hya, dari Abdurrahman bin Hajjaj berkata : Abul Hasan Musa ‘Alaihis salam mengirimkan padaku wasiat Amirul Mukminin ‘Alaihis salam, isinya : Bismillahirrahmanirrahim, ini adalah wasiat dari pembagian harta dari hamba Allah Ali, demi mencari ridha Allah, kiranya agar sudi memasukkan saya ke surga dan menjauhkan dari neraka karena wasiat ini, pada hari di mana ada wajah yang putih dan ada juga wajah yang menghitam, seluruh harta milikku yang ada di Yanbu’ dan sekitarnya adalah sedekah, dan seluruh budaknya selain Rabah, Abu Naizar dan Jubair adalah merdeka, tidak ada yang boleh menghalangi mereka, mereka adalah budak, mengelola harta selama lima tahun, mereka boleh mengambil bagian harta untuk nafkah pribadi mereka dan keluarganya, sedangkan harta milik saya yang ada di Wadil Qura, dari harta milik anak keturunan Fatimah berikut budaknya adalah sedekah, dan yang ada di Dimah beserta penduduknya adalah sedekah, kecuali Zuraiq, berlaku baginya seperti yang aku lakukan pada teman-temannya, sedangkan hartaku yang ada di Adzinah berikut penduduknya adalah sedekah, dan Faqirain seperti yang kalian ketahui adalah sedekah di jalan Allah, dan yang telah kutentukan dari hartaku ini adalah sedekah yang wajib kutunaikan baik saat aku hidup maupun sudah mati, seluruhnya diinfakkan demi mencari keridhoan Allah, di jalan Allah, demi meraih keridhoan-Nya, dan untuk kerabatku dari golongan Bani Hasyim serta Bani Muthalib, yang dekat maupun yang jauh, semuanya dikelola oleh Hasan bin Ali, dia boleh memakan harta itu dengan baik-baik, dan menginfakkan di jalan yang diajarkan Allah, maka itu halal dilakukannya, tidak ada masalah, jika dia ingin maka boleh dijadikan miliknya, sesungguhnya anak-anak Ali, budak dan hartanya adalah dikelola oleh Hasan bin Ali. Jika rumah yang menjadi miliknya bukan termasuk rumah sedekah, dan dia ingin menjualnya maka dia boleh menjualnya. jika dia menjualnya, maka hasil penjualannya dibagi menjadi tiga, sepertiga disedekahkan di jalan Allah, dan dua pertiga untuk Bani Hasyim dan Bani Muthalib, sepertiganya untuk keluarga Abu Thalib, dibagikan pada mereka sesuai petunjuk Allah, jika terjadi sesuatu pada Hasan sedangkan Husein masih hidup, maka dikelola oleh Husein bin Ali, dan Husein harus mengelola sesuai dengan petunjukku pada Hasan, dia wajib melakukan apa yang dilakukan oleh Hasan, bagian sedekah untuk anak-anak fatimah adalah sama seperti anak-anak Ali, saya menggariskan ketentuan untuk anak keturunan Fatimah adalah untuk mencari keridhoan Allah dan menghormati Rasulullah, mengagungkan dan memuliakan Rasulullah dan Fatimah, jika terjadi sesuatu pada Hasan dan Husein, maka yang masih hidup di antara mereka berdua melihat anak cucu Ali , jika ada dari mereka yang baik agama dan amanatnya, maka diserahkan padanya jika dia mau, jika tidak ada dari mereka yang baik agama dan amanatnya, maka diserahkan pada salah satu dari anak cucu Abu Thalib yang dilihatnya baik, jika di antara anak cucu Abu Thalib sudah tidak ada lagi yang dituakan dan bijaksana, maka diserahkan pada salah satu dari Bani Hasyim, dengan syarat agar harta itu tetap dan tidak dijual, dan menginfakkan hasilnya seperti yang telah kutentukan, yaitu fi sabilillah, dan harta yang ada pada keluarga Bani Hasyim dan Bani Muthalib tidak boleh dijual, dihibahkan dan diwariskan, dan harta Muhammad bin Ali yang menjadi miliknya, maka dia digabungkan dengan bagian anak cucu Fatimah, dan budak-budak yang namanya ada dalam daftar kecil, mereka seluruhnya merdeka. Inilah ketentuan yang dituliskan oleh Ali bin Abi Thalib dalam pengelolaan hartanya pada pagi ini, sehari setelah aku sampai di Muskin (nama tempat di dekat Kufah), demi mencari keridhoan Allah dan negeri akherat, hanya Allah lah tempat kita semua meminta tolong dalam segala kondisi, tidak halal bagi seorang muslim yang beriman pada Allah dan hari akhir untuk merubah dan melanggar ketentuan ini, baik orang dekat maupun orang jauh. Dan budakku yang kugauli, jumlahnya 17, ada dari mereka yang memiliki anak, ada yang hamil, ada lagi yang tidak memiliki anak, siapa yang memiliki anak atau sedang hamil, maka tidak dimerdekakan, dan menjadi bagian anaknya, jika anaknya mati sedang dia masih hidup, maka dia merdeka tidak boleh ada yang menggugat, ini adalah pembagian yang ditentukan oleh Ali bagi hartanya, sehari setelah sampai di Muskin, disaksikan oleh Abu Samr bin Burhah, Sha’sha’ah bin Shuhan, Yazid bin Qais, Hiyaj bin Abi Hiyaj. Ali menulis wasiat ini dengan tangannya sendiri pada 10 Jumadil Ula tahun 37 H.
