MILLAH IBRAHIM
DAKWAH PARA NABI DAN RASUL
SERTA BERBAGAI METODE PARA THAGHUT DALAM MEMANDULKAN DAN MEMALINGKAN PARA DA’I DARINYA
PENULIS: ABU MUHAMMAD ‘ASHIM AL MAQDISIY
ALIH BAHASA: ABU SULAIMAN
BARA’AH
******
Kepada para thaghut di setiap masa dan tempat,
Kepada para thaghut, baik presiden, amir, kaisar, kisra, fir’aun dan raja,
Kepada para tameng mereka dan ulama-ulamanya yang menyesatkan,
Kepada wali-wali mereka, para tentara mereka, aparat kepolisiannya, dinas inteljennya dan pasukan-pasukan pengawalnya… kepada mereka semuanya… kami katakan:
“Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian ibadahi selain Allah.”
Kami…..
Berlepas diri dari hukum-hukum kalian, pedoman-pedoman kalian, undang-undang dasar kalian dan falsafah-falsafah kalian yang busuk….
Kami ….
Berlepas diri pemerintah-pemerintah kalian, mahkamah-mahkamah kalian, lambang-lambang kalian dan bendera-bendera kalian yang najis…
“Kami ingkari (kekafiran) kalian, dan tampak antara kami dengan kalian permusuhan dan kebencian selama-lamanya sampai kaliam beriman kepada Allah saja.”
Sungguh kan ku perangi selain Mu dan selama Engkau beri aku umur …
Dan sungguh kan kujadikan perang terhadap mereka terus menerus …
Kan ku permalukan di hadapan manusia …
Dan kan ku cabik-cabik kulit mereka dengan lisan ini …
Matilah kalian dengan kegeraman kalian, karena Rabbku tahu …
Akan rahasia kalian dan kebusukan hati …
Allahlah Sang Penolong dien dan kitab-Nya …
Serta (penolong) Rasul-Nya dengan ilmu dan kekuatan …
Sedang kebenaran adalah dinding yang tidak mampu menghancurkannya…
Seorangpun walau kau kumpulkan jin dan manusia untuknya …
(Ibnul Qayyim/Qasidah Nunniyyah)
MUQADDIMAH
**********
Segala puji bagi Allah Penolong orang-orang yang bertaqwa, dan Yang menghinakan musuh-musuh dien ini…
Shalawat yang paling indah dan salam yang paling sempurna semoga dilimpahkan kepada Nabi dan Tauladan kita yang mengatakan:
إن الله اتخذني خليلا كما اتخذ إبراهيم
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menjadikan ku sebagai Khalil (kekasih-Nya) sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim (sebagai khalil)”(1)
Wa Ba’du:
Ini kitab saya “Millah Ibrahim” saya hadirkan kepada para pembaca yang mulia dengan bajunya yang baru ini, setelah ia tersebar dan tercetak serta dicopy berulang-ulang dan dibaca oleh para pemuda di seluruh belahan bumi sebelum saya persiapkan untuk dicetak. Sedang itu sebabnya adalah saya pernah menghadiahkan satu buah darinya dengan tulisan tangan saya kepada sebagian ikhwan kami dari Aljazair dan Pakistan. Dan saat itu ia adalah satu pasal dari kitab yang saya susun tentang “Metode Para Thaghut Dalam Membungkam Dakwah dan Para Du’at” yang mana kondisi waktu dan keadaan berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri yang lain menghalanginya dari menyelesaikannya. Maka para ikhwan itu mencetak pasal itu dengan cetakan sederhana yang mereka mampu, namun itulah awal sebab munculnya dan tersebarnya buku ini.
Kemudian tatkala Allah subhaanahu wa ta’ala membebaskan saya dengan karunia dan kemuliaan-Nya. Maka saya langsung mempersiapkan buku ini untuk dicetak terutama setelah saya melihat sepanjang masa penahanan dan keberadaan saya di penjara begitu dahsyatnya kegeraman musuh-musuh Allah terhadap buku ini. Mereka itu setiap kali menangkap seorang ikhwan, pertanyaan yang pertama kali mereka lontarkan terhadapnya adalah tentang kitab ini, apakah ia pernah membacanya? dan apakah ia mengetahui penulisnya?.
Sebagian mereka menyatakan kepada ikhwan yang menjawab pertanyaan tadi dengan jawaban “Ya”, “Ini cukup untuk menjadikan fikrah kamu jihadi dan kamu memiliki senjata. Setiap kali kami menangkap organisasi bersenjata, maka pasti kami dapatkan buku ini padanya.”
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan buku ini sebagai bagian duri di tenggorokan mereka, ghushshah (sandungan) dalam dada mereka, serta koreng yang berbahaya di hati mereka. Dan saya meminta kepada Allah agar buku ini selalu menjadi kebahagiaan bagi kami, serta selalu menjadi sa’dan (duri) (2) bagi para thaghut.
