Monday, May 20, 2013

Kuatnya keislaman tergantung bagaimana memahami kalimat LAAILAAHAILLALLAH


Oleh : Ustadz Abdul Hakim

Panjang memang, karena dari apa yang saya baca dari materi-materi syahadat ini, perlu untuk disampaikan tentang betapa besar pengaruh sahadat. Sehingga dengan memberikan gambaran yang cukup jelas, taulah kita betapa pentingnya kalimat tauhid. Dan kalimat Laailaahaillallah, yang dengan kalimat itulah Rasulullah menjayakan Islam. Sebagaimana Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa “ Kuatnya keislaman seseorang tergantung sungguh kuat akidahnya, dan kuatnya akidah seseorang tergantung sungguh bagaimana seseorang memahami kalimat tauhid LAAILAHAAILLALLAH”.

Maknanya kalimat tauhid inilah yang membuat akidah seseorang itu kuat, yaitu satu persaksian kalimat ASHADUALLAILAAHAILLALLAH WA’ASHADUANNA MUHAMMADARRASULULLAH, yang hari ini ma’af-ma’af, kalimat ini hanya sebatas sebuah untaian-untaian dzikir yang tanpa mempunyai pengaruh yang membekas. Sementara dari dua penjelasan yang lalu, saya sengaja menjelaskan pengaruh dari kalimat syahadat, pengaruh kalimat tauhid. Betapa bedanya Laailaahaillallah ketika di zaman awal nabi dan para sahabat, dengan Laailaahaillallah yang diucapkan oleh orang-orang pada hari ini. Sehingga karena kalimat tauhid itu manusia terbagi menjadi dua, masyarakat, umat akan terbagi dua, dan dengan kalimat tauhid itu jelas kufur dan iman.

Dengan kalimat Laailaahaillallah itu akan mencabik-cabik hubungan, hubungan darah bisa terputus kalau Laailahaillallahnya tidak sama, kalau akidahnya beda. Karena Islam ini dibangun bukan berdasar ikatan darah, tetapi dibangun diatas persamaan akidah, yang akidah itu berdiri di atas kalimat Laailaahaillallah. Sehingga karenanya kita dapati, betapa banyak para sahabat yang bapak dan anak, ibu dan anak, suami dan istri, mereka pisah karena kalimat Laailaahaillallah. Dan kalimat inilah yang memisahkan hubungan. Sehingga yang ada hubungan kedekatan, keterikatan, kecintaan yang dibangun di atas kalimat Laailaahaillallah, yaitu diatas kecintaan karena Allah, hanya itu yang ada.

Luar biasa, coba kalau rajin-rajin kita buka sejarah, pasti kita akan mendapati itu. Bagaimana pengaruh kalimat Laailaahaillallah. Yang ada setelah kalimat Laailaahaillallah itu ditanamkan, hubungan yang dibangun, kecintaan yang tumbuh diatas kalimat tauhid, cinta karena Allah bukan karena darah. Maka ada satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, dimana Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda “ Dihari kiamat Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman “Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena kebesaranku, aku akan memberikan naungan pada hari ini, yang dimana pada hari ini tidak ada naungan selain dari pada naunganku”. (H.R.Muslim).

Dihari kiamat dimana manusia dikumpulkan di satu tempat yang bernama padang mahsyar,”ini menyangkut perkara yang ghaib, yang wajib kita percayai, adanya hari kebangkitan, ini rukun iman, wajib kita percaya”. Manusia dikumpulkan untuk dihisab, di satu padang, ketika itu digambarkan dalam hadits Qudsi, “ini kita harus yakin, karena ini adalah perkara yang ghaib, akal ini tidak bisa menjangkau, jauh diluar kepala”. Manusia dikumpulkan disatu padang, yang ketika itu, dari manusia pertama sampai manusia terakhir berada di tempat itu.

