Wednesday, July 17, 2013

PERPECAHAN KELOMPOK SALAFI MAZ’UM




Mukaddimah

Dari Abu Najih Irbad bin Sariyah, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Dan siapa diantara kalian yang (kelak) masih hidup, maka ia akan banyak menyaksikan banyak perselisihan. Maka berpegang teguhlah kalian kepada sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk setelahku, berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Serta jauhilah oleh kalian perkara yang diada-adakan, karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bida’ah adalah sesat”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Tema tentang salaf dan salafi barangkali sudah terlalu sering dibahas. Secara ringkas, Salaf adalah manhaj yang telah ditempuh oleh generasi terbaik umat ini; sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in. Adapun salafi adalah sosok yang senantiasa berusaha untuk meniti jejak langkah mereka baik dalam masalah akidah, ibadah maupun mu’amalah.

Imam Auza’i menyebutkan lima hal yang senantiasa melekat pada diri sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم dan kalangan tab’in; senantiasa bersama dengan al jama’ah (Ahli Sunnah Wal Jama’ah), mengikuti sunnah, memakmurkan masjid, membaca Al Qur’an dan berjihad di jalan Allah” . [ 1 ]

Apa yang disebutkan Imam Auzai’ merupakan sebagian contoh yang dilakukan kalangan salaf. Maka salafi adalah sosok yang berusaha meniti jejak langkah mereka siapa saja orangnya. Dan jika ada yang mengklaim dirinya salafi tapi jauh dari kelima hal tersebut maka label salafi tidak ada artinya sama sekali.

Salafi bukanlah sosok yang hanya mendengar perkataan dari ustadz atau kelompoknya saja dengan meremehkan kalangan yang lain. Salafi bukanlah sosok yang mengatakan Lebih baik mati dalam keadaan bodoh dari pada ngaji dengan ust. Fulan. Mereka berdalih, dalam rangka merealisaiskan pernyataan para ulama hadits terdahulu dalam memberlakukan kaidah jarh dan ta’dil.

Syaikh Bakr Abu Zaid [2] –rahimahullah- dalam bukunya Tashnif An Naas Baina ad Dzan Wal Yaqin telah mencium gelagat tersebut. Beliau menyatakan: “Terkadang dia menempuh cara yang dilakukan oleh sebagian ahli hadits terhadap para perawi yang lemah, – dan alangkah berbeda kedua jalan itu…semua itu adalah perbuatan syetan. Dan dari sinilah jiwanya merasa senang dengan pandangan para pengkritik itu. Yaitu ketika mereka berhasil memalingkan perhatian dari apa-apa yang seharusnya diperhatikan, lalu orang-orang sibuk saling mencela antar sesamanya”.


Tiga Sifat Salafi Maz'um Ekstrim

Dalam diri kelompok salafi –meski tidak semuanya- terdapat tiga sifat ekstrim; sifat Khawarij, Murjiah dan Rafidhah. Khawarij dalam arti bersikap arogan, kasar, memusuhi, memblacklist, membid’ahkan setiap da’i, aktifis atau ustadz yang bukan dari kalangannya atau yang berbeda dengannya meski mengklaim sesama salafi.

Mereka Murjiah dalam arti lembut, lunak, menolong, membantu, mencintai, siap menjadi garda terdepan dan memberikan loyalitas kepada orang-orang yang anti dengan syariat Islam. Padahal Syaikh Bakr Abu Zaid dengan mengutip perkataan Ibn Al Qayyim berkata: “Bid’ah yang paling besar adalah menanggalkan Al Kitab dan Sunnah Rasul-Nya dan membuat hukum baru yang menyelisihi keduanya”.

Mereka juga bersikap Rafidhah dalam arti menolak semua kelompok dan mengklaim hanya kelompoknya yang benar dan selamat adapaun yang lainnya adalah kelompok yang akan binasa dan neraka tempatnya. Hal ini seperti yang terjadi di Mu’tamar Ahli Sunnah di Teksas Amerika; Salim Hilali,

Ali Hasan Al Halabi dan Usamah Al Qushi dalam obrolannya menyatakan Jama’ah Tabligh dan Jam’iyyah Syar’iyyah merupakan kelompok yang akan masuk neraka. Yang kemudian mereka ditegur oleh Syaikh Muhammad Hassan dan Syaikh Shafwat Nuruddin rahimahullah.

Mereka menyatakan kelompok-kelompok yang ada adalah hizbiyah dan yang tidak hizbiyah hanyalah kelompoknya. Namun ternyata kalangan seperti ini jauh lebih berhizbiyah dari pada kalangan lainnya.

Ini namanya ‘Maling Teriak Maling’.


Perpecahan Salafi Maz'um

Seorang ustadz senior salafi ketika ditanya dalam salah satu siaran radio mereka, kenapa kalangan salafi berbeda-beda? Ustadz tersebut hanya menjawab perbedaan yang terjadi hanyalah perbedaan dalam masalah furu’ bukan masalah prinsifil. Benarkah apa yang dikatakan sang ustadz? Atau hanya sekedar menutupi agar para muridnya tidak tahu hakikat yang sebenarnya, bahwa memang telah terjadi perpecahan yang cukup dahsyat sehingga antara yang satu dengan yang lain saling membid’ahkan? Kalau memang perbedaan itu bukan dalam masalah prinsif kenapa tabdi’, tajrih dan tahdzir harus terjadi? Bukankah dalam masalah ijtihadi tidak boleh saling menghujat dan tidak boleh menancapkan bendera al Wala dan al Baro di atasnya.

Dalam hadits tersebut –hadits Irbad bin Sariyah- Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah mengabarkan kepada kita, bahwa umat ini akan mengalami perselisihan dan perpecahan. Tidak luput dari hadits tersebut adalah kelompok yang menamakan dirinya salafi yang kini sudah berkeping-keping menjadi beberapa kelompok.

Bagi penulis sulit rasanya untuk memastikan kapan awal perpecahan itu terjadi. Hanya saja Syaikh Bakr Abu Zaid paling tidak delapan belas tahun yang lalu beliau telah merasakan adanya perpecahan dalam tubuh salafi. Beliau menyatakan: “Sepanjang yang saya ketahui, perpecahan yang terjadi dalam barisan Ahli Sunnah ini merupakan musibah yang pertama kali terjadi, dimana orang menisbatkan dirinya kepada mereka (Ahli Sunnah) justru mencela Ahli Sunnah. Dan memposisikan dirinya sebagi tentara untuk menyerang dan menebar kekacauan dan memadamkan semangat mereka, menghadang di jalan dakwah mereka dan melepaskan tali kendali lisan untuk mencela kehormatan para da’i dan membuat rintangan di jalan dakwah mereka dengan fanatisme buta”.

Pernyataan Syaikh Bakr dalam bukunya tersebut sebenarnya ditujukan kepada siapa saja yang hobinya menggolong-golongkan manusia, tanpa menunjuk hidung seseorang. Sehingga dalam hal ini Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali merasa tersinggung dan membantah buku tersebut dengan judul Al Hadd Al Fashil Bainal Haqq Wal Bathil yang kemudian bukunya (Syaikh Rabi’) dibantah lagi oleh Syaikh Abu Abdillah An Najdi dengan judul ‘Nadzarat Salafiyyah Fii Aaraa As Syaikh Rabi’ Al Madkhali.

Belum lagi perseteruan antara Syaikh Rabi’ dan Syaikh Abdurrahman bin Abdul Khaliq. Sehingga pada tahun 1997 kalangan salafiyah Kuwait meminta pendapat Syaikh Abdul Aziz bin Baz tentang sikap Syaikh rabi yang kasar dan arogan. Maka Syaikh menyatakan dalam fatwanya: “Adapun Syaikh Rabi’ aku akan menulis surat untuknya dan akan aku nasehati”.

Dan akhir-akhir ini perseteruan antar tokoh salafi seperti Syaikh Rabi’ dengan Syaikh Ali Hasan Al Halabi, Syaikh Abul Hasan Al Ma’ribi, Syaikh Usamah Al Qushi, Syaikh Falih Al Harbi [ 3 ] dan lain-lain semakin membara bagaikan api yang sulit dipadamkan. Padahal sebelumnya mereka sangat memuliakan Syaikh Rabi’ dan menganggapnya sebagai imam Ahli Sunnah dan imam Jarh Wa Ta’dil pada masa ini. Tidak bisa dipungkiri imbasnya adalah apa yang terjadi di sana terjadi juga di Indonesia.


Salafiyah Murjiah

Kalangan salafi jelas tidak menerima istilah ini dan menuduh kalangan yang melabelnya dengan sebutan khawarij, ikhwani, quthbi, sururi dan lain-lain. Di sini perlu dicatat bahwa justru yang menyebut salafi dengan label tersebut datang dari sosok yang telah lama berinteraksi dengan Syaikh Albani dan pernah terjerumus kedalam faham Murjiah, yaitu Syaikh Abu Malik Muhammad Ibrahim Syaqrah dalam bukunya Aina Taqa’ Laa Ilaaha Illallah Fii Diin Al Murjiah Al Judud. Beliau menyebutnya dengan As Salafiyyah Al Murji’ah, Firqah As Salafiyah Al Murjiah, As Salafiyah Al Murji’ah Al Jadidah dan ungkapan-ungkapan lainnya.

Setelah mengakui kekeliruannya dalam masalah iman yang terjerumus kepada faham Murji’ah maka beliau bertaubat dan sebagai bentuk keseriusan taubatnya beliau menulis dua buku Aina Taqa’ Laa Ilaaha Illallah Fii Diin Al Murjiah Al Judud (Dimana Letak (kalimat) Laa Ilaaha Illallah Dalam Agama Murjiah Kontemporer), A Akhta’a An Nabiyyun Wa Ashaba Al Atsariyyun (Apakah Para Nabi Yang Salah dan Kalangan Atsariyun (Salafiyun) Yang Benar?), dan beliau memberi pengantar kitab Haqiqah Al Iman ‘Inda As Syaikh Al Albani (Hakikat Iman Menurut Syaikh Albani).


Syaikh Ali Hasan Al Halabi

Di Indonesia Syaikh Ali Hasan Al Halabi bagaikan qadhi, yang memegang keputusan dan kendali. Bahkan dianggap sebagai imam jarh dan ta’dil. Jika ada seorang syaikh yang datang ke Indonesia maka ia akan dimintai fatwa dan pendapatnya tentang sosok syaikh tersebut. Jika Ali Hasan mengatakan bahwa syaikh tersebut sururi atau label lainnya maka pengikutnya yang ada di Indonesia akan manut dan langsung mempending seluruh jadwal syaikh tersebut. Ali Hasan di kalangan mayoritas salafi Indonesia mempunyai kedudukan yang tinggi. Jika ada yang mengkritik atau mencelanya maka sama artinya dengan mencela Syaikh Albani. Kenapa kalangan salafi Indonesia lebih mengidolakan Ali Hasan yang tidak sedikit para ulama menyatakan dia adalah orang yang sesat dan menyesatkan?

Di sini penulis perlu menjelaskan secara ringkas siapa Syaikh Ali Hasan dan tentunya hal ini pun berdasarkan fakta dan data yang dikemukakan oleh kalangan yang tahu perisis tentang Syaikh Ali Hasan sehingga kita tidak terjebak dalam dunia kultus individu dan kelompok.

1. Komisi Fatwa Kerajaan Arab Saudi dalam fatwa pengharaman dua kitab Ali Hasan Fitnah At Takfir dan Shaihah Nadzir menggambarkan sosok Ali Hasan dengan: madzhabnya dalam masalah iman adalah madzhab Murji’ah yang bid’ah dan bathil, menyeleweng dalam menukil perkataan Ibn Katsir dan Syaikh Muhammad Ibrahim, dusta atas nama Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, menafsirkan pendapat ulama tidak sebagaimana yang mereka maksudkan, meremehkan masalah tidak berhukum dengan hukum Allah, hendaknya ia mencabut pendapat-pendapat ini, hendaknya ia bertaqwa kepada Allah pada dirinya yaitu dengan kembali kepada kebenaran, hendaknya bersungguh-sungguh dalam menimba ilmu syar’i kepada ulama yang keilmuannya terpercaya dan akidahnya benar.