Semenjak dicetaknya buku ini untuk pertama kali hingga penulisan muqaddimah ini, saya menunggu datangnya nasihat atau tanbih, dan saya juga selalu mencari-cari koreksi atau kritikan dari banyak orang yang selalu menyerang kami, dakwah kami dan kitab kami ini dan apa yang mana mereka itu telah menuduh dan memfitnah kami dengan sesuatu yang tidak pernah muncul dari kami sama sekali… sampai akhirnya salah seorang dari mereka menyampaikan khutbah jum’at di salah satu masjid di Kuwait, dia mengklaim bahwa saya menyatakan bahwa hanya sayalah sendiri pada zaman ini yang berada di atas Millah Ibrahim. Dan dia mengklaim bahwa kami mengkafirkan manusia seluruhnya dia mencap kami sebagai KGB (Khawarij Gaya Baru) serta tuduhan-tuduhan dusta lainnya yang tadi mungkin berpengaruh kecuali atas para pengekor mereka yang buta.
Adapun pencari kebenaran yang mana bashirah mereka bersinarkan cahaya wahyu sesungguhnya mereka ini mengetahui bahwa keadaan kami dengan mereka adalah sepeti apa yang dikatakan oleh seorang penyair
وإذا أراد الله شر فضيلة طويت أتاح لها لسا ن حسود
“Dan bila Allah ingin menebarkan keutamaan yang tertutup …”
“Maka Dia memberikan kesempatan lisan orang-orang yang hasud untuknya.”
Meskipun panjangnya tenggang waktu semenjak penyebaran buku ini dan meskipun banyaknya lawan dan orang-orang yang dengki serta banyaknya orang-orang yang sering mencela dan mengecam, namun tidak ada yang sampai kepada saya pada tenggang waktu ini satupun bantahan atau kritikan atau catatan-catatan yang serius seputar buku ini. Dan yang sampai kepada saya hanyalah ocehan-ocehan umum dari sebagian orang-orang yang menyelesihi yang mana mereka menukilnya secara lisan dari syaikh-syaikh mereka. Dan inilah inti ocehan itu:
- Mereka mengatakan: Sesungguhnya Allah mensifati Ibrahim bahwa ia adalah orang yang pengiba (awwaah) lagi penyantun (halim) karena dia pernah membela-bela kaum Luth yang kafir. Sedangkan ini menafikan permusuhan terhadap mereka yang telah kalian sebutkan bahwa hal itu tergolong hal-hal yang baku dalam millah ini.
- Dan mereka berkata (sungguh aneh apa yang mereka katakan): Sesungguhnya kita diperintahkan untuk mengikuti jalan Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan millahnya. Adapun Millah Ibrahim maka itu adalah tergolong syari’at orang-orang sebelum kita, sedangkan syari’at orang sebelum kita bukanlah syari’at bagi kita.
- Dan mereka berkata: Sesungguhnya ayat Al Mumtahanah yang disebutkan di dalamya Millah Ibrahim adalah Madaniyyah. Ia turun di fase di mana kaum muslimin memiliki daulah (negara), terus mereka menyimpulkan bahwa Millah Ibrahim yang agung ini hanya ditampakkan dan diikuti saat adanya daulah.
- Mereka berkata juga: Sesungguhnya hadits tentang penghancuran patung-patung di Mekkah adalah hadits dhaif, dan mereka mencari celah dengan hal itu seraya bertujuan menolak apa yang paling penting di dalam kitab ini dengan cara melemahkan hadits itu.
Mungkin pembaca yang cerdik akan mengritik kami dengan sebab kami mau meluangkan waktu buat mereka dalam rangka membantah lontaran-lontaran yang hakekatnya adalah sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair:
شبهة تهافت كالزجاج تخالها حقا وكل كاسر مكسور
“Syubhat yang rapuh bagaikan kaca, engkau mengiranya benar,
padahal semuanya adalah memecahkan lagi dipecahkan.”
Namun saya melihat tidak ada halangannya untuk membantah hal itu, karena khawatir hal itu mempengaruhi sebagaian orang atau ditelan mentah-mentah oleh sebagian orang bodoh, terutama karena tidak ada yang sampai kepada saya selain hal itu, maka saya katakan dengan ringkas:
Pertama: Adapun firman Allah subhaanahu wa ta’ala tentang Ibrahim:
فَلَمَّا ذَهَبَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ الرَّوْعُ وَجَآءَتْهُ الْبُشْرَى يُجَادِلُنَا فِي قَوْمِ لُوطٍ. إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَحَلِيمٌ أَوَّاهٌ مُنِيبٌ.
Artinya: “Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, diapun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi pengiba dan suka kembali kepada Allah.” (QS. Hud, 11: 74-75)
Sungguh di dalamnya tidak ada dilalah yang bisa digunakan oleh mujadilun (orang-orang yang mendebat) untuk menutupi kebatilan mereka, para ahli tafsir telah meriwayatkan bahwa jidal (pembelaan) Ibrahim terhadap kaum Luth hanyalah demi (keselamatan) Luth dan bukan untuk mereka, para ahli tafsir menuturkan bahwa tatkala Ibrahim mendengar ucapan malaikat, “Sesungguhnya kami akan membinasakan penduduk desa ini.”