Di gambarkan matahari letaknya sangat dekat, sekarang ini letak matahari juta’an kilo jauhnya dari kita, sedikit panasnya kita sudah gerah. Digambarkan matahari letaknya sangat dekat, sampai-sampai semua manusia berkeringat. Ada yang keringatnya sampai mata kaki, ada yang sampai lutut, ada yang sampai perutnya, bahkan ada yang sampai tenggelam oleh keringatnya. Manusia dikumpulkan semua, mereka sudah luar biasa keadaannya, dan sampai-sampai pada saat itu manusia dikumpulkan dalam keadaan telanjang.

Ketika Rasul menyampaikan berita ini kepada istrinya Aisyah, bahwa nanti manusia akan dikumpulkan dalam keadaan telanjang. Aisyah merasa kaget, berteriak seraya bertanya, ya Rasul apakah kita dalam keadaan telanjang? betapa malunya ya Rasulullah, kita sama lain saling melihat. Kemudian Rasul menjawab, ya Aisyah, tidak ada waktu lagi bagi manusia saling memperhatikan aurat orang lain, yang ada ketika itu, orang berpikir dia selamat atau celaka. Sudak nggak sempat memperhatikan aurat orang lain. Aisyaih berteriak karena malu, memang istri nabi ini orangnya sangat pemalu.

Kemudian di dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Umar, Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Ada sekelompok diantara hamba Allah, yang mereka itu bukan para nabi, bukan juga para shuhada, tetapi nanti pada hari kiamat para nabi dan para shuhada itu akan iri kepada mereka. Sampai-sampai para nabi dan para shuhada iri, terkagum-kagum, dan sangat berharap ingin mendapatkan kedudukan seperti mereka disisi Allah. Kemudian para sahabat bertanya: Ya Rasulullah beritakan kabarnya siapakah mereka itu? kemudian Rasul mengatakan: mereka itu adalah orang yang saling mencintai karena Allah, bukan karena pertalian saudara diantara mereka, bukan pula karena harta yang mereka saling perebutkan, tetapi mereka itulah orang-orang yang saling mencintai karena Allah. Demi Allah wajah mereka itu dipenuhi cahaya, dan mereka berada diatas cahaya, orang-orang itu tidak takut disaat orang lain takut, tidak cemas disaat yang lain cemas.(H.R. Muslim).

Kemudian Rasul membacakan surat Yunus ayat 62

Artinya:

Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Ternyata yang dimaksud oleh hadits diatas adalah wali-wali Allah, penolong-penolong agama Allah, yang tidak pernah bertemu Rasul, tidak pernah melihat Rasul, dan mereka saling kasih mengasihi, saling sayang-menyayangi, saling mencintai bukan karena uang, bukan karena saudara, bukan karena jabatan, bukan karena ikatan saudara diantara mereka. Tetapi mereka bertemu karena Allah, berpisah karena Allah, berbuatnya karena Allah, saling berkasih sayang karena Allah dan mereka membela agama Allah, siapa mereka? mereka itu adalah wali-wali Allah.

Kita ini bisa jadi wali-wali Allah, kalau kita mau membela agama Allah, ikhlas karena Allah, “Kita juga bisa jadi wali Allah”. Bukan wali Allah itu seperti yang digambarkan orang-orang saat ini, pake jubah putih, jenggotnya panjang, bisa jalan diatas air. Ada juga yang menyatakan wali Allah itu bisa terbang, sholatnya di Makkah, kalau bisa terbang kecoa juga bisa. Para Nabi, sahabat, syuhada, iri terhadap kedudukan mereka. Ternyata mereka itu wali-walinya Allah, pembela-pembela, penolong-penolong agama Alah, dan mereka berada di dalam jaminan Allah, apa itu jaminannya? “Tidak ada ketakutan kepada mereka dan mereka tidak pula bersedih hati, di dunia lebih-lebih di akhirat”.

Tinggal kita pilih, mau jadi wali Allah atau wali syetan, penolong agama Allah atau penolong syetan, kalau penolong syetan nanti akan ketemu syetan di akhirat, kalau jadi penolong agama Allah, insya Allah nanti akan melihat wajah Allah. Tapi kalau jadi penolong syetan, nanti di neraka akan bertemu dengan syetan. Itu sebagian gambaran, betapa luar biasanya pengaruh kalimat tauhid Laailaahaillallah. Maka oleh karena itu saya memberikan pengantar ini, mudah-mudahan dengan ini ada gambaran begitu hebatnya kalimat Laailaahaillallah.