Ali Hasan adalah sosok yang ngeyel sehingga ia pun membantah fatwa Komisi Fatwa dengan Al Ajwibah Al Mutalaimah ‘An Fatwa Lajnah Daimah. Dan bantahannya tersebut dibantah lagi oleh Syaikh Muhammad Ad Dausari yang diberi pengantar oleh beberapa ulama senior namun Ali Hasan tetap ngeyel dan membantah buku tersebut.

2. Syaikh Muhammad Ibrahim Syaqrah. Beliau pernah menjadi penengah dalam debat Ali Hasan dan DR. Abu Ruhayyim [4] yang kemudian beliau membenarkan dan memuji apa yang disampaikan DR. Abu Ruhayyim. Yang mana dalam hal ini Ali Hasan tidak amanah dalam menukil pendapat ulama. Sampai-sampai Syaikh Syaqrah marah dan mengatakan; kalau bukan kamu maka akan saya potong tangannya.

Dalam bukunya ‘Aina Taqa’ Laa Ilaaha Illallah Fi Dien Al Murjiah Al Judud, Syaikh merujuk dan memuji buku yang ditulis Syaikh Muhammad Ad Dausari hal ini sangat berbeda dengan Ali Hasan yang justru mencela dan membantahnya. Bahkan dalam bukunya, Syaikh Syaqrah menyebut Ali Hasan sebagai ‘Embrio Salafiyah Murji’ah’.

Kalangan salafi banyak yang merujuk kepada pembelaan Syaikh Husain Alu Syaikh salah seorang ulama Madinah yang menyebut Ali Hasan dengan saudara senior. Harusnya merekapun membaca apa yang ditulis putra Syaikh Muhammad Syaqrah yaitu Ashim bin Muhammad Syaqrah yang menulis bantahan ‘Ar Rudud Al Ilmiyah As Saniyyah yang ditujukan kepada Ali Hasan dan pendukungnya, termasuk Syaikh Husain. Diantara salah satu pernyataannya, Bagiamana bisa dikatakan saudara senior? Dari sisi usia jelas Ali Hasan lebih muda dari Syaikh Husain. Dan jika dilihat dari sisi keilmuan jelas orang-orang yang duduk dikomisi Fatwa jauh lebih senior dari pada Ali Hasan.

Kembalinya Syaikh Muhammad Syaqrah kepada faham Ahli Sunnah dalam masalah iman diakui juga oleh Abu Muhammad Al Maqdisi dalam Tabshir Al Uqala Bi Talbisat At Tajahhum Wal Irja dan Syaikh Abu Bashir. Bahkan Abu Bahsir menulis artikel dengan judul Li As Syaikh Muhammad Syaqrah ‘Alayya Dain (Aku Mempunyai Utang Kepada Syaikh Muhammad Syaqrah). Ketika Abu Bashir meminta maaf atas kata-katanya yang kasar –dalam buku-bukunya terdahulu- maka Syaikh Syaqrah mengatakan: “Ya Abu Bashir, anda tidak perlu meminta maaf. Kalian berada dalam jalan yang haq dan benar. Apa yang telah anda tulis, (dan yang ditulis oleh) Abu Muhammad Al Maqdisi dan Abu Qatadah adalah benar dan haq. Maka aku katakan kepada manusia: sesungguhnya anda, Abu Muhammad Al Maqdisi dan Abu Qatadah adalah haq dan benar maka tidak perlu meminta maaf. Orang yang benar tidak layak meminta maaf atas perkara yang ia berada di atasnya”.

3. Dalam buku saku Ma’a Syaikhina Nashir As Sunnah Wa Ad Dien Fi Syuhur Hayatihi Al Akhirah, Ali Hasan menyebutkan; Ketika Syaikh dikubur aku memang jauh darinya, namun aku adalah sosok yang paling akhir berbicara dengan Syaikh. Abdullatif, salah seorang putra Syaikh Albani menyatakan bahwa yang paling terakhir berbicara dengannya selain keluarga dan kerabatnya adalah salah seorang ikhwah dari Bahrain. Ini menunjukan kebohongan Ali Hasan sang qadhi dan Ahli Jarh dan Ta’dil salafi Indonesia.

4. Ali Hasan adalah sosok yang suka melakukan plagiat dan mencuri karya orang lain yang kemudian dinisbatkan kepada dirinya. Syaikh ‘Awadhallah pernah mengeluhkan permasalahan ini kepada Syaikh Bakr Abu Zaid. Bahkan Abdul Aziz bin Faishal membuat artikel dengan judul Al Farq Baina Al Muhaqqiq Wa As Sariq (Perbedaan Antara Muhaqqiq Dan Pencuri) kemudian menyebutkan beberapa bukti di antaranya Ali Hasan mencuri hasil tahqiq Al Thanahi dan Az Zawi dalam kitab An Nihayah karya Ibn Atsir dan mayoritas dari karya-karyanya banyak membela dirinya dengan berlindung dibalik nama besar Syaikh Albani. Pada hal Ali Hasan tidak pernah duduk lama-lama belajar dengan Syaikh Albani hal ini dikarenakan Syaikh juga sibuk dengan tahqiq, takhrij dan ta’liq. Dengan Syaikh Albani, Ali Hasan hanya tuntas membaca kitab kecil Nukhbah Al Fikr.

5. Syaikh Bakr Abu Zaid dalam bukunya Dar’ul Fitnah ‘an Ahli Sunnah (Menepis Fitnah Yang menimpa Ahli Sunnah) secara tidak langsung menyindir Ali Hasan. Beliau menyebutkan diantara dampak negatif faham murjiah adalah meremehkan urusan shalat dan pemberlakuan syari’at Allah untuk mengadili manusia. Bahkan mereka membantu orang yang berhukum kepada thaghut padahal Allah telah memerintahkan untuk mengkufurinya. Jelas dalam dua buku Ali Hasan Fitnah At Takfir dan Shaihah Nadzir dia meremeh kedua masalah tersebut dan menyatakan bahwa orang yang sibuk dengan masalah penegakan hukum Allah adalah mirip dengan Rafidhah. Jelas ini sebuah kekeliruan dan keseatan.

6. Asy-Syaikh Rabi’ al Madkhali ditanya tentang ‘Ali Al-Halaby, maka Asy-Syaikh menjawab: “Saya akan jelaskan kepada kalian keadaan ‘Ali Al-Halaby. Selama sepuluh tahun kami bersabar atas dia dan apa yang dimunculkan dari fitnahnya, sedang dia memperkuat fitnah tersebut dan berusaha untuk memecah belah dan membuat musykilah, diantaranya: Dia memberi kata pengantar pada kitabnya Murad Syukri yang mana padanya ada aqidah murji’ah dan pendalilan dengan ucapan ahlu bid’ah.


Penutup

Syaikh Albani termasuk yang menyatakan bahwa kata As Salafi yang kemudian diikuti dengan Al Atsari adalah kalimat yang berat. Jika orang yang melabel dirinya dengan kata-kata itu mengetahui maknanya maka ia akan berlepas diri dengan menanggalkannya. Hal ini diamini oleh murid seniornya Syaikh Muhammad Syaqrah. Bahwa kata As Salafi jauh lebih berat dan fitnahnya jauh lebih dahsyat dari pada kata Al Atsari maka sebaiknya tidak menggunakan label tersebut karena akan melahirkan fanatisme, kesombongan dan meremehkan yang lainnya.

Perpecahan dalam tubuh salafi, saling membid’ahkan dan adanya klaim kebenaran rupanya telah disinggung oleh Syaikh Al Utsaimin rahimahullah. Hal ini penulis tuturkan agar kalangan salafi introspeksi dan melakukan evaluasi diri serta menyadari bahwa telah ada kekeliruan juga dalam diri mereka.

Dalam mengomentari hadits di atas yaitu hadits ke 28 dalam Syarh Al Arbain An Nawawiyah yang bersumber dari Irbad bin Sariyah beliau (Syaikh Al Utsaimin) berkata: “Dan tidak diragukan lagi bahwa madzhab Umat Islam harus bermadzhab salaf bukan beravilial kepada hizb (kelompok) tertentu yang menamakan dirinya dengan ‘SALAFIYYUN’. Yang menjadi keharusan bagi Umat Islam adalah bermadzhab dengan madzhab As Salaf As Shalih bukan berhizbiyah dengan nama ‘SALAFIYUN’. Di sana ada yang namanya Thariqah As Salaf (cara/metode salaf) dan ada juga yang namanya kelompok ‘SALAFIYUN’. Dan yang dituntut adalah mengikuti salaf (bukan beravilial kepada kelompok salafi). Meski demikian, ikhwah Salafiyun merupakan kelompok yang paling dekat dengan kebenaran. Hanya saja permasalahan mereka adalah sama dengan kelompok-kelompok yang lainya; saling menyesatkan satu sama lain, saling membid’ahkan dan saling memfasikkan”.

Wallahu A’lam bis shawab

Abu Hatim, Lc

Catatan kaki

1. Syarh Ushul I’tiqad Ahli Sunnah Wal Jama’ah karya Al Lalikai. Bahkan dalam masalah jihad Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah menjadikan sebagai bentuk tamasya umatnya. Seorang lelaki meminta izin kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم untuk bertamasya. Maka beliau bersabda: “Tamasya umatku adalah jihad di jalan Allah”. (HR. Abu Daud)

2. Anggota Komisi Fatwa Kerajaan Arab Saudi dan kitabnya ditulis sejak delapan belas tahun yang lalu, yaitu pada tahun 1413H

3. Dosen Universitas Islam Madinah dan Direktur Ma’had Ilmi.

Dulunya merupakan teman dekat Syaikh Rabi’ namun akhir-akhir ini beliau kembali kapada jalan yang benar dalam memahami masalah iman dan mengkritik tajam apa yang ditulis Ali Hasan Al Halabi dan Syaikh Rabi yang keduanya terjerumus kepada paham murji’ah. Dalam masalah ini Syaikh Falih mendapat pujian dari Prof. DR. Abdullah bin Abdurrahman Al Jarbu’ ketua Jurusan Akidah Universitas Islam Madinah

4. Isteri Syaikh Albani memilihkan calon Isteri untuknya dan Syaikh Albani yang menyampaikan nasehat dalam pernikahannya



* Sumber : http://annajahsolo.wordpress.com/2010/06/28/perpecahan-kelompok-salafi-mazum/

Lagi keganasan di Mesir

Lagi keganasan di Mesir
Seramai 401 penyokong Mursi yang menyertai protes di Kaherah, kelmarin turut ditahan pihak berkuasa.
KAHERAH - MESIR. Sekurang-kurangnya tujuh maut manakala lebih 250 cedera dalam insiden pertempuran antara pihak berkuasa dan penyokong Presiden Mohammed Mursi di sini yang berlarutan hingga awal pagi semalam.

Dipetik AFP, keadaan dilaporkan menjadi semakin tidak terkawal selepas polis melepaskan gas pemedih mata untuk menyuraikan kumpulan penunjuk perasaan yang menghalang laluan di jambatan 6 Oktober di Kaherah.

Mereka bertindak balas dengan membaling batu hingga menyebabkan keadaan menjadi huru-hara dan protes sama dilaporkan turut berlaku di daerah Giza.

Difahamkan, pertempuran terbaru itu berlaku seminggu selepas lebih 50 penyokong Mursi terkorban akibat tindakan ganas pihak berkuasa di luar ibu pejabat Pengawal Republikan yang dipercayai menjadi lokasi penahanan pemimpin tersebut.

Sementara itu, Duta Amerika Syarikat (AS), Bill Burns yang mengadakan kunjungan selama tiga hari ke Mesir menggesa tentera mengelakkan sebarang penahanan bermotifkan politik berikutan tindakan mereka menahan anggota gerakan Ikhwanul Muslimin sejak minggu lalu.

Dalam satu kenyataan lain, penganjur gerakan kempen Tamarod yang bertanggungjawab melancarkan protes besar-besaran menentang Presiden Mohammed Mursi didakwa menolak peluang untuk bertemu dengan Burns. 