إِنَّا مُهْلِكُوا أَهْلِ هَذِهِ الْقَرْيَةِ
Artinya: “…Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk (Sodom) ini…” (QS. Al Ankabut, 29: 31)
Ibrahim berkata:
“Coba bagaimana seandainya di antara mereka ada 50 orang muslim, apakah kalian akan membinasakan mereka?
Mereka (Malaikat) berkata: “Tidak”
Dia berkata: “kalau 40 orang?”
Mereka berkata: “Tidak”
Dia berkata: “Kalau 20 orang?”
Mereka berkata: “Tidak”
Dia berkata: “Kalau 10 atau 5 orang?”
Mereka berkata: “Tidak”
Dia berkata: “Satu orang?”
Mereka berkata: “Tidak”
قَالَ إِنَّ فِيهَا لُوطًا قَالُوا نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَن فِيهَا لَنُنَجِّيَنَّهُ وَأَهْلَهُ إِلاَّ امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ.
Artinya: Berkata Ibrahim: “Sesungguhnya di kota itu ada Luth”. Para malaikat berkata: “Kami lebih mengetahui siapa yang di kota itu. Kami sungguh-sungguh akan menyelamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya. Dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). (QS. Al Ankabut, 29: 32)
Dan yang di tuturkan oleh para ahli tafsir ini sesuai dengan apa yang ditunjukkan oleh ayat-ayat Al Qur’an. Sedangkan penafsiran yang paling utama adalah tafsir Al-Qur’an dengan Al Qur’an… dan ayat yang ada dalam surat Hud itu ditafsirkan oleh ayat yang ada dalam surat Al Ankabut tadi, jadi ia adalah penjelas lagi penafsir baginya.
Allah Subhanahu Wa Ta ‘Ala berfirman:
وَلَمَّا جَآءَتْ رُسُلُنَآ إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَى قَالُوا إِنَّا مُهْلِكُوا أَهْلِ هَذِهِ الْقَرْيَةِ إِنَّ أَهْلَهَا كَانُوا ظَالِمِينَ. قَالَ إِنَّ فِيهَا لُوطًا قَالُوا نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَن فِيهَا لَنُنَجِّيَنَّهُ وَأَهْلَهُ إِلاَّ امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ.
Artinya: “Dan tatkala utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk (Sodom) ini; sesungguhnya penduduknya adalah orang-orang yang zalim”. Berkata Ibrahim: “Sesungguhnya di kota itu ada Luth”. Para malaikat berkata: “Kami lebih mengetahui siapa yang di kota itu.Kami sungguh-sungguh akan menyelamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya. Dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).” (QS. Al Ankabut, 29: 31-32)
Taruhlah bahwa jidal Ibrahim itu adalah tentang kaum Luth itu sendiri, bukankah pengetahuan akan hakikat dakwah para Nabi itu dan bahwa mereka adalah orang yang paling sayang terhadap umat-umatnya, mengharuskan kita untuk menafsirkan jidal itu pada keinginan kuat agar mereka mendapatkan hidayah sebelum membinasakannya?
Bukankah pemahaman yang bersih menuntut penafsiran jidal itu dan memahaminya di atas dasar pancaran sinar sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam tatkala Allah mengutus Malaikat Gunung untuk menerima perintah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam tentang apa yang beliau kehendaki dalam mensikapi kaumnya tatkala mereka menolak dakwahnya, maka beliau berkata:
بل أرجو أن يخرج الله من أصلابهم من يعبد الله وحده ولا يشرك به
Artinya: “Namun aku mengharapkan Allah mengeluarkan dari sulbi-sulbi mereka orang yang beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Nya.” (Al-Bukhari dan Muslim)
Bukankah etika terhadap para Nabi dan husnudhan terhadap mereka menuntut pemahaman ini, dan menuntut mensucikan mereka dari pemahaman-pemahaman yang kotor itu yang mempertentangkan ayat-ayat Al-Qur’an satu sama lain dan yang mencoreng dakwah para Nabi serta mengotori mereka, karena kamu jadikan para Nabi itu, tergolong orang-orang yang menutup-nutupi kebatilan lagi membela-bela orang-orang yang menghianati dirinya sendiri?? padahal mereka itu tidak diutus kecuali untuk bara’ dari syirik dan para pelakunya.
Namun mereka tatkala di dalam dalil-dalil yang sharih tidak mendapatkan apa yang bisa digunakan untuk menutupi kebatilan mereka, maka mereka mengais-ngais apa yang disukai oleh hawa nafsu mereka berupa nash-nash yang masih samar (dhani atau dilalah) dan terus mentakwilkannya dengan pemahaman-pemahaman mereka yang kotor untuk menentang dengannya nash-nash yang muhkam lagi jelas nan pasti (Qath’iy) seperti firman-Nya subhaanahu wa ta’ala dalam surat Al Mumtahanah dengan begitu jelasnya.
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَءَآؤُا مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَآءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ إْلاَّ قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ ِلأَبِيهِ لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَآأَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللهِ مِن شَىْءٍ رَّبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ.
Artinya: “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata): “Ya Rabb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”. (QS. Al Mumtahanah, 60: 4)
Coba perhatikan, bagaimana Allah subhaanahu wa ta’ala memulainya dengan pernyataan bahwa itu adalah suri tauladan yang baik bagi kita… terus diiringinya dengan penguatan atas hal itu, Dia subhaanahu wa ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَمَن يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ.