Yang akan kita bicarakan nanti adalah fungsi dan pengaruh dan kalimat Laailaahaillallah, rukun syahadat, sarat syahadat, dan pembatal sahadat. Seperti itulah kalimat tauhid, mempunyai pengaruh yang cukup sekali dibaca langsung merubah keadaan. Hari ini kalimat tauhid ini di dzikirkan beribu-ribu kali dengan goyangan kepala yang luar biasa, tetapi tidak ada pengaruh, karena mereka nggak tau apa itu kalimat Laailaahaillallah. Inilah pintarnya orang-orang kafir dalam rangka menipu orang Islam. Ini saya bukan mengada-ngada, coba saja cek di sekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, ada nggak diajarkan kalimat tauhid, apa itu Laailaahaillallah, coba carikan, pasti nggak ada.

Maka pantas Islam itu seperti hari ini, padahal itu merupakan suatu kekuatan akidah. Dan ketika ada orang yang mulai kembali menghidupkan akidah yang benar “bahaya itu, bahaya kata setan”. Ini bukan mengada-ngada, setan-setan pasti pada takut. Setan ketakutan, setan kepala botak, setan gondrong, takut semua, “Bahaya itu”, kalau orang-orang sudah pada mulai tau tauhid. Makanya tauhid selama ini tidak diajarkan, kalau shalat itu sangat detail sekali, ada rukun shalat, sarat sahnya shalat, pembatal shalat. Tetapi sahadat, tau artinya tiada tuhan selain Allah mulai dati taman TK sampai tua tidak berubah-berubah, padahal Allah itu bukan tuhan tetapi robb, illah.

Adapun fungsi syahadat ialah:

1. Pembeda antara iman dan kafir.

Ketika Bilal itu bersyahadat, Bilal dia awalnya adalah orang yang hina, dia menjadi budak dan dijual berapapun oleh tuannya dia tidak berdaya. Tetapi ketika bilal itu bersahadat, karena pengaruh Laailaahaillallah, orang yang tadinya tertunduk dan ditindas batu, begitu mendengar kalimat Laalaahaillallah dia angkat mukanya didepan tuannya. Dan orang sekarang ini ribuan kali mengucap kalimat Laailaahaillallah, sama setan saja takut, mau ikut pengajian saja takut, gimana ini, kayak nggak mati saja. Dikira mati karena pengajian, dikira mati karena Islam, “bukan”, nggak berislam dengan baik, nggak ikut pengajian, pasti mati juga, malah lebih sengsara.

Tidak usah takut, karena kita ini bersama Allah, kematian itu satu kepastian, ngaji ngak ngaji, berislam baik atau buruk, pasti mati juga. Karena kita tidak bisa lari dari kematian, tinggal pilih pake akal sehat, mau mati diatas Islam yang benar, dalam keadaan Islam, ingin belajar terus, atau mau mati dengan sekedar-kedarnya Islam. Apasih perintahnya Allah kepada kita? ” Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa”, Didalam ayat ini Allah memerintahkan untuk bertakwa dengan sebenar-benarnya takwa, tetapi yang ada sekarang ini adalah sekedar-kedarnya takwa.

Disuruh sebenar-benarnya takwa, tetapi hari ini orang lebih memilih sebenar-benarnya takwa. Giliran Islam disuruh yang sedang-sedang saja, cari istri maunya paling cantik, cari uang maunya paling banyak, bangun rumah maunya paling indah, tetapi giliran berislam maunya yang sedang-sedang saja, manusia macam apa ini. Inilah kenyataan yang ada pada hari ini. Yang dipilih oleh orang Islam sekarang ini adalah aliran yang sedang-sedang saja, giliran dunia tidak ada istrahat untuk mencarinya, tetapi giliran akhirat,yang ada, yang sedang-sedang saja, manusia macam apa ini, ini tidak adil.