Asal Usul Kota Madrid Berasal dari Sebutan Umat Islam di Andalusia




MADRID - Madrid merupakan ibukota Spanyol. Nama Madrid terkenal di dunia salah satunya karena klub sepakbola ternama Real Madrid yang berbasis di kota ini. Kota ini merupakan kota terbesar ketiga di Eropa setelah London dan Berlin.

Meski diyakini telah ada sejak zaman prasejarah, tak banyak yang tahu, orang yang memberi nama kota terbesar di Spanyol ini orang-orang muslim. Sejarah modern Madrid dibangun oleh Amir Kerajaan Islam Cordoba Muhammad I.

Asal usul nama Madrid berasal dari kata Arab "Al Majrit", yang berarti tempat air memancar, sumber air, atau sumber saluran air (bahasa Arab: المجريط "sumber air"). Disebut 'Al Majrit' dikarenakan dekat istana yang dibangun Muhammad I, terdapat sungai Manzanares, yang disebut umat Islam 'al-Majrīṭ'. Sungai Manzanares menjadi sumber air utama. Kemudian, nama 'al-Majrit' ini pun menjadi ejaan modern setempat sehingga menjadi Madrid.

Saat Amir Cordoba Muhammad I menguasai Madrid, ia membangun benteng pertahanan di sebuah bukit di tepi kiri Sungai Manzanares. Benteng itu sangat kokoh melindungi Kota Madrid yang ekonominya sangat maju kala itu. Disebutkan pula, sang khalifah juga memerintahkan pembangunan sebuah istana kecil di tempat yang sama yang saat ini ditempati oleh Real Palacio. Di sekitar istana tersebut, dibangun benteng kecil, al-Mudayna.

Dalam bibliografi karya Ibnu Hayyan, disebutkan kebanyakan yang menjadi gubernur kota Madrid pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah adalah anggota keluarga Bani Salim dari Berber.

Saat Islam berkuasa, banyak pembangunan yang dilakukan. Perekonomian Madrid makin maju. Meski saat itu Madrid hanya sebuah kota kecil, namun kegiatan ekonomi di kota ini cukup bagus. Misalnya, ada industri pembuatan sepatu bersol gabus, yang semula dikembangkan oleh orang-orang Romawi. juga industri kayu ek.

Di bawah pemerintahan islam, teknik pembuatan sepatu bersol gabus diintensifkan dan didiversifikasi sehingga sepatu bersol gabus menjadi hal umum di Spanyol. Bahkan pada masa itu, sepatu bersol gabus merupakan produk ekspor pokok.

Warisan lain umat islam di kota Madrid adalah penggunaan qanat, yaitu terowongan bawah tanah yang digunakan untuk tujuan irigasi. Di sana, juga di bangun sistem penyediaan air untuk seluruh wilayah kota tersebut. Dengan sumber air yang melimpah, penyediaan air pun bisa merata ke seluruh wilayah. Selain itu, masih banyak yang ditorehkan umat Islam di kota terbesar ketiga di Eropa tersebut. Namun sayangnya, budaya Islam tak bertahan lama dan tak banyak berbekas saat ini.

Saat kekuasaan Islam di Andalusia (Spanyol) melemah, pada 1085, benteng Madrid ditaklukkan oleh Alfonso VI Castilia. Raja Kristen itu pun mengubah masjid-masjid di Madrid menjadi gereja. Pada 1329, Madrid benar-benar berubah menjadi kota kristiani. Dan saat ini, Madrid lebih dikenal sebagai kota sepakbola.

Tokoh Islam dari Madrid

Salah satu tokoh umat Islam yang menonjol dari Madrid adalah seorang ilmuwan bernama Maslamah Ibnu Ahmad Al Majriti. Nama aslinya adalah Abul Qasim Maslamah Bin Ahmad Al-Majriti. Disebut Al Majriti karena ia dilahirkan di Madrid, Spanyol. Ilmuwan muslim ini meninggal sekitar tahun 1007 atau 1008 Masehi.

Menurut cendekiawan barat EJ Holmyard, Al Majriti merupakan ilmuwan Muslim Spayol yang cemerlang pada masa Khalifah Al-Hakam II. Tak hanya satu bidang pengetahuan yang ia kuasai, ia merupakan Kimiawan sekaligus Astronom, Matematikawan bahkan ulama besar dari Andalusia.

Al Majriti juga merupakan ahli matematika terbaik menurut banyak sarjana. Ia adalah kepala ahli matematika dan astronomi. Namanya semakin terkenal karena keahliannya dalam ilmu waris.

Keahliannya dalam matematika dan astronomi, diwujudkannya dengan mengenalkan tabel astronomi karya Al-Khawarizmi ke dunia barat (Kristen). Al-Majriti memiliki risalah yang berjudul Al-Mutamalat. Dalam kitabnya berbagai macam cabang pengetahuan, ia persembahkan seperti halnya penerapan matematika dalam penjualan dan pejaka, operasi geometri, aljabar dan ilmu hitung lainnya.

Risalah lainnya dalam bidang astronomi sudah diterjemahkan kedalam bahasa Latin oleh Joan Hispalensis dan John dari Sevilla. Pada tahun 979 M, setelah melakukan observasi astronomi, ia merevisi tabel astronomi karya Al-Khawarizmi. Pada paruh pertama abad XII, ada empat ilmuwan non-muslim yang sudah menerjemahkan berbagai risalah para Ilmuwan Muslim, termasuk kitab-kitab ilmuwan Muslim revisi Al-Majriti, yaitu Adelard dari Bath, Hermann The Dalmatian, Robert dari Chester, dan Plato dari Tivolli.

Al Majriti juga menorehkan prestasi dalam bidang Kimia. Dua risalah kimia yang berjudul Rutbat Al-Hakim dan Ghayat Al-Hakim adalah bukti kecerdasannya.

Al Majriti juga dikenal sebagai orang pertama yang membuktikan prinsip kekekalan massa yang ia tulis dalam kitab Rutbat al Hakim. Jauh sebelum Iimuwan non-Muslim yang bernama Lavoisier dari Prancis yang dianggap sebagai penemu prinsip kekekalan massa.

sumber: muslimdaily.net

La'nat Allah atas tentara kafir siam!!



Gambar ini adalah jenazah dari salah seorang guru sekolah dari Raman, Yala, Pattani Darussalam yang sedang hamil 7 bulan. Beliau dibunuh oleh tentara kafir Thailand minggu lalu ketika sedang pulang ke rumahnya.

Di tengah bungkamnya suara dari media-media dan ketidakpedulian kaum muslimin terhadap penderitaan saudaranya sendiri di Patani, tentara kafir penjajah Thai dengan sekuat tenaga berusaha untuk mencabut Islam sampai ke akar-akarnya dari bumi Patani Darussalam. Mereka tidak segan untuk membunuh ulama-ulama dan guru-guru yang menjadi rujukan hal-hal keagamaan bagi kaum muslimin disana.

Hal ini masih ditambah dengan berbagai pembantaian dan penjajahan yang terus mereka lakukan terhadap kaum muslimin Patani, baik terhadap laki-laki, wanita, maupun anak-anak tanpa kecuali. Semua ini dilakukan di balik topeng demokrasi dan HAM.

Maka bangkitlah wahai kaum muslimin, karena hanya melalui jihad lah tembok kehinaan dan penindasan ini dapat dihancurkan.

sumber: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1395170117361291&set=a.1376906272521009.1073741825.100006049476009&type=1&relevant_count=1
 

Demokrasi di tengah dinamika Jihad Global


Membincangkan demokrasi menjelang pemilu selalu menarik. Tapi seusai pemilu, tema demokrasi kembali dilupakan. Daya tarik demokrasi terletak pada tawaran-tawaran yang diberikan kepada para “pemeluknya”. Dengan tawaran ini, demokrasi mampu mengambil hati para islamis sehingga mereka begitu setia membelanya. Demokrasi berubah menjadi semacam keyakinan yang harus diperjuangkan dengan segenap jiwa dan raga. Seorang muslim kemudian memiliki aqidah atau kesetiaan ganda; kepada Islam dan kepada Demokrasi.

Demokrasi memiliki wilayah kerja yang luas. Bukan semata ranah politik, tapi juga ekonomi, konsep berpikir, keyakinan, hukum, dan sosial kemasyarakatan. Oleh karenanya, Demokrasi cukup syarat untuk disebut agama, atau setidaknya ideologi. Banyak hal yang kontradiktif antara prinsip Demokrasi dengan prinsip Islam.

Seorang muslim tak bisa memiliki keyakinan dan pembelaan ganda; Islam sekaligus Demokrasi. Sebab kontadiksi yang terjadi bersifat tadhad (tidak bisa dikompromikan) seperti kontadiksi antara gerak dengan diam. Sesuatu hanya bisa disebut gerak atau diam. Tak mungkin disebut gerak diam.

Tapi bagaimana dengan memanfaatkannya tanpa meyakininya? Apalagi memanfaatkannya untuk kepentingan Islam dan umat Islam, bukan menjadikannya sebagai keyakinan dan ideologi. Bisakah?

Khilafah, antara ilusi dan fakta

Demokrasi menawarkan kekuasaan, uang, dan status sosial bagi para pemainnya. Sementara bagi kalangan rakyat, Demokrasi menawarkan kebebasan berpendapat, perlindungan terhadap HAM, kesetaraan gender, keadilan untuk semua, kemakmuran, kemajemukan dan seterusnya. Dan yang paling menarik bagi kalangan Islamis; pencangkokan syariat Islam dalam sistem Demokrasi. Bahkan konsep khilafah dianggap bisa diperjuangkan melalui wahana Demokrasi – setidaknya dilobykan atau ditawarkan kepada para penguasa sistem Demokrasi.

Dalam kalkulasi para pengusung term khilafah, jika kita mampu menyampaikan “tawaran” yang lebih menarik dibanding Demokrasi, para penguasa Demokrasi akan dengan sukarela membuang sistem yang telah menghantarkannya kepada kekuasaan tersebut dengan sistem baru; Khilafah. Semudah itukah pemeluk demokrasi membuang sesuatu yang dia terikat “hutang budi” kepadanya karena telah berjasa menghantarkannya kepada kekuasaan, memberinya kekayaan, pengaruh dan status sosial yang tinggi? Benarkah term khilafah bisa memberikan tawaran yang lebih menarik kepada para “hamba Demokrasi” tanpa mengaitkannya dengan konsep tauhid dan iman?

Sejujurnya, konsep khilafah tidak menarik bagi kalangan yang sudah begitu menghayati aqidah Demokrasi. Sebab khilafah mabda’nya adalah tauhid dan iman, bukan tawaran kemakmurannya, obat segala penyakitnya dan seterusnya yang semuanya bernuansa duniawi. Khilafah semestinya dibawa terlebih dahulu ke dalam ranah tauhid, iman dan aqidah, sebelum pada ranah khasiatnya. Dalam khilafah akan ada konsep kafir harbi dan kafir dzimmi. Konsep ini hanya bisa dipahami dan dihayati oleh mereka yang meleburkan dirinya sepenuh hati ke dalam konsep tauhid, iman dan aqidah Islam. Jika tidak, konsep ini hanya akan menjadi bahan olok-olokan.

Mereka akan bilang bahwa konsep kafir harbi dan kafir dzimmi adalah aqidah kaum fundamentalis, militan dan teroris. Konsep itu sudah usang tidak lagi relevan dengan dinamika jaman. Konsep itu tidak mewadahi kebhinekaan. Maka, jika disebut teroris saja masih takut, omong kosong menawarkan term khilafah ke sana kemari. Kecuali jika khilafah yang kita tawarkan adalah konsep yang terpasung, terkebiri dan tidak orisinil. Khilafah yang menegasikan konsep kafir dzimmi dan kafir harbi, jizyah, jihad ofensif, hukum rajam, hukum potong tangan dan seterusnya.