Artinya: Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha terpuji. (QS. Al Mumtahanah, 60: 6)
Coba lihat bagaimana mereka itu berpaling dari nash-nash yang paten, jelas lagi tegas dan justeru mereka berpegang pada ayat yang ada pada surat Hud yang lalu yang mana di ujungnya Allah mengatakan: “Wahai Ibrahim, berpalinglah kamu dari hal ini.”
Amatilah keadaan orang-orang itu bagaimana para syaitan mempermainkan mereka, dan pujilah Tuhanmu karena Dia telah memberikan kamu petunjuk pada jalan kebenaran yang nyata.
(“Dan jadikan bagi hatimu dua mata yang kedua-duanya…menangis karena takut kepada Yang Maha Penyayang ….
Seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah kamu juga seperti mereka sungguh hati ini ada di antara jari-jari Dzat Yang Maha Penyayang…”)
Kedua: Adapun ucapan mereka bahwa Millah Ibrahim adalah tergolong syari’at orang sebelum kita, sedangkan syari’at orang-orang sebelum kita bukanlah syari’at bagi kita. Sungguh ini adalah tergolong keanehan yang paling mengherankan, mau dibuang kemana oleh mereka firman Allah subhaanahu wa ta’ala yang jelas lagi nyata:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَءَآؤُا مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَآءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ إْلاَّ قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ ِلأَبِيهِ لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَآأَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللهِ مِن شَىْءٍ رَّبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ. رَبَّنَا لاَتَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَآ إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ. لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَمَن يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ.
Artinya: “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata): “Ya Rabb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali, ”Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha terpuji.” (QS. Al-Mumtahanah, 60: 4-6)
Mau mereka buang ke mana Firman-Nya subhaanahu wa ta’ala :
وَمَن يَرْغَبْ عَن مِّلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلاَّ مَن سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي اْلأَخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ
Artinya: “Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, kecuali orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang yang saleh.” (QS. Al Baqarah, 2: 130)
Juga firman-Nya:
ثُمَّ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَاكَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya: “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif”, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Rabb.” (QS. An Nahl, 16: 123)
Berapa banyak hadits shahih dalam As Sunnah yang mana Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam mewasiatkan dengannya agar mengikuti Al Hanifiyyah As Samhah millah ayah kita Ibrahim. Nash-nash banyak dan jelas menerangkan bahwa jalan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan inti dakwahnya adalah bara’ah dari orang-orang kafir dan apa-apa yang mereka ibadati yang palsu serta hukum-hukumnya yang batil. Dan itu adalah jalan Ibrahim dan millahnya.
Di dalam hadits muttafaq alaih:
الأنبياء أولاد علات
“Para Nabi adalah anak-anak dari berbagai ibu”
Yaitu bahwa sumber mereka satu meskipun berbeda cabang-cabangnya. Dan hal paling besar yang kami jelaskan dalam kitab ini hanyalah tentang pokok tauhid dan lawazim (keharusan)nya berupa bara’ah dari syirik dan kecaman keras para pengusungnya. Dan maklum bahwa masalah ini tidak ada nasakh di dalamnya dan tidak boleh dikatakan bahwa itu adalah syari’at orang-orang sebelum kita, karena ajaran para Nabi seluruhnya dalam hal pokok tauhid dan bara’ah dari syirik dan para pelakunya adalah satu.
Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلاَلَةُ فَسِيرُوا فِي اْلأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An Nahl, 16: 36)
Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Ilah (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS. Al Anbiya, 21: 25)
Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman:
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَاوَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَاوَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَتَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَاتَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ.
Artinya: “Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. Asy Syura, 42: 13)
Ketiga: Adapun ucapan mereka sesungguhnya ayat Al Mumtahanah adalah Madaniyyah yang turun tatkala kaum muslimin memiliki negara.
Maka kami katakan: Allah subhaanahu wa ta’ala telah menyempurnakan dien ini bagi kita dan Dia menyempurnakan karunia-Nya dengan hal itu atas kata, siapa orangnya pada hari ini ingin memilah-milah diantara apa yang telah Allah turunkan dengan dalih bahwa ini Madany dan itu Makky, maka hendaklah ia mendatangkan dalil dari syariat atau apa yang diinginkan, dan kalau tidak bisa berarti dia tergolong orang-orang yang dusta, Allah berfirman: “Katakanlah: Datangkanlah bukti kalian bila kalian memang benar.”
Sedangkan membuka pintu ini tanpa batasan dari syariat atau tanpa dalil yang menunjukkan atas hal itu, sungguh ia pada hakikatnya adalah membuka pintu yang besar dari keburukan atas dinullah. Juga di dalamnya terkandung pengguguran akan banyak dalil-dalil syari’at.
