunung ini, namun, berkat rahmat Alloh kami (mampu) bertahan hingga beberapa minggu.

Kami memiliki berbagai jenis senjata yang siap siagat ketika ribath. Lokasi musuh kurang lebih satu kilometer dari tempat kami, pertempuran mereda karena turunnya salju. Kami tetap sabar dan menunggu. Akhirnya kami diperintahkan turun dan berjalan ke Karbagh, pasukan mujahid yang lain menggantikan kami untuk ribath.

Kota Karbagh memiliki banyak mujahidin, pasukan kedua berasal dari sini. Kami harus melewati Baghram, tidak ada jalur yang aman sejak Pasukan Soviet menanam ranjau disekitar sini, kami harus berhati-hati. Aku harus melewati jalur ini untuk menuju Karbagh. Aku ingat ketika saudara kami kehilangan kaki mereka ketika melintas disini. Satu dari saudara kami adalah Usamah Ash Shomali, orang Pakistan, ia seorang sniper. Yang kedua adalah Abu Usamah Asy Syaibah, ketika kehilangan kakinya, ia bertakbir dengan gembira (terlihat dari ekspresi wajahnya) ketika kehilangan kakinya fii sabilillah.

Tempat ini sangat berbahaya, aroma kematian semerbak disekelilingnya. Banyak terlihat mayat orang-orang badui (pedalaman) dengan ternaknya. Ketika kami melintas, kami melihat bangkai tank dan roket yang di kubur oleh Soviet, ini merupakan pemandangan yang luar biasa.

Ketika sudah dekat dengan kota tujuan, kami mendapat kabar bahwa di kamp ribath mujahidin yang bernama Markas Sa’id di Karbagh, dua saudara kami syahid karena kecelakaan. Yang pertama Hakim Al Maghribi, ia bertugas mengajarkan bagaimana menggunakan ranjau darat. Suatu hari, ketika sedang mempraktikkannya, ia tidak sengaja menggunakan detonator yang sedang aktif, ledakkan membunuhnya.

Yang kedua Abu Mush’ab Al Wash, ia memegang senapan penembak jitu (sniper) dan tidak sengaja menembak ke arah perutnya, ia pun terbunuh. Ketika kesyahidannya, ia tersenyum lebar. Setiap kami memiliki tamu, kami selalu memperlihatkan gambar indah kesyahidannya. Semoga Alloh mengampuni mereka.

Ketika kami tiba, lalu kami menuju Utara Afghanistan, dekat sungai Jayhun naik pesawat dari Kabul, daerah ini tertutup dari Uzbekistan. Pesawat ini merupakan ghonimah pada era Soviet, pintu belakang pesawat terbuka selama penerbangan. Ini merupakan pengalaman luar biasa sekaligus lucu. Akhirnya kami mendarat, seseorang menyambut kami dan membawa kami ke pangkalan di Kunduz. Jumlah kami lebih dari 100 orang. Setelah mandi dan makan siang, kami bergegas menuju garis depan. Lokasinya berada di Kawajaghar. Kira-kira 5 jam menggunakan mobil. Ini merupakan pertempuran lainnya dengan tentara Mas’ud. Kami berjalan melawati gunung dan melewati kota-kota kecil. Di tengah perjalanan, ada sekitar 10.000 kambing lewat, pemilik kambing ini menunggang kuda. Mengingatkan masa lalu ketika menggembala.

Kami pun tiba, lalu lanjut menuju sungai kecil. Musuh dapat melihat kami jika berada dekat sungai yang lebih besar, maka kami mendirikan kamp di sini. Kamp ini merupakan kamp bantuan. Perjalanan jauh membuat kami kotor, jadi kami (kemudian) berenang. Musuh melihat kami dan mulai menembakkan mortar. Ada tiga pangkalan di sekitar kami, masing-masing berjarak 200 meter. Terdapat banyak mata-mata disana yang dilengkapi dengan walki-talki (sehingga) membocorkan keberadaan kami. Alhamdulillah Taliban melihatnya dan berhasil menahan beberapa dari mereka.

Pertempuran sebenarnya terjadi di puncak bukit dekar air tejun. Taliban mundur, sementara muhajirin menggantikan tempat mereka. Ketika pertempuran dimulai, di kubu musuh memiliki: tiga tank, mortar besar serta senapan mesin 12.7 mm. Satu saudara kami syahid di awal petempuran. Taliban menyiapkan satu tank untuk kami, tank kami berada ditempat yang lebih tinggi dari tank musuh.

Suatu hari pada pertempuran, kami berhasil menghancurkan tank di dekat dungai. Keesokan harinya giliran tank kami yang hancur dengan satu orang syahid di dalamnya. Saudara kami ini yang mengancurkan tank pertama tadi.

Hari selanjutnya, saudara kami datang membawa truk yang dipasang rudal, ia menggunakannya untuk menghancurkan tank. Ia mencoba kembali namun gagal mengenai sasaran. Sementara itu kami terus bertukar posisi dengan kamp lain. Amir kami telah syahid, Abu Turob Al Pakistani. Abu Hasan As Sa’idi, --salah seorang yang muncul dalam film rilisan As Sahab—serta Syaikh Abu Umamah datang mengunjungi kami untuk memberikan bantuan.

Setelah subuh menjelang, musuh mulai menembaki kami dengan kekuatan penuh. Semua orang mengambil posisi masing-masing bersiap menghadapi musuh. Kami berhasil mempertahankan tempat ini dan memukul mundur musuh. Pertempuran ini tak lain pertempuran mortar dan rudal. Salah satu saudara kami, Abu Ali Al Pakistani, mengabulkan permintaan terakhir temannya Abdurrohman Al Pakistani.

Dalam wasiat yang ia tulis, ia ingin dikubur ditempat ia terbunuh. Salah satu pimpinan memerintahkan Abu Ali untuk menyalakan korek di dapur. Namun ketika dalam perjalanan, ia terbunuh oleh mortar. Dua saudara kami menghampiri, dan jasadnya hampir tidak dikenali. Keajaiban terjadi ketika kami ingin membawa jasadnya kembali ke kamp, namun segerombolan lebah menyengat mujahidin. Akhirnya kami sadar akan permintaan terakhirnya, ia menulis bahwa ia tidak mau kemana-mana ketika syahid, lalu kemudian ia dikubur ditempat yang sama persis ketika ia terbunuh syahid akibat lontaran mortar.

...

Sumber: Majalah Inspire 1 

FP :::Al-Malhamah Al-Kubra:::

No comments:

Post a Comment