Bila belum apa-apa sudah menawarkan bahwa Khilafah justru membawa persatuan, menghargai kemajemukan, menghormati pemeluk agama lain, lebih menghargai HAM, menjamin kesetaraan gender, memerangi kemiskinan dan seterusnya, lalu kapan bisa menjelaskan konsep kafir dzimmi dan kafir harbi secara orisinil? Bukankah akan menghasilkan pertanyaan kritis yang tiada akhir? Sesuatu jika entrypoint-nya sudah salah, akan melahirkan mata rantai kesalahan dan tasahul (permisif) laksana bola salju yang menggelinding; makin jauh makin besar!

Partai Politik Islam; Solusi?

Pada sisi yang lain, aktifis Islam banyak yang terkesima dengan argumen yang sangat populer: kalau kita tidak mengisi ruang yang disediakan Demokrasi, akan diisi oleh pihak lain yang justru merugikan umat Islam. Berangkat dari dalil ini, lahirlah partai politik Islam yang mengusung misi mulia: mengisi ruang yang disediakan Demokrasi demi kemaslahatan umat Islam.

Argumen ini memiliki sekian persen kebenaran, tapi juga mengandung lebih banyak kesalahan. Argumen ini benar jika kalimat ‘kemaslahatan umat Islam’ itu hanya dibawa pada konteks duniawi. Tapi untuk konteks ukhrawi, hanya sedikit sekali kemaslahatan umat yang bisa diraih, itupun sejatinya tidak harus dengan partai politik Islam.

Namun bila ‘kemaslahatan umat Islam’ diukur dengan konteks ukhrawi (aqidah dan iman) umat Islam hanya mendapatkan pepesan kosong. Sebab maslahat iman terkait dengan konsep tauhid yang tak mungkin diselaraskan dengan Demokrasi. Misalnya keharusan berhukum dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah saja, kemaslahatan ini tak mungkin diraih dengan Demokrasi. Kemaslahatan yang bisa diraih hanya yang masih bisa matching dengan asas Demokrasi, seperti ekonomi Islam, busana muslim dan sejenisnya.

Sebagai contoh, sejumlah negara Timur Tengah diijinkan oleh Demokrasi untuk mencantumkan diktum dalam undang-undang dasar mereka bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sumber utama konstitusi negara. Kalimat ini merupakan win-win solution antara Demokrasi dengan Islam. Kalimat sumber utama mengesankan penghargaan yang tinggi Demokrasi terhadap Islam, karena mayoritas penduduk beragama Islam. Ia mau ‘ngalah’ dengan memberi tempat utama kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sementara sumber-sumber hukum lain hanya bersifat numpang, asalkan tidak ditinggal sama sekali. Inilah puncak ‘baik hati’ Demokrasi terhadap Islam. Jika Islam meminta lebih dari itu, yaitu diktum yang bernuansa tauhid yang murni: Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah satu-satunya sumber hukum negara, Demokrasi akan menjelma menjadi koalisi internasional dengan bala tentara yang bersenjata lengkap untuk melumat Islam – jika mereka mampu. Demokrasi akan mempertahankan harga dirinya dengan segenap bala tentara, senjata dan dana!

Saya berimajinasi, seandainya partai politik Islam di Indonesia berhasil menggoalkan diktum Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sumber utama hukum negara, pasti para aktivis partai Islam akan memamerkan prestasinya itu untuk mengatakan; lihatlah, kami berhasil membela Islam melalui partai politik. Tapi di sisi lain, saya berani bertaruh dengan sangat yakin, sampai seratus bahkan seribu tahun ke depan partai politik Islam di Indonesia tidak akan pernah berhasil menggoalkan diktum tersebut.

Keyakinan saya dilandasi tantangan berikut: Tolong tunjukkan kepada saya mana partai politik Islam di Indonesia yang memiliki agenda itu! Ada hadiah menggiurkan bagi yang berhasil menunjukkan bukti. Kalau terpikir atau teragendakan saja tidak, lalu atas alasan apa kita masih berharap kepada partai politik Islam? Padahal diktum itu masih belum tauhid, masih syirik, karena masih memberi ruang bagi hukum selain hukum Allah. Diktum yang seremeh itu tak terpikir, bagaimana dengan diktum tauhid?

Arena pertarungan yang disediakan oleh Demokrasi – yang dengan indah dinamakan Pesta Demokrasi – merupakan arena kekalahan buat Islam dan umat Islam. Tidak perlu banyak teori, umat Islam pasti kalah. Kekalahan yang dimaksud bukan kalah dalam meraup suara pemilih, tapi kalah dalam membela tauhid dan iman – sesuatu yang jauh lebih esensial dibanding sekedar suara.

Kembali ke Habitat

Sementara jika kita melongok ke dunia lain – nun jauh di sana, di Afghanistan, Iraq, dan Somalia sebagai contoh – sedang terjadi pertarungan yang dahsyat antara tauhid melawan syirik. Dan menariknya, sejauh ini mereka menapaki hasil-hasil yang pasti, meski dengan jalan yang tampak terjal.

Mereka – yang dengan indah bergelar mujahidin, atau musuh tahunya gelar teroris – sedang berjibaku memastikan tauhid menjadi pemenang tunggal di tanah negeri mereka masing-masing. Perjuangan mengusung tauhid, iman, dan syariat Islam tak bisa jauh dari habitat aslinya; jihad fi sabilillah. Atau dalam babak yang lebih awal, habitatnya adalah dakwah yang orisinil, yang menyampaikan al-haqq sesuai kadarnya, bukan dikurangi prosentasenya.

Penghayatan pertarungan ini penting, agar kita mampu menggenggam erat tauhid, dan memperjuangkannya dengan cara tauhid. Mustahil kita bisa memenangkan tauhid jika cara memperjuangkannya mengadopsi Demokrasi. Ini bermakna jalan yang tidak lurus, ada pembelokan tiba-tiba di tengah jalan. Bukan shiratal mustaqim, tapi jalan yang penuh lubang jebakan yang menganga lebar.

Kecuali jika kita sepakat untuk tidak menjadi idealis, alias pragmatis. Perjuangan yang ala kadarnya, yang penting tampak berjuang. Yang penting bisa memamerkan potret diri kita yang sedang mengepalkan tinju dengan teriakan lantang untuk membela Islam, tapi hanya indah dalam potret, bukan di alam nyata. Sesuatu yang lebih bersifat basa-basi. Padahal rokok Sampoerna A saja punya jargon: Bukan basa basi !

Soal hasil itu nomor kesekian. Soal menangnya tauhid itu nanti, entah kapan. Toh yang dituntut umat Islam adalah terbukanya lapangan pekerjaan, pendidikan murah, hilangnya korupsi, turunnya harga komoditas dan seterusnya. Mereka tidak menuntut tegaknya tauhid, buat apa kita meneriakkannya? Bukankah kita sekedar menampung aspirasi umat, rakyat dan konstituen? Inilah racun Demokrasi yang mematikan.

Walhasil, partai politik Islam hanya bekerja mencari ridha konstituen, bukan mencari ridha Allah. Bekerja terbiasa berdasarkan pesanan. Berkawan berdasarkan kalkulasi dunia. Itulah lubang jebakan Demokrasi yang ternyata lebih banyak dari yang kita duga.

Sementara mujahidin di Afghan, mereka dengan gagah perkasa melawan super power tunggal dunia. Mereka tidak banyak. Senjatanya juga ala kadarnya. Konstituen mereka adalah gua-gua, gunung-gunung, sungai, dan bebatuan. Tapi mereka kokoh laksana batu karang. Tampilannya sangat jantan, seperti singa yang siap menerkam. Menginspirasi perlawanan. Membangkitkan andrenalin.

Beban yang bernama tauhid sungguh berat. Hanya orang-orang yang ditempa dengan andrenalin yang sanggup mengusungnya. Hanya para lelaki pemberani yang bisa menjaganya.

Ketika kita menelusuri kenapa masih ada unsur umat Islam yang masih mempercayakan nasibnya kepada Demokrasi, jawabannya terpulang kepada kalimat; pragmatis. Sebab Demokrasi memang tak bisa dipungkiri bisa menghasilkan agenda-agenda keislaman tertentu. Tapi jika kacamata yang digunakan adalah kalimat idealis, jalan yang ditempuh menjadi terasa sia-sia dan fatamorgana. Sebab Demokrasi tak akan bisa melahirkan hasil-hasil yang idealis. Bukan alat yang tepat untuk menghasilkan tauhid, iman, apalagi jihad.

Dinamika Jihad Global

Perlawanan yang dilakukan mujahidin global banyak menginspirasi dunia Islam. Para pemuda bergairah membaca kisah-kisah kepahlawanan mereka. Suatu uswah hasanah yang bagus untuk membesarkan anak-anak kita.

Kini mereka telah memiliki kantong-kantong aman. Pusatnya di lembah-lembah tak bertuan di perbatasan Pakistan-Afghanistan. Kemudian di gurun Iraq, dan Somalia yang gersang. Ibukota tauhid ada di sana. Al-Qur’an dan As-Sunnah dijunjung tinggi di sana. Tak ada tangan-tangan kafir yang mampu menjamahnya. Bahkan mereka telah memproklamirkan khilafah dalam lingkup yang mereka kuasai. Tinggal menunggu dukungan para pengusung term khilafah di belahan dunia yang lain.

Mereka memproduksi mujahid yang siap diekspor ke seluruh dunia. Dan memang begitulah sunnatullah kemenangan Islam pada zaman Rasulullah saw. Bermula dari kantong yang kecil tapi tauhid merdeka di situ – Madinah. Kemudian menyebar dan menaklukkan wilayah sekelilingnya sedikit demi sedikit, yang pada zaman Umar bin Khattab sudah menjelma menjadi imperium raksasa yang kuat. Beginilah sunnatullah tegaknya khilafah. Bukan dengan menjual terminologinya, tapi menyimpan tauhidnya. Menawarkan kosa katanya, tapi mengabaikan jihadnya.

Ketika Amerika si penguasa dunia sudah di ambang kehancuran dikalahkan oleh mujahidin global, padahal dari sana Demokrasi dikendalikan, atas alasan apa kita sebagai umat Islam masih menggunakan Demokrasi? Masih butakah terhadap realitas dinamika jihad global yang demikian cepat berlari? Masih asyik bermain-main dengan Demokrasi, untuk apa?

Demokrasi hanya menawarkan fatamorgana. Permainannya bersifat la’ibun wa lahwun. Permainan anak-anak kecil yang sama sekali belum dewasa. Usia memang sudah tua, tapi tingkahnya tak berbeda dengan anak-anak yang rebutan mainan.

Tak lama lagi kita akan menyaksikan pria-pria dengan topi khas Afghan, dengan baju khas Afghan, lalu lalang di jalan-jalan kota Roma dengan menenteng senapan AK 47 yang legendaris itu. Mereka sedang berpatroli mengamankan kota setelah menaklukkannya. Ya, jangan salah baca; menaklukkannya. Ini adalah salah satu nubuwat akhir zaman, yang jalan ke arah sana sudah makin terbuka.

Hari gene, masih sibuk dengan Demokrasi? Fatamorgana !

Hari gene, masih sibuk menjajakan Khilafah tanpa menenteng AK 47 ? Omong kosong ! .

(Daulah Khilafah Islamiyyah/elhakimi.wordpress/arrahmah.com)
 

amal yang dapat memasukkanku ke dalam syurga dan menjauhkanku dari neraka

Mu’adz bin Jabal berkata, Aku berkata: “Wahai Rosululloh, beritahukan kepadaku tentang suatu amal yang dapat memasukkanku ke dalam syurga dan menjauhkanku dari neraka.” Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam menjawab, “Engkau bertanya tentang perkara besar. Namun sesungguhnya ia mudah bagi orang-orang yang dimudahkan oleh Alloh subhanahu wa ta’ala. Sembahlah Alloh dan jangan menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, kerjakanlah sholat, keluarkanlah zakat, berpuasalah pada bulan Romadhon dan tunaikanlah ibadah haji ke Baitulloh.”

Kemudian beliau bersabda, “Inginkah engkau kuberi petunjuk akan pintu-pintu kebaikan? Puasa; sebagai perisai, sedekah; sebagai amal yang menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api, dan sholatnya seseorang di tengah malam.” Kemudian beliau membaca ayat di surah as-Sajadah: 16, “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a pada Tuhannya dengan harap-harap cemas, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka.”