2. Syarat mutlak masuk jannah

Orang mau masuk Islam, pintunya harus melalui sahadat. Nggak sah orang dari kafir dia langsung shalat, ya batal nggak diterima, pintunya harus melalui syahadat. Maka ulama mengatakan fungsi syahadat ialah sarat mutlak masuk jannah. Jika orang bersyahadat ikhlas karena Allah, dia paham apa itu Laailaahaillallah, dan kemudian diamalkan, Insya Allah ada jaminan masuk syurga, selama tidak berbuat syirik kepada Allah. Sebagaimana Rasul bersabda “Ada dua hal yang mewajibkan, siapa yang mati dalam keadaan syirik kepada Allah, wajib masuk neraka, siapa yang mati dalam keadaan tidak menserikatkan Allah, maka wajib masuk syurga”.


3. Sebagai syarat untuk mendapatkan syafa’at Nabi.

Apa itu syafa’at? Pertolongan dari Nabi kita. Dimana nanti Nabi itu akan jadi saksi bagi manusia. Ketika kita dihadapkan di hadapan pengadilan Allah. Saat itu kita sangat butuh penolong, orang yang di harap-harapkan dapat menolong kita adalah Nabi kita. Dalilnya adalah “Syafa’atku itu nanti akan bersama dengan orang-orang yang mengucapkan syahadat Laailaahaillallah, ikhlas dari hatinya, hatinya membenarkan lisannya, dan lisannya membenarkan hatinya”. Jadi untuk bisa mendapatkan syafa’at Nabi berdasarkan hadits ini, yaitu kalimat Laailaahaillallah. Tentu kalimat disini, sebagaimana yang dimaksud oleh Nabi, dan dipahami oleh generasi-generasi setelahnya, yaitu bukan hanya sekedar ucapan.

Karena syahadat ini adalah akidah kita, pangkal pokok keimanan kita, sedangkan iman itu adalah Qoulun wa amalun. Kata Imam Syufian bin Uyainah ketika orang bertanya, apakah iman itu ucapan saja? Maka dijawab oleh beliau, iman itu “Qoulun wa amalun (ucapan dan perbuatan)”. Nah untuk bisa menjadi perbuatan, kalimat Laailaahaillallah tidak mungkin kecuali kita mengetahui apa itu Laailaahaillallah. Kalau tidak, ma’af-ma’af, orang yang mengucapkan sesuatu tanpa dia mengetahui maknanya, burung beo juga bisa. Tapi tahukah dia makna Laailaahaillallah, dan mana bisa menjadi pengamalan kalau dia tidak paham apa itu kalimat Laailaahaillallah.

Jadi itu kunci yang menentukan. Syafa’at Nabi itu bagi orang yang mengucapkan Laailaahaillallah, dan dia menjadikan itu landasan akidahnya. Bukan syafa’at Nabi itu memperingati maulid Nabi, memperingati isra’ mi’raj Nabi, lantas kemudian mendapat syafa’at Nabi, karena memang tidak ada dalilnya. Kita cari sampai kepala botak juga nggak bakalan ketemu. Bagaimana mendapat syafa’at Nabi, tanpa dia tahu apa itu syahadat yang benar, bagaimana akidah Islam yang benar, bahkan sunnah Nabi banyak diingkari. Maulidnya diperingati, sunnah Nabi sendiri banyak ditinggalkan. Hari ini orang banyak sekali bermimpi, bercita-cita mendapatkan syafaat Nabi, bahkan ma’af-ma’af ini bukan menyinggung, saya meluruskan satu pemahaman yang keliru.

Ada orang yang mengklaim mendapat jaminan syafa’at Nabi, ini perlu dijelaskan, karena umat ini dibuat bingung. Gimana umat tidak bingung, mau dapat syafa’at Nabi, tidak mau mengerjakan perintah Islam. “ Wah kalau kami pasti dapat syafa’at Nabi, cucu nabi, kita ini keturunan Nabi. Dapat syafaat Nabi, walaupun nggak shalat, nggak zakat, nggak tutup aurat, walapun banyak yang khamar, tapi dengan pecaya diri mengatakan dapat syafaat Nabi, syafa’at dari mana?.