Bila orang itu berkata: Sesungguhnya penampakan millah yang agung ini serta pengi’lanannya (pengucapan) adalah dikaitkannya dengan kemampuan, tentulah kami tidak membantahnya, namun mereka itu mematikannya dengan dalih bahwa itu adalah Madaniyyah yang turun saat kaum muslimin memiliki negara, padahal sesungguhnya Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya tatkala mereka mengatakannya dan mendakwahkannya, mereka itu adalah orang-orang yang tertindas dan tidak memiliki negara, namun demikian Allah subhaanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa bagi kita pada diri mereka ada suri tauladan yang baik bagi orang yang mengharapkan Allah dan hari akhir. Dan sudah maklum bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam berjalan di atas thariqahnya, sehingga tugas paling penting dakwah beliau sepanjang hidupnya baik di Makkah atau Madinah adalah menampakkan tauhid dan bara’ah dari syirik dan tandid serta apa yang berkaitan dengan hal itu dan yang menjadi keharusannya berupa ikatan-ikatan iman yang sangat kokoh. Dan sirah beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah bukti buat hal itu, dan telah kami telah menuturkan kepadamu contoh-contoh darinya dalam buku ini.
Kemudian, katakanlah kita terima bahwa apa yang mereka katakan tentang ayat Al Mumtahanah yang Madaniyyah ini benar, namun apakah surat bara’ah dari syirik juga seperti itu??
قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ. لآَأَعْبُدُ مَاتَعْبُدُونَ. وَلآَأَنتُمْ عَابِدُونَ مَآأَعْبُدُ. وَلآَأَنَا عَابِدُُ مَّاعَبَدتُّمْ. وَلآَأَنتُمْ عَابِدُونَ مَآأَعْبُدُ. لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ.
Artinya: “Katakanlah: “Hai orang-orang kafir!” Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Ilah yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Ilah yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku.” (QS. Al Kaafiruun, 109: 1-6)
Dan apakah firman-Nya Subhanahu Wa Ta ‘Ala:
تَبَّتْ يَدَآ أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ. مَآأَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَاكَسَبَ. سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ. وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ. فيِ جِيدِهَا حَبْلُُ مِّن مَّسَدٍ.
Artinya: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. (QS. Al Masad)
Seperti itu? Dan juga firman-Nya subhaanahu wa ta’ala:
أَفَرَءَيْتُمُ اللاَّتَ وَالْعُزَّى. وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ اْلأُخْرَى. أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ اْلأُنثَى. تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى. إِنْ هِيَ إِلآ أَسْمَآءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُم مَّآأَنزَلَ اللهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ إِن يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَمَاتَهْوَى اْلأَنفُسُ وَلَقَد جَآءَهُم مِّن رَّبِّهِمُ الْهُدَى.
Artinya: “Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-Uzza dan Manan yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan: Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka.” (QS. ِAn-Najm, 53: 19-23)
Dan juga sepertinya juga firman-Nya subhaanahu wa ta’ala:
إِنَّكُمْ وَمَاتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنتُمْ لَهَا وَارِدُونَ. لَوْكَانَ هَآؤُلآءِ ءَالِهَةً مَّاوَرَدُوهَا وَكُلٌّ فِيهَا خَالِدُونَ.
Artinya: “Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahanam, kamu pasti masuk ke dalamnya. Andaikata berhala-berhala itu ilah-ilah, tentulah mereka tidak masuk neraka. Dan semuanya akan kekal di dalamnya.” (QS. Al Anbiya, 21: 98-99)
Dan ayat-ayat Al Qur’an Al Makkiyah lainnya, dan itu banyak dan telah kami tuturkan dalam buku ini firman Allah yang mensifati Nabi-Nya:
وَإِذَا رَءَاكَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِن يَتَّخِذُونَكَ إِلاَّ هُزُوًا أَهَذَا الَّذِي يَذْكُرُ ءَالِهَتَكُمْ وَهُم بِذِكْرِ الرَّحْمَنِ هُمْ كَافِرُونَ
Artinya: “Dan apabila orang-orang kafir itu melihat kamu, mereka hanya membuat kamu menjadi olok-olok. (Mereka mengatakan): “Apakah ini orang yang mencela ilah-ilah”, padahal mereka adalah orang-orang yang inkar mengingat Allah Yang Maha Pemurah.” (QS. ِِAl Anbiya, 21: 36)
Firman-Nya: “dia menyebut tuhan-tuhan kalian”, Yaitu dia bara’ darinya dan dari orang-orang yang mengibadatinya, dia kafir terhadapnya dan menjelek-jelekkannya, apakah ini semua tidak terjadi kecuali di Madinah saja? Bagaimana sedangkan ayat-ayat itu adalah Makiyyah?? Dan yang semisal dengannya adalah banyak.
Keempat: Sebagian mereka mengklaim bahwa hadits tentang penghancuran patung oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di Makkah adalah lemah. Dan mereka dengan hal itu mengira bahwa mereka bisa merobohkan hal terpenting dalam buku ini berupa pilar-pilar millah yang agung ini.