Kemudian beliau bersabda, “Maukah engkau kuberitahu tentang pokok urusan, tiang dan mahkotanya? Saya menjawab, “Mau, wahai Rosululloh.” Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pokok urusan adalah Islam, tiangnya adalah sholat, dan mahkotanya adalah jihad.”

Kemudian beliau bersabda, “Maukah engkau kuberitahu kunci dari semua perkara itu?” Saya menjawab, “Mau, wahai Rosululloh.” Beliau lalu memegang lidahnya dan bersabda, “Jagalah ini.” Saya berkata, “Wahai Nabi Alloh, adakah kita dihisab atas apa yang kita katakan?” Beliau bersabda, “Semoga kau selamat. Bukankah tidak ada yang menjerumuskan ke dalam neraka selain buah dari ucapannnya?”

(Diriwayatkan oleh Tirmidzi, dan ia berkata, “Hadist ini hasan lagi shohih.”)
 

Sesungguhnya, orang berpikiran jeli manapun di muka bumi ini tidak akan menemukan cara untuk membebaskan diri dari ajaran khurafat, ajaran jabriyah, ajaran bidah, ghonushiyah shufiyah, selain dengan jihad.



Orang orang yang menawarkan metode mentarbiyah masyarakat dengan nilai-nilai keislaman hingga jumlah kaum muslimin menjadi banyak, tanpa mengajarkan keterampilan bertempur dan perang, tujuan utamanya hanya membentuk para diplomat dan pemikir politik ulung, yang rajin puasa di siang hari dan sholat di malam hari, atau melahirkan para penghafal Quran dan hadits, mereka ini posisinya di tengah dua kelompok ekstrim, yaitu sufi-salafi dan ikhwani, maka bukanlah hal yang susah bagi thoghut untuk membentuk tim beranggotakan 100 orang lengkap dengan senjata dan kekuatan militer lantas mereka serang para ulama, mereka rusak para pemikir ulung, dan mereka hancurkan tempat-tempat ibadah dan masjid para ahli ibadah.

Sesungguhnya, orang berpikiran jeli manapun di muka bumi ini tidak akan menemukan cara untuk membebaskan diri dari ajaran khurafat, ajaran jabriyah, ajaran bidah, ghonushiyah shufiyah, selain dengan jihad.

[Syaikh Faris bin Ahmad Alu Syuwail Az Zahroni alias Abu Jandal Al Azdi]

WAHABI YANG ASLI SESAT MENYESATKAN

Bacalah dengan lengkap dan seksama agar mengtahui fakta di balik istilah wahabi...

WAHABI YANG ASLI SESAT MENYESATKAN
Wahhabi Yang Asli Tulen, Sesat Menyesatkan
INILAH WAHHABI SESUNGGUHNYA…!!

Wajib diketahui oleh setiap kaum Musimin dimanapun mereka berada bahwasanya firqoh Wahabi adalah Firqoh yang sesat, yang ajarannya sangat berbahaya bahkan wajib untuk dihancurkan. Tentu hal ini membuat kita bertanya-tanya, mungkin bagi mereka yang PRO akan merasa marah dan sangat tidak setuju, dan yang KONTRA mungkin akan tertawa sepuas-puasnya.. Maka siapakah sebenarnya Wahabi ini??

Bagaimanakah sejarah penamaan mereka??
Marilah kita simak dialog Ilmiah yang sangat menarik antara Syaikh Muhammad bin Sa’ad Asy Syuwai’ir dengan para masyaikh/dosen-dosen disuatu Universitas Islam di Maroko

Salah seorang Dosen itu berkata: “Sungguh hati kami sangat mencintai Kerajaan Saudi Arabia, demikian pula dengan jiwa-jiwa dan hati-hati kaum muslimin sangat condong kepadanya,dimana setiap kaum muslimin sangat ingin pergi kesana, bahkan antara kami dengan kalian sangat dekat jaraknya. Namun sayang, kalian berada diatas suatu Madzhab, yang kalau kalian tinggalkan tentu akan lebih baik, yaitu Madzhab Wahabi.”

Kemudian Asy Syaikh dengan tenangnya menjawab: “Sungguh banyak pengetahuan yang keliru yang melekat dalam pikiran manusia, yang mana pengetahuan tersebut bukan diambil dari sumber-sumber yang terpercaya, dan mungkin kalian pun mendapat khabar-khabar yang tidak tepat dalam hal ini.

Baiklah, agar pemahaman kita bersatu, maka saya minta kepada kalian dalam diskusi ini agar mengeluarkan argumen-argumen yang diambil dari sumber-sumber yang terpercaya,dan saya rasa di Universitas ini terdapat Perpustakaan yang menyediakan kitab-kitab sejarah islam terpercaya. Dan juga hendaknya kita semaksimal mungkin untuk menjauhi sifat Fanatisme dan Emosional.”

Dosen itu berkata : “saya setuju denganmu, dan biarkanlah para Masyaikh yang ada dihadapan kita menjadi saksi dan hakim diantara kita.”

Asy Syaikh berkata : “saya terima, Setelah bertawakal kepada Allah, saya persilahkan kepada anda untuk melontarkan masalah sebagai pembuka diskusi kita ini.”

Dosen itu pun berkata :
“Baiklah kita ambil satu contoh, ada sebuah fatwa yang menyatakan bahwa firqoh wahabi adalah Firqoh yang sesat. Disebutkan dalam kitab Al-Mi’yar yang ditulis oleh Al Imam Al-Wansyarisi, beliau menyebutkan bahwa Al-Imam Al-Lakhmi pernah ditanya tentang suatu negeri yang disitu orang-orang Wahabiyyun membangun sebuah masjid, “Bolehkan kita Sholat di Masiid yang dibangun olehorang-orang wahabi itu ??” maka Imam Al-Lakhmi pun menjawab: “Firqoh Wahabiyyah adalah firqoh yang sesat, yang masjidnya wajib untuk dihancurkan, karena mereka telah menyelisihi kepada jalannya kaum mu’minin, dan telah membuat bid’ah yang sesat dan wajib bagi kaum muslimin untuk mengusir mereka dari negeri-negeri kaum muslimin “.

(wajib kita ketahui bahwa Imam Al-Wansyarisi dan Imam Al-Lakhmi adalah ulama ahlusunnah)

Dosen itu berkata lagi : “Saya rasa kita sudah sepakat akan hal ini, bahwa tindakan kalian adalah salah selama ini,”

Kemudian Asy Syaikh menjawab : ”Tunggu dulu..!! kita belum sepakat, lagipula diskusi kita ini baru dimulai, dan perlu anda ketahui bahwasannya sangat banyak fatwa yang seperti ini yang dikeluarkan oleh para ulama sebelum dan sesudah Al-Lakhmi, untuk itu tolong anda sebutkan terlebih dahulu kitab yang menjadi rujukan kalian itu !”

Dosen itu berkata: ”Anda ingin saya membacakannya dari fatwanya saja, atau saya mulai dari sampulnya ??”

Asy Syaikh menjawab: ”Dari sampul luarnya saja.”

Dosen itu kemudian mengambil kitabnya dan membacakannya: ”Namanya adalah Kitab Al-Mi’yar, yang dikarang oleh Ahmad bin Muhammad Al-Wansyarisi. Wafat pada tahun 914 H di kota Fas, di Maroko.”

Kemudian Asy Syaikh berkata kepada salah seorang penulis di sebelahnya: “Wahai syaikh, tolong catat baik- baik, bahwa Imam Al-Wansyarisi wafat pada tahun 914 H. Kemudian bisakah anda menghadirkan biografi Imam Al- Lakhmi??”
Dosen itu berkata: “Ya.”

Kemudian dia berdiri menuju salah satu rak perpustakaan, lalu dia membawakan satu juz dari salah satu kitab-kitab yang mengumpulkan biografi ulama. Didalam kitab tersebut terdapat biografi Ali bin Muhammad Al-Lakhmi, seorang Mufti Andalusia dan Afrika Utara.

Kemudian Asy Syaikh berkata : “Kapan beliau wafat?”

Yang membaca kitab menjawab: “Beliau wafat pada tahun 478 H“

Asy Syaikh berkata kepada seorang penulis tadi: “Wahai syaikh tolong dicatat tahun wafatnya Syaikh Al-Lakhmi” kemudian ditulis.

Lalu dengan tegasnya Asy Syaikh berkata : “Wahai para masyaikh….!!! Saya ingin bertanya kepada antum semua …!!! Apakah mungkin ada ulama yang memfatwakan tentang kesesatan suatu kelompok yang belum datang (lahir) ???? kecuali kalau dapat wahyu????”

Mereka semua menjawab : “Tentu tidak mungkin, Tolong perjelas lagi maksud anda !”
Asy syaikh berkata lagi : “Bukankah wahabi yang kalian anggap sesat itu adalah dakwahnya yang dibawa dan dibangun oleh Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab????”
Mereka berkata : “Siapa lagi???”

Asy Syaikh berkata: “Coba tolong perhatikan..!!! Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab lahir pada tahun 1115 H dan wafat pada tahun 1206 H, …

Nah, ketika Al-Imam Al-Lakhmi berfatwa seperi itu, jauh RATUSAN TAHUN lamanya sebelum syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab lahir..bahkan sampai 22 generasi ke atas dari beliau sama belum ada yang lahir..apalagi berdakwah..
KAIF ??? GIMANA INI???” (Merekapun terdiam beberapa saat..)

Kemudian mereka berkata: “Lalu sebenarnya siapa yang dimaksud Wahabi oleh Imam Al-Lakhmi tersebut ?? mohon dielaskan dengan dalil yang memuaskan, kami ingin mengetahui yang sebenarnya !”

Asy Syaikh pun menjawab dengan tenang : “Apakah anda memiliki kitab Al-Firaq Fii Syimal Afriqiya, yang ditulis oleh Al-Faradbil, seorang kebangsaan Francis ?”
Dosen itu berkata: “Ya ini ada”

Asy Syaikh pun berkata : “Coba tolong buka di huruf “wau” .. maka dibukalah huruf tersebut dan munculah sebuah judul yang tertulis “Wahabiyyah“

Kemudian Asy Syaikh menyuruh kepada Dosen itu untuk membacakan tentang biografi firqoh wahabiyyah itu.

Dosen itu pun membacakannya: ”Wahabi atau Wahabiyyah adalah sebuah sekte KHOWARIJ ABADHIYYAH yang dicetuskan oleh Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum Al-Khoriji Al-Abadhi, Orang ini telah banyak menghapus Syari’at Islam, dia menghapus kewajiban menunaikan ibadah haji dan telah terjadi peperangan antara dia dengan beberapa orang yang menentangnya. Dia wafat pada tahun 197 H di kota Thorat di Afrika Utara. Penulis mengatakan bahwa firqoh ini dinamai dengan nama pendirinya, dikarenakan memunculkan banyak perubahan dan dan keyakinan dalam madzhabnya. Mereka sangat membenci Ahlussunnah.

Setelah Dosen itu membacakan kitabnya Asy Syaikh berkata : “Inilah Wahabi yang dimaksud oleh imam Al-Lakhmi, inilah wahabi yang telah memecah belah kaum muslimin dan merekalah yang difatwakan oleh para ulama Andalusia dan Afrika Utara sebagaimana yang telah kalian dapati sendiri dari kitab-kitab yang kalian miliki. Adapun Dakwah yang dibawa oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang didukung oleh Al-Imam Muhammad bin Su’ud-Rahimuhumallah-, maka dia bertentangan dengan amalan dakwah Khowarij, karena dakwah beliau ini tegak diatas kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih, dan beliau menjauhkan semua yang bertentangan dengan keduanya, mereka mendakwahkah tauhid, melarang berbuat syirik, mengajak umat kepada Sunnah dan menjauhinya kepada bid ’ah, dan ini merupakan Manhaj Dakwahnya para Nabi dan Rasul.

Syubhat yang tersebar dinegeri-negeri Islam ini dipropagandakan oleh musuh- musuh islam dan kaum muslimin dari kalangan penjajah dan selain mereka agar terjadi perpecahan dalam barisan kaum muslimin.