Selain berwasiat mengenai pengelolaan hartanya, Ali juga berwasiat:
“Bismillahirrahmanirrahim,
inilah wasiat dari Ali bin Abi Thalib, mewasiatkan bahwa dirinya bersyahadat tiada tuhan selain Allah, hanya Dia sendiri tidak ada sekutu baginya, dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, diutus dengan petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas seluruh agama, walaupun orang musyrik benci, Shallallahu ‘alaihi wa ‘aalihi, lalu sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Rabbul Alamin, tidak ada sekutu baginya dan itulah yang diperintahkan padaku, dan aku termasuk golongan muslimin. Lalu aku mewasiatkan padamu wahai Hasan, dan seluruh Ahlul Baitku, dan anakku, juga seluruh mereka yang membaca tulisanku ini, agar bertaqwa pada Allah Rabb kalian, jangan sampai kalian mati kecuali dalam keadaan muslim. Berpeganglah pada tali Allah bersama-sama, dan janganlah kalian berpecah belah, karena aku mendengar Rasulullah bersabda: Hubungan baik di antara kaum muslimin lebih baik dari pada shalat dan puasa secara umum, dan hal yang merontokkan agama serta yang menghabiskan agama adalah rusaknya hubungan baik di antara kaum muslimin, tidak ada daya dan upaya melainkan dari Allah semata, yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Perhatikanlah kerabat dekat kalian, sambunglah silaturahmi, agar Allah memudahkan hisab amalan kalian. Aku ingatkan kalian pada Allah tentang anak yatim, teruslah memberi makanan mereka, jangan sampai terputus, jangan sampai mereka tidak terurus di depan kalian, aku telah mendengar rasulullah bersabda: Siapa yang menanggung hidup anak yatim sampai bisa bekerja dan mencukupi hidupnya, Allah mewajibkan baginya surga, sebagaimana mewajibkan neraka bagi orang yang memakan anak yatim. Aku ingatkan kalian pada Allah tentang Al-Qur’an, jangan sampai kalian ketinggalan dalam mengamalkanya dari orang lain, Aku ingatkan kalian pada Allah tentang tetangga kalian, karena Rasulullah telah berwasiat tentang mereka, dan selalu mewasiatkan sampai kami mengira bahwa tetangga akan mewarisi harta tetangganya. Aku ingatkan kalian pada Allah tentang rumah-rumah Allah (masjid) jangan sampai kosong dari kehadiaran kalian selama kalian masih hidup, jika kalian meninggalkan rumah-rumah Allah, kalian tidak diberi tenggang lagi dari azab, dan hal yang didapat dari orang yang pergi ke masjid adalah diampuni dosanya yang telah lalu, Aku ingatkan kalian pada Allah tentang shalat, karena shalat adalah sebaik-baik amalan, shalat adalah tiang agama. Aku ingatkan kalian pada Allah tentang zakat, sungguh zakat memadamkan kemarahan Rabb kalian, Aku ingatkan kalian pada Allah tentang puasa Ramadhan, karena berpuasa pada bulan itu adalah perisai dari api neraka, Aku ingatkan kalian pada Allah tentang kaum fakir dan miskin, ikutkan mereka dalam kehidupan kalian, Aku ingatkan kalian pada Allah tentang jihad dengan harta, jiwa dan lisan kalian, karena hanya ada dua macam orang yang berjihad, yaitu imam yang membawa petunjuk, dan orang taat yang mengikuti petunjuk imam, Aku ingatkan kalian pada Allah tentang keturunan Nabi kalian, jangan sampai mereka dizhalimi di depan mata kalian, sedangkan kalian mampu membela mereka. Aku ingatkan kalian pada Allah tentang sahabat Nabi kalian, yang tidak berbuat dosa dan tidak melindungi pendosa, karena