Maka kami katakan:
Pertama: Hadits itu adalah tsabit dengan isnad yang hasan, dan ia diriwayatkan dalam musnad Imam Ahmad 1/84. Abdullah berkata, ayahku telah memberitahukan kepada kami, Asbath Ibnu Muhammad telah memberitahukan kepada kami, Nu’aim Ibnu Hakim Al Madainiy telah memberitahukan kepada kami dari Abu Maryam dari Ali radliyallaahu ‘anhu, beliau berkata: Saya berangkat kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam sampai kami tiba di Ka’bah, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata kepadaku: Duduklah, dan beliau naik ke atas dua pundakku terus saya berupaya untuk mengangkatnya, dan beliau melihat saya tidak kuat, maka beliau turun dan duduk buat saya, beliau berkata naiklah kamu ke atas pundakku.” Ali berkata: maka saya naik ke atas dua pundaknya, terus beliau bangkit mengangkat saya,” Ali berkata: sesungguhnya di khayalkan kepadaku bahwa aku seandainya mau tentu aku mencapai ufuq langit sampai akhirnya saya manjat ke atas Baitullah dan diatasnya ada patung dari kuningan atau tembaga, terus saya berupaya mengonggat-onggatnya ke kanan, ke kiri, ke depan dan ke belakang hingga saat saya telah berhasil menguasainya, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata: lemparkan! Maka saya melemparkannya, sehingga pecah berantakan seperti terpecahnya botol, kemudian saya turun, dan kemudian saya dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam berlarian hingga kami terhalangi oleh rumah-rumah karena khawatir dipergoki oleh orang.”
Saya berkata: Asbath Ibnu Muhammad adalah tsiqah. Dia didlaifkan hanya bila dari jalur Ats Tsauri, sedangkan di sini ia tidak meriwayatkan darinya.
Nu’aim Ibnu Hakim Al Madainiy dinilai tsiqah oleh Yahya Ibnu Nu’aim dan Al ‘Ajaliy sebagaimana dalam Tarikh Bagdad 13/303.
Dari Abdullah Ibnu Ahmad Ibnu Hanbal berkata juga dalam Al Musnad 1/151: Nash Ibnu Ali telah memberitahu saya, Abdullah Ibnu Dawud telah memberitahukan kami dari Nu’aim Ibnu Hakim dari Ali radliyallaahu ‘anhu, berkata: Di atas Ka’bah ada patung-patung, maka saya pergi untuk mengangkat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam ke arahnya, namun saya tidak kuat, kemudian beliau yang mengangkat saya, sayapun terus memotong-motongnya, dan seandainya saya mau tentu saya bisa mencapai langit.”
Al Haitsami menuturkan hadits ini dalam Majma Az Zawaid 6/23 Bab Penghancuran beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam terhadap patung, Uqbah berkata: “Diriwayatkan oleh Ahmad, puteranya, Abu Ya’laa dan Al Bazzar beliau menambah setelah ucapannya sehingga kami bersembunyi di balik rumah-rumah, maka setelah itu tidak diletakkan lagi, yaitu sedikitpun dari patung-patung itu.” Berkata: “Para perawi semuanya tsiqat.”
Al Khatib Al Baghdadi berkata dalam Tarikh Baghdad 3/302-303: Abu Nu’am Al Hafidz telah memberitahukan kami secara dikte, Abu Bakar Ahmad Ibnu Yusuf Ibnu Khallad telah memberitahukan kepada kami, Muhammad Ibnu Yusuf telah memberitahu kami, Abdullah Ibnu Dawud Al Khuraiby telah memberitahukan kepada kami dari Nu’aim Ibnu Hakim Al Mada’iniy, berkata telah memberitahukan kepada saya Abu Nu’aim dari Ali Ibnu Abi Thalib, berkata: Rasulullah pergi bersama saya ke patung-patung itu, terus beliau berkata: “duduklah”, terus saya duduk di samping Ka’bah kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam naik ke atas pundak saya, kemudian beliau berkata: angkatlah saya ke arah patung itu. Maka sayapun bangkit, namun tatkala beliau melihat saya kepayahan di bawahnya, beliau turun: “duduklah”. Saya pun duduk dan menurunkan beliau dari saya. Kemudian beliau duduk untuk memikul saya, terus beliau berkata kepada saya, wahai Ali naiklah kamu ke pundak saya, maka sayapun naik ke atas pundaknya, terus beliau bangkit memikul saya, dan tatkala beliau bangkit maka dikhayalkan kepada saya bahwa seandainya saya mau tentu saya bisa menggapai langit, dan sayapun naik ke atas Ka’bah, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam mundur. Terus saya melemparkan patung terbesar milik Quraisy, sedang ia terbuat dari tembaga yang dipaku dengan paku besi, ke bawah, terus Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata kepada saya: “Goyang-goyang”, saya menggoyang-goyangnya dan terus menggoyangnya sedang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata ya…, ya…, ya…, saya terus menggoyangnya sehingga saya mampu menguasainya, beliau berkata: “pukullah”, sayapun memukulnya dan memecahkannya dan terus turun.