Sesungguhnya telah diketahui bahwa dulu para penjajah menguasai kebanyakan negeri-negeri islam pada waktu itu,dan saat itu adalah puncak dari kekuatan mereka. Dan mereka tahu betul kenyataan pada perang salib bahwa musuh utama mereka adalah kaum muslimin yang bebas dari noda yang pada waktu itu menamakan dirinya dengan Salafiyyah. Belakangan mereka mendapatkan sebuah pakaian siap pakai, maka mereka langsung menggunakan pakaian dakwah ini untuk membuat manusia lari darinya dan memecah belah diantara kaum muslimin, karena yang menjadi moto mereka adalah “PECAH BELAHLAH MEREKA, NISCAYA KAMU AKAN MEMIMPIN MEREKA ”

Sholahuddin Al-Ayubi tidaklah mengusir mereka keluar dari negeri Syam secara sempurna kecuali setelah berakhirnya daulah Fathimiyyah Al-Ubaidiyyin di Mesir, kemudian
beliau (Sholahuddin mendatangkan para ulama ahlusunnah dari Syam lalu mengutus mereka ke negeri Mesir, sehingga berubahlah negeri mesir dari aqidah Syiah Bathiniyyah menuju kepada Aqidah Ahlusunnah yang terang dalam hal dalil, amalan dan keyakinan.

(silahkan lihat kitab Al Kamil Oleh Ibnu Atsir)

*Chery Filosofis
 

JIHAD TIDAK AKAN PERNAH BISA DI HENTIKAN !!!!!




Wahai manusia! Jihad senantiasa ada, tak akan bisa dihentikan oleh orang jahat!

MimbarAlQalam – Sekencang-kencang nya badai pasti kan reda juga, Tapi angin Jihad akan terus bertiup hingga akhir zaman.

“Jihad akan tetap berjalan sejak Alloh mengutusku hingga umatku yang terakhir memerangi Dajjal, ia tidak akan dihentikan oleh kejahatan orang jahat ataupaun keadilan orang adil.” (HR. Abu Daud)

Ketahuilah ya ikhwah, sesungguhnya perjuangan untuk menegakan kalimatullah ini akan terus berlangsung hingga akhir zaman. Dan tidak satupun yang dapat menghentikan perjalanan jihad ini hingga datang ketentuan dari Alloh subhanahu wa ta'ala.

“…Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia…” [Al-Hadid 25]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Bahwa tegak nya agama ini dengan dua hal, yakni Al-Quran sebagai petunjuk dan pedang sebagai penopang”. (Al-Fatawa 35/36)

Sungguh, bahwa kebenaran pasti tegak walau harus menunggu penantian yang panjang, dan kebathilan pasti lenyap walau direncanakan sedemikian rupa. Ketahuilah bahwa para thaghut la’natullah telah nyata menindas kaum yang beriman dan menawan serta membunuh mereka semua, kita pun tahu apa yang terjadi di belahan bumi di timur tengah, bahwa bencana besar telah menimpa kaum muslimin, dengan masuknya anjing anjing romawi dan yahudi juga di bantu oleh jongos-jongosnya yang murtad untuk menyerbu tanah kaum muslimin, mengambil hak-hak mereka, merampas kehormatan para ummahat dan muslimah di sana. dan menumpahkan darah ratusan ribu kaum muslimin.

Sungguh ini adalah bencana yang sangat besar…
Lalu apa solusi nya..?

Pertama kita dapat perhatikan, orang-orang yang kebingungan mencari keadilan ke PBB, bagaimana mereka bisa minta keadilan kepada PBB padahal negara-negara PBB lah yang telah bertanggung jawab atas kejadian ini. Dan Negara-negara yang memusuhi agama Allah lah yang memegang keputusan di PBB. oleh karena itu meminta keadilan di PBB tidak akan membawakan hasil melainkan kehancuran…

JIHAD adalah solusi

“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” [QS. Al Anfal :39].

Sungguh Allah ta’ala telah mensyari’atkan Jihad untuk kaum muslimin agar segala bentuk fitnah lenyap. dan agama ini hanya untuk Allah.

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al Hadid: 25)

Dalam ayat ini {Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia} Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan bahwa besi yang di maksud adalah SENJATA atau SILAH, untuk memerangi orang-orang yang menentang Allah dan rasul nya, untuk di hunuskan kepada siapapun yang mengusik kaum muslimin. (Lihat dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir bersinggungan dengan ayat tersebut)

Ketahuilah bahwa agama Allah akan senantiasa tegak, dan di tegakan oleh orang-orang yang beriman lagi istiqomah (Shiddiq) dalam penegakan dien ini.

“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu, ‘Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah!’ kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS at‑Taubah, 9: 38‑39)

Inilah ancaman langsung Dari Allah ta’ala bagi orang yang meninggalkan jihad, mereka akan di ganti oleh kaum yang lain… (dan ditimpa malapetaka di dunia dan akhirat)

Sungguh oranmg-orang yang berperang demi tegaknya dien islam ini akan terus berlangsung hingga hari kiamat, dan tidak ada satu orang pun yang dapat mencegah nya kecuali telah datang ketentuan dari Allah.

Di dalam Shohih Bukhori dan Muslim, serta kitab hadits lain, yang redaksinya melalui Imam Muslim, bahwa Jabir bin Abdulloh, dari Nabi Shallallohu alaihi wasallam bersabda,
(لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى اْلحَقِّ ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ) “Akan selalu ada satu kelompok dari umatku yang berperang di atas kebenaran, mereka menang, hingga hari kiamat tiba.” Dalam lafadz Bukhori disebutkan, (لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ) “Tidak akan terpengaruh oleh orang yang melemahkan semangat dan menyelisihi mereka.”

Dalam lafadz Imam Ahmad: “Mereka tidak mempedulikan orang yang menyelisihi dan melemahkan semangat mereka.”

*Abu Mujahid
 

Bom: 3 renjer cedera di Yala, Narathiwat



BANGKOK - Keganasan di selatan Thailand semakin berterusan dan dalam kejadian hari ini tiga anggota renjer Thailand cedera dalam dua kejadian letupan bom berasingan.

Kejadian pertama di Kampung Sanambin, Daerah Benangsetar, Wilayah Yala, pada pada 8.10 pagi waktu tempatan mencederakan seorang daripada lima anggota renjer yang sedang menjalankan rondaan.

Sumber polis berkata bom buatan sendiri seberat 1kg itu diletak berdekatan tiang di tepi jalan dan diaktif menggunakan alat kawalan jauh.

Polis percaya perbuatan ini didalangi seorang ketua anggota gerakan pemisah di kawasan terbabit.

Kejadian letupan bom kedua berlaku pada 11.05 pagi di Jok Irong, Narathiwat, mengakibatkan dua anggota renjer cedera.

Kejadian berlaku ketika enam anggota renjer menaiki tiga motosikal dan sebuah kereta perisai berdekatan jambatan Parek Lubuk, mukim Marobook.

Bom seberat 7kg itu diaktifkan dengan menggunakan walkie-talkie dan sejurus letupan menyusul tembak-menembak selama lima minit.

Sejak 1 Ramadan, tiga kejadian bom berlaku di wilayah selatan masing-masing satu di Narathiwat dan dua di Yala.

Sementara itu, berpuluh-puluh pelancong cedera dalam dua kemalangan berasingan dalam tempoh kurang 24 jam lalu di Thailand.

Pada 9.30 malam semalam, sebuah bas persiaran dalam perjalanan dari Krabi ke pulau Phangan dan Tao di Suratthani, selatan Thailand terlanggar galang jambatan merentasi sungai di daerah Mueng, Suratthani.

Kusolsattha Rescue Foundation yang terlibat dalam operasi menyelamat berkata 20 daripada 23 pelancong asing di dalam bas itu cedera ringan.

Sementara itu, awal hari ini sekurang-kurangnya 30 orang, sebahagian besarnya dipercayai warga asing, cedera apabila sebuah kereta api ekspres malam dari Bangkok ke Chiang Mai tergelincir di daerah Den Chai wilayah Phrae.

Akhbar Bangkok Post memetik Gabenor State Railway of Thailand (SRT) Prapas Chongsanguan sebagai berkata insiden itu berlaku kira-kira 3 pagi antara stesen kereta api Pak Pan dan Kaeng Luang, di kilometer 340-341 landasan itu.

Kemalangan itu merupakan insiden kedua kereta api tergelincir di laluan sama dalam masa sebulan. - Bernama

7 Tahapan Al-Qaida Menuju Penegakkan Khilafah di tahun 2020



Para pioner-pioner Al-Qaida telah mengidentifikasi beberapa masalah yang melanda umat Islam saat ini sehingga keadaan umat Islam kritis dan hampir tak berdaya, diantaranya yaitu:

1. Keadaan umat Islam sekarang tidak sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kehidupannya sangat jauh dan bahkan bertentangan dengan syari’at Islam.
2. Pemerintahan negara- negara yang berpendudukan Islam tidak diatur dengan hukum Allah tapi dengan hukum kafir sekuler dan diatur oleh perpanjangan boneka kafir.
3. Kekayaan negara-negara Islam telah dirampas oleh musuh Islam dan para munafiqin.
4. Tidak (belum) ada yang berusaha menyelesaikan masalah umat.
5. Adanya rekayasa untuk membuat umat Islam lemah dan terbelakang dari segi pendidikan, teknologi, budaya, kekayaan, dan seluruh segi kehidupan.
6. Berbagai partai, ormas, dan jama’ah Islam yang ada telah gagal membuat perubahan.
7. Arogansi musuh bertambah parah dan ketamakan mereka semakin menjadi-jadi.

Setelah mereka (para pioner Al-Qaida) merumuskan masalah tersebut maka mereka menyimpulkan siapa yang menjadi dalang atau penyebab utama terjadinya kekacauan bahkan hingga menyebabkan kehancuran umat ini. Tidak lain adalah kaum Yahudi dan Nasrani Protestan Anglo Saxon (WASP-White Anglo Saxon Protestan). Hal ini mereka kaji dari penelusuran sejarah dan ayat-ayat Al-Qur’an.
Untuk melawan hegemoni dari persekutuan antara Yahudi dan WASP dengan menggunakan kekuatan militer. Kekuatan ini menurut mereka harus memiliki lembaga sendiri.

Lalu dibentuklah organisasi baru dengan nama Al-Jabhah Al-Islamiyyah li Muharobati Al-Yahudi wal Amirikan (Front Perlawanan Islam Internasional Untuk Memerangi Yahudi dan Amerika).

Fokus pertama utama organisasi ini adalah mengumpulkan informasi tokoh-tokoh dan organisasi-organisasi yang sejalan dengan visi misi mereka.

Lalu mereka menjalin hubungan hingga membuat kamp-kamp pelatihan militer atau tadrib. Para pemuda dari berbagai penjuru dunia mulai berdatangan ke Afghanistan.

Tujuan tadrib waktu itu tidak hanya untuk menetap dan berjihad di Afghan tetapi setelah berlatih para mujahidin tersebut disebar ke penjuru dunia untuk menjalankan misi oganisasi tersebut.

Dari markas inilah muncul sebuah nama “Qoidatul Jihad Al-Mubarak“.
Tujuan strategi Al-Qaida jelas yaitu mengembalikan Islam melalui penegakan Daulah Islam dan Khilafah Islamiyyah dengan Jihad.

Untuk itu para pemikir senior Al-Qaida mempelajai berbagai gerakan sejak dua abad silam. Mulai dari Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab di Nejd dan Hijaz, Sanusiyah di Libya, Mahdiyyah di Sudan hingga jihad Islam modern memerangi imperialis Barat. Tidak hanya itu harokah-harokah seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jama’ah Islamiyyah di India dan Pakistan, Jamaluddin Afghani beserta muridnya Muhammad Abduh pun mereka pelajari. Kajian ini tidak hanya secara teori saja tetapi langsung diaplikasikan lalu membandingkan kegagalan dan kesuksesannya, kurang dan lebihnya. Hal ini terkait dengan latar belakang Al-Qaida yang terdiri dari berbagai suku, kabilah, negara, harokah, dan jama’ah. Dan inilah yang memberikan kontribusi besar bagi Al-Qaida.
Dari penelusuran berbagai gerakan yang telah ada Al-Qaida mencatat berbagai faktor kegagalan yang pernah terjadi.