Rasulullah mewasiatkan mereka, dan melaknat orang yang berbuat jahat di antara mereka, atau melindungi penjahat, juga dari selain mereka. Aku ingatkan kalian pada Allah tentang wanita dan budak, karena kata-kata akhir Nabi kalian adalah: Aku wasiatkan pada kalian dua golongan lemah, yaitu wanita dan budak. Shalat, shalat, shalat, dan janganlah kalian takut melakukan perintah Allah karena celaan orang, Allah akan membela kalian dari orang yang mengganggu dan menganiaya kalian, ucapkan perkataan yang baik pada manusia, seperti telah diperintahkan oleh Allah. janganlah kalian meninggalkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, jika kalian tinggalkan, Allah akan menjadikan bagi kalian pemimpin dari golongan terjelek dari kalian, lalu kalian berdo’a dan tidak dikabulkan. Wahai anakku, hendaknya engkau menyambung hubungan, memberi orang lain dan berbuat baik, hindarilah memutus hubungan, saling membelakangi dan berpecah belah, hendaknya kalian saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah tolong menolong atas perbuatan dosa dan permusuhan, bertakwalah pada Allah, sesungguhnya hukuman Allah adalah keras, semoga Allah menjaga kalian, seperti menjaga keluarga Nabi dan Nabi-Nya di antara kalian, kutitipkan kalian pada Allah, dan aku membaca Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Lalu Ali terus mengucapkan: Laa Ilaaha Illallah, hingga akhirnya wafat pada malam tanggal 23 Ramadhan, bertepatan malam jumat, tahun 40 H.
Wasiat di atas tercantum dalam literatur syiah : Al-Kafi, Man La Yahdhuruhul Faqih, Tuhaful Uqul, Tahdzibul Ahkam, Nahjus Sa’adah, Biharul Anwar, Mustadrak Safinatil Bihar.
Wasiat ini tidak ditujukan pada anak-anak Ali saja, tapi pada siapa saja yang membaca surat wasiatnya. Yang perlu kita cermati di sini, Ali berwasiat tentang banyak hal. Ali mengawali wasiatnya dengan wasiat tentang persatuan umat. Lalu dengan Al-Qur’an, shalat, zakat, puasa Ramadhan dan ibadah haji. tidak ketinggalan Ali berwasiat agar bersikap baik terhadap para sahabat Nabi, berlaku baik pada wanita dan budak, tentang anak yatim, dan amar makruf nahi munkar. Semua poin dalam wasiat ini adalah hal-hal yang sangat penting.
Namun Ali tidak menyinggung satu hal yang dianggap penting oleh syi’ah hari ini. Ternyata Ali sama sekali tidak menyinggung masalah imamah. Tidak menyinggung 12 imam, kewajiban mengikuti imam, tidak mewasiatkan pada anak cucunya berikut umat Islam untuk mengikuti 12 imam. Ini satu pertanda bahwa Ali tidak mengenal keyakinan imamah seperti yang dikenal oleh syi’ah hari ini. Ali malah berwasiat untuk bersikap baik kepada para sahabat Nabi, mereka yang dianggap pengkhianat oleh syi’ah. Berwasiat tentang persatuan umat, melarang untuk bermusuhan sesama muslim. Sementara syi’ah menganggap kaum muslim yang tidak meyakini imamah adalah sesat. Ali tidak meyakini imamah sebagaimana diyakini syi’ah hari ini, dan tidak pernah tahu tentang kewajiban beriman pada 12 imam.
Kata Ali bin Abi Thalib:
“Jika terjadi sesuatu pada Hasan dan Husein, maka yang masih hidup di antara mereka berdua melihat anak cucu Ali , jika ada dari mereka yang baik agama dan amanatnya, maka diserahkan padanya jika dia mau.”
Jika Ali mengimani adanya 12 imam, sebagaimana syi’ah hari ini, mestinya diserahkan pada Ali bin Husein, bukan salah satu dari anak cucu Ali. Bukankah 12 imam sudah ditunjuk oleh Nabi? Atau Ali, sang pintu ilmu nan ma’shum, kali ini tidak tahu?
Memang Ali tidak mengenal ajaran imamah.
[hakekat/
syiahindonesia.com].
http://inilah-bukti-kesesatan-syiah.blogspot.com/2012/12/wasiat-ali-menjelang-wafat.html