Anaknya Nabi saja disuruh untuk beramal. “Hai Fatimah, beramallah engkau dengan sebenar-benarnya amal, karena nanti aku tidak dapat menolongmu dihadapan Allah, kalau kau tidak beramal”. Anaknya itu, bukan cucunya, apalagi cucu akhir zaman ini. Masalahnya yang kita kritisi ini merasa mendapat syafa’at Nabi, tapi tidak melaksanakan perintah Nabi. Ini yang jadi masalah, sehingga orang lain jadi bingung, lho apa benar sih, dia ngak sholat, nggak apa, tapi nanti dapat syafa’at Nabi? ya nggak benar. Anaknya saja diancam oleh Nabi, apalagi cucunya, apalagi cucu akhir zaman, apalagi cucu yang benci sunnah Nabi, kalau lihat orang berjenggot “Tuh lihat jenggotnya, kayak kambing”.

Ini ada cucu kurang ngajar sama kakeknya, ini cucu yang bagaimana ini? Yang suruh piara jenggot Nabi kita, tapi oleh sebagian orang, ma’af-ma’af ada cucu yang berani menghina kakeknya. Ma’af-ma’af ada lagi yang mengklaim, kita ini kelas tinggi, padahal yang ada kelas-kelasnya itu didalam agama hindu. Islam nggak ada kelas-kelasnya, dan semuanya sama. Tapi hari ini ada orang yang mengklasifikasikan dirinya tingkatnya tinggi. Kamu nggak sama sama saya, saya ini tinggi, masih ada hubungan dengan Nabi. Ada lagi yang mengklaim kita ini jama’ah, Ini saya perlu luruskan, supaya tau kita ini jama’ah (maksudnya orang arab), sedangkan yang lain itu akhwal, azam (orang yang diluar arab). Seolah-olah jama’ah itu hebat, tinggi. Itu jama’ah banyak yang miring sekarang ini, banyak yang nggak benar.

Mengaku jama’ah tapi judi, minum khomar, pecandu narkoba, ingin dapat safa’at lagi. Semantara seolah-olah menganggap orang diluar mereka itu azam, akhwal, kita ini jama’ah kelas tinggi. Enak saja ente mengklaim jama’ah, Nabi itu di utus untuk seluruh umat manusia, bahkan untuk jin, bukan hanya untuk orang arab. Dan mizan yang dipakai dalam Islam itu bukan jama’ah, bukan orang arab, ini sudah kadung (istilah orang arab), sudah nggak pas. Jama’ah itu orang yang berpegang pada kebenaran, bukan orang arab saja, yang disebut jama’ah itu, siapa yang berada diatas kebenaran walaupun seorang diri. Tapi sekarang begitu membaga-banggakan, kita ini jama’ah bil akhwal. Ada lagi yang nggak mau nikah kalau nggak sama-sama arab, dan mengklaim diri orang yang paling hebat.

Kalau klaim ini benar, kasihan sekali Bilal bin Robbah, Amar bin Yaser, Suhaer bin Sinan, yang dulunya budak-budak semua, bukan orang arab itu. Tapi ketika dia paham Islam, mengucapkan Laailahaillallah, dari hina jadi mulia, mari bersama. Bukan ditanya arab nggak ente? kalau nggak arab nggak bisa. Tapi sekarang begitu, ini perlu saya luruskan, itu tidak benar. Jadi yang mulia dihadapan Allah itu bukan jama’ah, dan orang-orang arab itu belum tentu jama’ah. Yang sudah pasti jama’ah, arab, nggak arab, orang dusun, udik, kalu dia berpegang pada kebenaran, dia masih pantas, layak disebut jama’ah. Apapun warna kulitnya, apapun bangsanya, jadi nggak ada kehebatan orang arab, dibanding orang azam, tidak ada, sama semua.