Ada empat faktor penyebab kegagalan :

1. Masing-masing gerakan memiliki persepsi berbeda dalam mengidentifikasi masalah. Menyebabkan semua kemampuan yang dikerahkan tidak optimal untuk dapat mencapai tujuan.
2. Berbagai gerakan tidak memiliki perencanaan yang rinci dengan tujuan, sarana, dan metode yang jelas.
3. Berbagai gerakan belum berani maju memimpin umat menggantikan pemerintahan kafir (sekuler-imperialis-komunis-sosialis-DEMOCRACY).
4. Berbagai gerakan belum mampu mengoptimalkan sumber daya manusia dan alam yang ada.

Keempat faktor itu menghasilkan poin-poin gerakan seperti berikut :

1. Mujahiddin pembela negara, tempat-tempat suci, dan umat Islam adalah pemimpin yang sah secara syari.
2. Pemimpin-pemimpin negara yang ada (yang tidak mau berhukum dengan syari’at) adalah perampas kekuasaan yang bersekutu dengan pasukan kafir.
3. Dunia Islam saat ini telah bertentangan dengan syari’at Islam. Hal ini terjadi karena umumnya mereka besandar pada hukum buatan manusia dan bepaling dari syari’at Alloh dan juga meninggalkan jihad. Penyebab Allah menurunkan adzab.
4. Harus ada perencanaan yang rinci dan gamblang, tujuan, sarana, metode yang jelas serta tetap memperhatikan kondisi umat secara lokal maupun global.
5. Perubahan manusia yang beradab harus dimulai dari perubahan pemikiran dan keyakinan.
6. Dan jihad adalah jalan satu-satunya.
7. Jihad akan selalu tumbuh berkembang dan subur dengan gerakan yang berdasar kajian yang teratur.

Dari keseluruhan poin-poin tersebut maka Al-Qaida merencanakan strategi besar yang disusun secara bertahap dalam beberapa fase.

Dan inilah 7 fase menuju kemenangan dan kejayaan umat Islam dan penegakkan Daulah Islam hingga [insya Alloh] kekhilafahan [minimal sebagai pengusung Khilafah Islamiyyah atau Ashabu Raayati Suud-Pasukan Panji Hitam] :

1.Fase Penyadaran : Fase ini dimulai awal 2000 dan berakhir tahun 2003. Tujuannya adalah memaksa Amerika dan sekutunya la’natullah ‘alaihim keluar dari kandangnya agar mudah untuk dijangkau alias dihancurkan.

2.Fase Membuka Mata : Fase ini diencanakan berlangsung pada tahun 2003 hingga 2006. Tujuannya adalah membuat umat sadar akan kondisinya dan menguak kedok kejahatan kaum kafirin yang dikawal oleh Amerika dan semua sekutunya.

3.Fase Kebangkitan dan Berdiri : Fase ini dilaksanakan sekitar tahun 2007-2010. Tujuannya untuk menambah personil yang sipa terjun ke bebagai medan di seluruh dunia.

4.Fase Pemulihan Keadaan : Fase ini betujuan untuk menjatuhkan kekuasaan rezim-rezim tiran yang mencengkeram negara-negara Islam dengan melakukan kontak kuat secara langsung. Fase ini direncakan sekitar tahun 2010-2013.

5.Fase Memproklamasikan Negara : Pada fase ini memfokuskan untuk mendirikan Daulah Islam dengan menggabungkan berbagai organisasi jihad dunia dan Al-Qoida yang direncakan pada tahun 2013-2016.

6.Fase Konfrontasi Total : Perang besar-besaran antara dua kubu. Kubu Mukminin dan Kubu Kafirin wa Bathilin. Perang anatar yang Haq dan yang Bathil. Perang dari sleuruh segi dan meluas ke seluruh penjuru negeri. Dengan perencanaan yang akan tejadi pada tahun 2016.

7.Fase Kemenangan Mutlaq [insya Alloh] : Dimulai dari Fase Konfrontasi Total yang diyakini oleh paa konseptor Al-Qoida akan berjalan singkat 3 atau 9 tahun. Yaitu dari tahun 2016 hingga 2019 atau 2025.

*Master Plan AlQaeda 2020 (Jazeera)
 

9 Amal Ibadah Utama di Bulan Ramadhan



Al-hamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.

Bulan Ramadhan adalah bulan Ibadah, bulan berbuat baik, bulan kebaikan, bulan simpati, bulan pembebasan dari neraka, bulan kemenangan atas nafsu, dan kemenangan. Pada bulan tersebut, Allah melimpahkan banyak kerunia kepada hamba-hamba-Nya dengan dilipatgandakan pahala dan diberi jaminan ampunan dosa bagi siapa yang bisa memanfaatkannya dengan semestinya. Berikut ini kami hadirkan beberapa amal-amal utama yang sangat ditekankan pada bulan Ramadhan.

1. Shiyam/Puasa

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

"Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah 'Azza wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa, sungguh dia bagianku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, karena (orang yang berpuasa) dia telah meninggalkan syahwatnyadan makannya karena Aku’. Bagi orang yang berpuasa mendapat dua kegembiraan; gembira ketika berbuka puasa dan gembria ketika berjumpa Tuhannya dengan puasanya. Dan sesungguhnya bau tidak sedap mulutnya lebih wangi di sisi Allah dari pada bau minyak kesturi.” (HR. Bukhari dan Muslim, lafadz milik Muslim)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Siapa berpuasa Ramadhan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Tidak diragukan lagi, pahala yang besar ini tidak diberikan kepada orang yang sebatas meninggalkan makan dan minum semata. Ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah tidak butuh dengan ia meninggalkan makan dan minumnya." (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu) ini merupakan kiasan bahwa Allah tidak menerima puasa tersebut.

Dalam sabdanya yang lain, "Jika pada hari salah seorang kalian berpuasa, maka janganlah ia mengucapkan kata-kata kotor, membaut kegaduhan, dan juga tidak melakukan perbuatan orang-orang bodoh. Dan jika ada orang mencacinya atau mengajaknya berkelahi, maka hendaklah ia mengatakan, 'Sesungguhnya aku sedang berpuasa'." (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka jika Anda berpuasa, maka puasakan juga pendengaran, penglihatan, lisan, dan seluruh anggota tubuh. Jangan jadikan sama antara hari saat berpuasa dan tidak.

2. Al-Qiyam/shalat malam/Tarawih

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa yang menunaikan shalat malam di bulan Ramadan dengan keimanan dan mengharap pahala, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah Ta'ala berfirman,

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا

"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka." (QS. Al-Furqan: 63-64)

Qiyamul lail sudah menjadi rutinitas Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha berkata, "Jangan tinggalkan shalat malam, karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah meninggalkannya. Apabila beliau sakit atau melemah maka beliau shalat dengan duduk." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Umar bin Khathab Radhiyallahu 'Anhu biasa melaksanakan shalat malam sebanyak yang Allah kehendaki sehingga apabila sudah masuk pertengahan malam, beliau bangunkan keluarganya untuk shalat, kemudian berkata kepada mereka, "al-shalah, al-Shalah." Lalu beliau membaca:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (QS. Thaahaa: 132)

Dan Umar bin Khathab juga biasa membaca ayat berikut:

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ

"(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?" (QS. Al-Zumar: 9)

Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma berkata, "Luar biasa Utsman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu" Ibnu Abi Hatim berkata, "Sesungguhnya Ibnu Umar berkata seperti itu karena banyaknya shalat malam dan membaca Al-Qur'an yang dikerjakan amirul Mukminin Utsman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu sehingga beliau membaca Al-Qur'an dalam satu raka'at."

Dan bagi siapa yang melaksanakan shalat Tarawih hendaknya mengerjakannya bersama jama'ah sehingga akan dicatat dalam golongan qaimin, karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda, "Siapa yang shalat bersama imamnya sehingga selesai, maka dicatat baginya shalat sepanjang malam." (HR. Ahlus Sunan)

3. Shadaqah

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah manusia paling dermawan. Dan beliau lebih demawan ketika di bulan Ramadhan. Beliau menjadi lebih pemurah dengan kebaikan daripada angin yang berhembus dengan lembut. Beliau bersabda, "Shadaqah yang paling utama adalah shadaqah pada bulan Ramadhan." (HR. al-Tirmidzi dari Anas)

Sesungguhnya shadaqah di bulan Ramadhan memiliki keistimewaan dan kelebihan, maka bersegeralah dan semangat dalam menunaikannya sesuai kemampuan. Dan di antara bentuk shadaqah di bulan ini adalah:

a. memberi makan

Allah menerangkan tentang keutamaan memberi makan orang miskin dan kurang mampu yang membutuhkan, dan balasan yang akan didapatkan dalam firman-Nya:

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا فَوَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَلَقَّاهُمْ نَضْرَةً وَسُرُورًا وَجَزَاهُمْ بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً وَحَرِيرًا

"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya Kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera." (QS. Al-Nsan: 8-12)

Para ulama salaf sangat memperhatikan memberi makan dan mendahulukannya atas banyak macam ibadah, baik dengan mengeyangkan orang lapar atau memberi makan saudara muslim yang shalih. Dan tidak disyaratkan dalam memberi makan ini kepada orang yang fakir. Rasullullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Wahai manusia, tebarkan salam, berilah makan, sambunglah silaturahim, dan shalatlah malam di saat manusia tidur, niscaya engkau akan masuk surga dengan selamat." (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Sebagian ulama salaf ada yang mengatakan, "Aku mengundang sepuluh sahabatku lalu aku beri mereka makan dengan makanan yang mereka suka itu lebih aku senangi dari pada membebaskan sepuluh budak dari keturunan Islmail."

Ada beberapa ulama yang memberi makan orang lain padahal mereka sedang berpuasa, seperti Abdullan bin Umar, Dawud al-Tha'i, Malik bin Dinar, dan Ahmad bin Hambal Radhiyallahu 'Anhum. Dan adalah Ibnu Umar, tidaklah berbuka kecuali dengan anak-anak yatim dan orang-orang miskin.

Ada juga sebagian ulama salaf lain yang memberi makan saudara-saudaranya sementara ia berpuasa, tapi ia tetap membantu mereka dan melayani mereka, di antaranya adalah al-Hasan al-Bashri dan Abdullah bin Mubarak.

Abu al-Saur al-Adawi berkata: Beberapa orang dari Bani Adi shalat di masjid ini. Tidaklah salah seorang mereka makan satu makananpun dengan sendirian. Jika ia dapatkan orang yang makan bersamanya maka ia makan, dan jika tidak, maka ia keluarkan makanannya ke masjid dan ia memakannya bersama orang-orang dan mereka makan bersamanya.

b. Memberi hidangan berbukan bagi orang puasa

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Siapa yang memberi berbuka orang puasa, baginya pahala seperti pahala orang berpuasa tadi tanpa dikurangi dari pahalanya sedikitpun." (HR. Ahmad, Nasai, dan dishahihkan al-Albani)

Dan dalam hadits Salman Radhiyallahu 'Anhu, "Siapa yang memberi makan orang puasa di dalam bulan Ramadhan, maka diampuni dosanya, dibebaskan dari neraka, dan baginya pahala seperti pahala orang berpuasa tadi tanpa dikurangi sedikitpun dari pahalanya."

4. Bersungguh-sungguh dalam membaca Al-Qur'an

Dan ini sudah kami ulas dalam tulisan yang lalu berjudul: Teladan Salaf Dalam Membaca Al-Qur'an di Bulan Ramadhan.

5. Duduk di masjid sampai matahari terbit

Adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, apabila shalat Shubuh beliau duduk di tempat shalatnya hinga matahari terbit (HR. Muslim). Imam al-Tirmidzi meriwayatkan dari Anas, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda,

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

"Siapa shalat Shubuh dengan berjama'ah, lalu duduk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, lalu shalat dua raka'at, maka baginya seperti pahala haji dan umrah sempurna, sempurna , sempurna." (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Keutamaan ini berlaku pada semua hari, lalu bagaimana kalau itu dikerjakan di bulan Ramadhan? Maka selayaknya kita bersemangat menggapainya dengan tidur di malam hari, meneladani orang-orang shalih yang bangun di akhirnya, dan menundukkan nafsu untuk tunduk kepada Allah dan bersemangat untuk menggapai derajat tinggi di surga.