Saya berkata: Abu Maryam adalah Qais Ats Tsaqafy Al Madainiy, meriwayatkan dari Ali dan darinya Nu’aim Ibnu Hakim, disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat, ditsiqatkan oleh An-Nasaiy, namun dia sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidh Ibnu Hajar: Dia keliru dalam ucapannya bahwa Abu Maryam Al Hanafiy dinamakan Qais. Dan yang benar bahwa yang dinamai Qais adalah Abu Maryam As Saqafiy … hingga beliau berkata: namun dalam nuskhah yang saya dapatkan dari kitab At Tamyiz karya An Nasaiy yang ada hanyalah Abu Maryam Qais Ats Tsaqafiy, yang ia sebutkan dalam At Tamyiz… dan adapun Abu Maryam Al Hanafiy tidaklah disebutkan oleh An Nasaiy karena beliau tidak menyebutkan kecuali orang yang diketahuinya.”
Dan orang-orang yang membicarakan tentang hadits ini mencampuradukkan antara dua orang itu… ingatlah akan hal ini… dan ia telah ditsiqahkan oleh Al Hafidh Adz Dzahabiy dalam Al Kasyif 3/3376 dan disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Jarh Wat Ta’dl dan Al Bukhari dalam At Tarikh Al Kabir seraya beliau tidak menyebutkan jarh kufriy juga. Silakan rujuk Mizanul I’tidal 4/573.
Hadits ini dishahihkan oleh Al ‘Allamah Ahmad Syakir, beliau berkata dalam catatan pinggir pengtahqikan beliau atas Al Musnad 2/58: isnadnya shahih, Nu’aim Ibnu Hakim telah ditsiqahkan oleh Ibnu Ma’in dan yang lainnya serta Al Bukhari menyebutkan biografinya dalam At Tarikh Al Kabir 4/2/99 dan tidak menyebutkan jarh di dalamnya. Abu Maryam adalah Ats Tsaqafah Al Madainiy dan dia tsiqah dan Al Bukhari menyebutkan biografinya juga 4/1/151 dan tidak menyebutkan jarh di dalamnya… beliau berkata: dan termasuk hal yang jelas bahwa kisah ini terjadi sebelum hijrah.”
Saya katakan: namun demikian, telah kami katakan dalam kitab ini setelah kami tuturkan hadits ini. Kami katakan sendainya kami menerima bahwa tidak ada khabar yang shahih dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bahwa beliau menghancurkan patung-patung di Mekkah pada masa ketertindasan (istidl’aaf), maka sesungguhnya beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengikuti dengan sangat terhadap Millah Ibrahim seraya memegangnya dengan kuat, beliau tidak pernah mudlarah (basa-basi) terhadap orang-orang kafir meskipun sekali dan beliau tidak pernah diam membicarakan kebatilan mereka atau dari (mengomentari) tuhan-tuhan mereka, justeru kesibukan yang paling utama dalam tenggang 13 tahun itu dan bahkan yang lainnya adalah menyerukan: “Ibadahlah kalian kepada Allah dan tinggalkan thaghut.” (An-Nahl: 36).
Dalam tenggang 13 tahun keberadaan beliau di sana tidak berarti beliau memujinya, atau menyanjungnya, atau bersumpah untuk menghormatinya… hingga ucapan kami: (bahkan beliau terang-terangan menyatakan bara’ahnya dari kaum musyrikin dan perbuatan-perbuatan mereka, serta beliau menampakkan kekafiran terhadap tuhan-tuhan mereka padahal beliau dan para sahabatnya dalam kondisi tertindas. Dan kami telah merinci hal ini kepadamu dalam uraian yang lalu, dan seandainya engkau mengamati Al-Qur’an al Makkiy tentulah jelas bagi kamu hal yang banyak dari hal itu….)
Jadi masalahnya tidak seperti yang di duga oleh orang-orang itu tergantung pada satu hadits yang bisa dihabisi dengan cara didlaifkannya, namun ia memiliki bukti-bukti yang agung, dalil-dalil yang jelas, pokok-pokok yang kokoh dan kaidah-kaidah yang kuat dari dalil-dalil syari’at, yang tidak mampu menolaknya kecuali orang yang keras kepala lagi mengingkari.
Kebenaran adalah pilar yang tidak mampu menghancurkannya…
Seorangpun meski jin dan manusia berkumpul untuknya…
Dan dalam penjelasan ini kiranya cukup bagi orang yang menginginkan hidayah…
Dan sebelum saya tutup muqaddimah ini saya ingin menambahkan padanya, bahwa saya pernah mendebat di dalam penjara sebagian anggota partai politik yang berpikiran Irja’ (Murji’ah) seputar masalah Al Iman dan hal-hal yang bekaitan dengannya.