Bahkan Nabi untuk menepis ini, menepis klasifikasi berdasarkan suku, itu oleh Nabi, Zaid bin Haritsah, itu budak nya Nabi yang kemudian dimerdekakan. Itu oleh Nabi dikawinkan dengan sepupu Nabi yang sangat cantik, dialah Zainab binti Jahsyi, sepupu Nabi, orang berada, cantik lagi. Dikawinkan oleh Nabi, sengaja dikawinkan oleh Nabi, dengan siapa? Budak, Zaid bin Haritsyah. Ini orang-orang yang selalu mengatakan jama’ah, paling hebat, tau nggak sejarah ini? Nggak tau. Yang akhirnya karena tidak ada kecocokan, dalam sejarah itu dijelaskan, karena memang tempramenya Zaenab ini keras. Sementara Zaid ini orangnya lemah, akhirnya mereka berpisah.

Zaenab yang bekas istri budaknya ini dikawin oleh Rasul, dinikahi oleh Rasul, ini untuk menghilangkan kelas-kelas didalam Islam. Jadi yang mulia itu bukan arab, budak itu dimuliakan dijaman Nabi kalau dia takwa. Maka disinilah “Inna akramakum indallahi atkakum, orang yang paling mulia di hadapan Allah itu, adalah orang yang bertakwa”. Dan yang berhak mendapatkan safa’at Nabi itu, bukan orang yang mengaku-ngaku jama’ah dan cucu Nabi, sementara tidak melaksanakan perintah Nabi, syurga dari mana, syafa’at dari mana?

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman di dalam surat Al-Ahzab: 40
Artinya:

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Ahzab: 40)


Inilah satu kesalahan pada hari ini, menganggap mendapat syafa’at, sementara dalam keseharian tidak melaksanakan perintah Allah, bahkan cenderung menjauhi, membenci sunah Nabi. Dimana datangnya dapat syafa’at, padahal jelas dalilnya tadi itu “Syafa’atku itu nanti akan bersama dengan orang-orang yang mengucapkan syahadat Laailaahaillallah, ikhlas dari hatinya, hatinya membenarkan lisannya, dan lisannya membenarkan hatinya”.

Maka tidak mungkin syahadat ini dijadikan satu pengamalan, dijadikan satu perbuatan, kalau dia tidak dipahami, apa itu syahadat Lailahaillallah. Jadi itulah pentingnya kita mengetahui kalimat Laailahaillallah. Karena itu pangkalnya keimanan, pokoknya akidah kita, pangkalnya Islam, pintunya Islam. Sayangnya hari ini orang beribu-ribu kali mengucapkan Laailahaillallah, tetapi tidak memiliki pengaruh apapun. Sedangkan di zaman Rasul, yang sekali orang mengucapkan Lailahaillallah langsung berubah. Pengaruhnya dapat dilihat, berubah manusia, mulai sudah hubungan itu terputus, kecuali hubungan yang didasarkan pada akidah, ikatan akidah yang dibangun diatas kalimat tauhid, kecuali hubungan itu.

Silahkan buka sejarah, bahkan ada sahabat yang datangnya seorang arab, datang kepada Rasul membawa kepala bapaknya, ini ya Rasul kepala bapak ku, itu semua karena apa? Bapak nya musyrik, memusuhi Nabi. Dia datang membawa kepala bapaknya, karena apa? Paham dia, itulah akidah. Bapaknya, bila dia memusuhi Nabi, memusuhi Islam, maka berlakulah ketetapan ini, dan harus dijadikan musuh. Maka dibuktikan permusuhan ini yang disebut dengan “Baro”. Hari ini bukan bapak, yang jelas-jelas musuh, yang jelas-jelas memusuhi Islam sudah dijadikan teman, malah tunduk kepada musuh, mana syahadat? tidak ada. Bukankah hari ini kita disekolah-sekolah detail belajar rukun sholat, detail belajar pembahasan sholat, tapi pernahkah dibicarakan rukun syahadat, pembatal syahadat, tidak pernah. Inilah yang membuat Islam itu kaku.


(KabarDuniaIslam/alhawaariyyun.wordpress)

No comments:

Post a Comment