6. I'tikaf

Adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam senantiasa beri'tikaf pada bulan Ramadhan selama 10 hari. Dan pada tahun akan diwafatkannya, beliau beri'tikaf selama 20 hari (HR. Bukhari dan Muslim). I'tikaf merupakan ibadah yang berkumpul padanya bermacam-macam ketaatan; berupa tilawah, shalat, dzikir, doa dan lainnya. Bagi orang yang belum pernah melaksanakannya, i'tikaf dirasa sangat berat. Namun, pastinya ia akan mudah bagi siapa yang Allah mudahkan. Maka siapa yang berangkat dengan niat yang benar dan tekad kuat pasti Allah akan menolong. Dianjrukan i'tikaf di sepuluh hari terakhir adalah untuk mendapatkan Lailatul Qadar. I'tikaf merupakan kegiatan menyendiri yang disyariatkan, karena seorang mu'takif (orang yang beri'tikaf) mengurung dirinya untuk taat kepada Allah dan mengingat-Nya, memutus diri dari segala kesibukan yang bisa mengganggu darinya, ia mengurung hati dan jiwanya untuk Allah dan melaksanakan apa saja yang bisa mendekatkan kepada-Nya. Maka bagi orang beri'tikaf, tidak ada yang dia inginkan kecuali Allah dan mendapat ridha-Nya.

7. Umrah pada bulan Ramadhan

Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda,

عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ حَجَّةٌ

"Umrah pada bulan Ramadhan menyerupai haji." (HR. Al-Bukhari dan Muslim) dalam riwayat lain, "seperti haji bersamaku." Sebuah kabar gembira untuk mendapatkan pahala haji bersama Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

8. Menghidupkan Lailatul Qadar

Allah Ta'ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan." (QS. Al-Qadar: 1-3)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Dan siapa shalat pada Lailatul Qadar didasari imandan mengharap pahala, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berusaha mencari Lailatul Qadar dan memerintahkan para sahabatnya untuk mencarinya. Beliau juga membangunkan keluarganya pada malam sepuluh hari terakhir dengan harapan mendapatkan Lailatul Qadar. Dalam Musnad Ahmad, dari Ubadah secara marfu', "Siapa yang shalat untuk mencari Lailatul Qadar, lalu ia mendapatkannya, maka diampuni dosa-dosa-nya yang telah lalu dan akan datang." (Di dalam Sunan Nasai juga terdapat riwayat serupa, yang dikomentari oleh Al-hafidz Ibnul Hajar: isnadnya sesuai dengan syarat Muslim)

Terdapat beberapa keterangan, sebagian ulama salaf dari kalangan sahabat tabi'in, mereka mandi dan memakai wewangian pada malam sepuluh hari terakhir untuk mencari Lailatul Qadar yang telah Allah muliakan dan tinggikan kedudukannya. Wahai orang-orang yang telah menyia-nyiakan umurnya untuk sesuatu yang tak berguna, kejarlah yang luput darimu pada malam kemuliaan ini. Sesungghnya satu amal shalih yang dikerjakan di dalamnya adalah nilainya lebih baik daripada amal yang dikerjakan selama seribu bulan di luar yang bukan Lailatul Qadar. Maka siapa yang diharamkan mendapatkan kebaikan di dalamnya, sungguh dia orang yang jauhkan dari kebaikan.

Lailatul Qadar berada di sepuluh hari terakhir Ramadhan, tepatnya pada malam-malam ganjilnya. Dan malam yang paling diharapkan adalah malam ke 27-nya, sebagaimana yang diriwayatkan Muslim, dari Ubai bin Ka'ab Radhiyallahu 'Anhu, "Demi Allah, sungguh aku tahu malam keberapa itu, dia itu malam yang Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan kami untuk shalat, yaitu malam ke-27." Dan Ubai bersumpah atas itu dengan mengatakan, "Dengan tanda dan petunjuk yang telah dikabarkan oleh Ramadhan Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada kami, matahari terbit di pagi harinya dengan tanpa sinar yang terik/silau."

Dari 'Aisyah, ia berkata: Wahai Rasulullah, jika aku mendapatkan Lailatul Qadar, apa yang harus aku baca? Beliau menjawab, "Ucapkan:

اللَّهُمَّ إنَّك عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, menyukai pemberian maaf maka ampunilah aku." (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi, dishahihkan Al-Albani)

9. Memperbanyak dzikir, doa dan istighfar

Sesungguhnya malam dan siang Ramadhan adalah waktu-waktu yang mulia dan utama, maka manfaatkanlah dengan memperbanyak dzikir dan doa, khususnya pada waktu-waktu istijabah, di antaranya:

- Saat berbuka, karena seorang yang berpuasa saat ia berbuka memiliki doa yang tak ditolak.

- Sepertiga malam terkahir saat Allah turun ke langit dunia dan berfirman, "Adakah orang yang meminta, pasti aku beri. Adakah orang beristighfar, pasti Aku ampuni dia."

- Beristighfar di waktu sahur, seperti yang Allah firmankan, "Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)." (QS. Al-Dzaariyat: 18)

Penutup

Sesungguhnya berpuasa tidak hanya sebatas meninggalkan makan, minum, dan hubungan suami istri, tapi juga mengisi hari-hari dan malamnya dengan amal shalih. Ini sebagai bentuk pembenaran akan janji Allah adanya pahala yang berlipat. Sekaligus juga sebagai pemuliaan atas bulan yang penuh barakah dan rahmat.

Beberapa amal-amal ibadah di atas memiliki kekhususan dan hubungan kuat dengan kegiatan Ramadhan, lebih utama dibandingkan dengan amal-amal lainnya. Maka selayaknya amal-amal tersebut mendapat perhatian lebih dari para shaimin (orang-orang yang berpuasa) agar mendapatkan pahala berlipat, limpahan rahmat, dan hujan ampunan. Sesungguhnya orang yang diharamkan kebaikan pada bulan Ramadhan, sungguh benar-benar diharamkan kebaikan darinya. Dan siapa yang keluar dari Ramadhan tanpa diampuni dosa-dosa dan kesalahannya, maka ia termasuk orang merugi. Wallahu Ta'ala A'lam.

*Badrul Tamam (voa-islam.com)
 

Ibadah Paling Afdhal



Imam Muslim meriwayatkan dari Zaid bin Salam, sesungguhnya ia mendengar Abu Salam mengatakan:
"Nu'man bin Basyir bercerita kepadaku,"Suatu hari aku berada di dekat mimbar Rasulullah SAW, tiba-tiba saja aku mendengar seorang laki-laki berkata,"Aku tidak peduli apakah seseudah Islam aku melakukan suatu amal atau tidak, kecuali memberi minum orang-orang yang sedang berhaji".

Laki-laki yang lain menyahut,"Kalau aku tidak peduli apakah sesudah Islam, aku melakukan amal atau tidak, kecuali memakmurkan Masjidil Haram". Yang lain lagi mengatakan,"Jihad fie sabilillah itu lebih baik daripada apa yang kalian katakan".

Mendengar perdebatan itu Umar menegur mereka dan berkata,"Jangan kalian meninggikan suara kalian di dekat mimbar Rasulullah SAW". Pada waktu itu memang hari Jumat. Selesai shalat Jumat, aku menemui Rasulullah SAW untuk meminta fatwa mengenai perselisihan tersebut. Maka kemudian Allah menurunkan ayat:

أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ لَا يَسْتَوُونَ عِنْدَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.
(At-Taubah:19)

Sesungguhnya jihad lebih utama dari pada memakmurkan Masjidil Haram dan lebih utama dari pada membangun dan beribadah di dalamnya.

Barangkali kalian masih ingat bait-bait syair Abdullah Ibnul Mubarak ketika sedang beribath di negeri Thartus atau Mashihah -salah satu negeri yang terletak antara Rum dan Syam- yang beliau tulis untuk seorang Qadhi yang wara' dan alim serta ahli ibadah dan ahli hadits, yang pernah menolak menemui Sulthan di rumahnya. Suatu malam Khalifah Harun ar-Rasyid mengetuk pintu rumahnya, maka ia bertanya,"Siapa yang ada di pintu itu?". Para pengawal Khalifah menjawab,"Amirul Mukminin Harun". Lantas Sang Qadhi berujar,"Aku tidak punya urusan dengannya pada malam ini, biarkanlah aku (beribadah) dengan Rabbku". Ia menolak membukakan pintu rumah untuk mereka. Itulah Qadhi Fudhail bin 'Iyadh.

Abdullah Ibnul Mubarak mengirim kepada Qadhi Fudhail bin 'Iyadh bait-bait syair berikut:


يا عابدَ الحرمين لَوْ أبْصَرْتَنا ... لَعَلمْتَ أنكَ في العبادِة تلعبُ
من كان يخضب خدَّه بدموعِه ... فَنُحورنا بدمائنا تَتَخضَّب
أو كان يُتْعِبُ خَيْلَه في باطلٍ ... فخُيولنا يومَ الصبِيحة تَتْعبُ
ريحُ العبيرِ لكم ونحنُ عبيرُنا ... وَهجُ السنابِك والغبارُ الأطيبُ
ولَقَد أتانا من مَقَالِ نبينا ... قول صَحيح صادق لا يَكْذبُ
لا يستوي وَغُبَارَ خيل الله في ... أنف امرئ ودخانَ نار تَلْهَبُ
هذا كتاب الله يَنْطق بيننا ... ليس الشهيدُ بمَيِّت لا يَكْذبُ

Hai orang yang beribadah di Haramain -Masjidil Haram dan Masjid Nabawi-
Jika engkau melihat kami, niscaya engkau tahu bahwa engkau bermain-main dengan ibadah
Kalau orang pipinya basah oleh linangan air matanya, maka leher kami basah oleh tetesan darah
Atau kudanya penat untuk hal-hal yang sia-sia, maka kuda-kuda kami penat dalam sengitnya pertempuran
Bau harum wewangian untuk kalian, sedang wewangian kami adalah kepulan debu yang diterbangkan kaki-kaki kuda

Kepulan debu yang terbang oleh injakan kaki-kaki kuda adalah wewangian kami, dan ia adalah hembusan angin yang terasa wangi bagi kami. Sedangkan hembusan angin yang enak bagi kalian adalah hawa yang segar dan wangi.

Apakah engkau memperhatikan, jika engkau melihat kami, pastilah engkau tahu bahwa sebenarnya ibadah kalian hanyalah main-main dan sendau gurau. Ya benar, ketika malam datang, engkau merasa nikmat bermunajat dengan Rabbmu.

Cucuran air mata dianggap main-main, apabila tempat-tempat suci diinjak-injak, dan hal-hal yang haram dilanggar, sementara engkau hanya diam saja. Sendau gurau macam apa lagi yang lebih besar dari perbuatan seorang laki-laki yang membiarkan pencuri tidur dengan istrinya, sementara ia shalat malam di kamar yang bersebelahan dengannya? Bukankah ini merupakan sendau gurau dan main-main yang dimurkai Rabbul 'Alamin dan dipandang hina oleh setiap orang mukmin??

Tatkala surat yang berisi bait-bait syair itu sampai kepda Fudhail bin 'Iyadh, maka menangislah beliau seraya berkata,"Benar apa yang diakatakan Abu Abdurrahman, dia telah memberikan nasehat". Selanjutnya dia mengatakan,"Ketika masalah ribath dibicarakan dihadapan Imam Ahmad, maka beliau menangis dan kemudian mengatakan,"Tidak ada amal kebaikan yang lebih afdhal dari pada itu-ribath-".

sorce: Tarbiyah Jihadiyah 9. Dr. Abdullah 'Azzam. Pustaka al-'Alaq:SOLO

(Daulah Khilafah Islamiyyah/shoutussalam.com)