Dan di antara mereka ada salah seorang tokoh pimpinan mereka, ternyata di antara dalih yang dia gunakan dalam rangka melindungi/membela-bela pasukan syirik dan undang-undang adalah kisah Hathib Ibnu Balta’ah dan kisah Abu Lubabah Al-Anshariy. Dia mengklaim bahwa Hathib mencari informasi (jadi mata-mata) buat orang-orang kafir dan loyalitas kepada mereka serta bahwa Abu Lubabah telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya namun demikian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak mengkafirkan keduannya(3) dan dari sinilah dia mengqiyaskan sikap pemerangan pasukan syirik dan undang-undang terhadap syari’at ini serta permusuhan mereka terhadap orang-orangnya dengan perbuatan dua sahabat yang mulia ini. Dan dia mengambil kesempatan dari hal itu bahwa para pembela thaghut serta para aparat keamanannya yang menghabiskan umur mereka dalam melindungi syirik dan undang-undang juga dalam menjaga tahta para thaghut dan dalam memerangi syari’at dan orang-orangnya, mereka itu tidak boleh dikafirkan, karena dosa-dosa mereka itu tidak melebihi apa yang dilakukan oleh Hathib atau Abu Lubabah…!!! Bahkan orang itu melebihi hal itu dimana dia marah besar tatkala kami menukil darinya bahwa dia tidak mengkafirkan ‘asaakir (pasukan) syirik dan qanun (undang-undang), justeru dia mencap mereka itu sebagai orang-orang dzalim dan bejat, kemudian orang itu protes atas hal tersebut dan menuduh kami telah merubah konteks ucapannya. Memang dia benar seperti apa yang dia katakan bahwa ia tidak mencap mereka sebagai orang-orang dzalim dan bejat, begitu ucapannya secara muthlaq, namun dia hanya mengatakan dalam konteks membela-bela mereka agar tidak di kafirkan: “bisa jadi sebagian mereka itu dzalim atau fajir (bejat),” yaitu tergantung keadaan individu mereka itu, bukan dengan sebab status pekerjaan mereka dan pembelaannya terhadap para thaghut serta sikap perang mereka terhadap syari’at dan ahlinya…
Maka saya katakan kepada mereka: sungguh aneh kalian ini, kalian sangat merasa berat dari mencap tentara para thaghut dan aparat syirik dan tandid dengan cap dzalim dan fujur, namun kalian tidak segan-segan mengatakan tentang Hathib: dia telah loyal pada orang-orang kafir dan cari informasi buat mereka. serta tentang Abu Lubabah: dia telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya…!!! dan inilai perpisahan antara kami dengan mereka.
Dan tatkala sebagian Islamiyyin di penjara berupaya untuk mengumpulkan dan mengishlahkan di antara kami, maka berlangsunglah diantara kami dan mereka beberapa diskusi, dan ternyata kami dapatkan mereka tetap bersikukuh pada pendapatnya itu, maka saya katakan kepada mereka, “Kalian tidak sungkan-sungkan mengomentari negatif sebagian sahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan mencap mereka sebagai pengkhianat, padahal kalian sangat keberatan untuk mencap musuh-musuh Allah dan aparat thaghut dengan dhalim dan fujur… oleh karenanya kami demi Allah tidak ingin berteman dengan kalian, dan kami hanya mudaarah (bersikap pasif) dengan kalian dan menjauhi dari menyibukkan diri dengan kalian, karena kami ada di penjara dan ada di tengah-tengah musuh-musuh Allah Subhanahu Wa Ta ‘Ala.”(4) Nah dari sinilah salah seorang di antara mereka berang dan mengeluarkan apa yang dipendam di dadanya: (“Kamu ini pada dasarnya orang yang mengajak kepada Millah Ibrahim, sedangkan orang yang menyeru kepada Millah Ibrahim adalah orang yang tercoreng secara politik, lagi menyeru kepada perdamaian dengan Yahudi dan Nasrani yang mana mereka itu adalah tergolong anak-anak Ibrahim). Saya tidak menuturkan kisah ini di sini melainkan untuk tujuan ini, dan inilah inti bukti dari kisah tersebut.
Saya tidak tahu apa yang mesti saya katakan dalam hal ini…???
Dengan apa saya harus membantah orang-orang yang ingin menegakkan khilafah, sedangkan mereka tidak bisa membedakan antara ungkapan (anak-anak Ibrahim) yang di promosikan oleh para thaghut hari ini untuk bersaudara dan berdamai dengan Yahudi, sedang ini adalah ungkapan yang dimaksudkan dengannya perobohan ikatan-ikatan Al Iman, pembancian pokok-pokok dien ini, serta penghancuran tembok-tembok Al Wala dan Al Bara’ dan Allah Subhanahu Wa Ta ‘Ala telah membantah mereka dengan firman-Nya:
مَاكَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلاَ نَصْرَانِيًّا وَلَكِن كَانَ حَنِيفًا مُّسْلِمًا وَمَاكَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya: “Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik”. (QS. Ali Imran, 3: 67)
Mereka tidak bisa membedakan antara ungkapan tadi dengan ungkapan (Millah Ibrahim) yang telah memisahkan antara anak dengan bapak, karena ia adalah pemisah antara wali-wali Ar-Rahman dengan wali-wali Syaitan, yang mana Allah telah berfirman tentangnya:
وَمَن يَرْغَبْ عَن مِّلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلاَّ مَن سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي اْلأَخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ
Artinya: “Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, kecuali orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang yang saleh.” (QS. Al Baqarah, 2: 130)
Dan kami telah menjabarkannya buatmu dalam kitab ini… silakan teliti dan jangan hiraukan celotehan orang-orang yang menyelisihi.
Begitulah wahai akhat tauhid… sungguh sayang sekali sesungguhnya saya sepanjang masa-masa yang lalu dari pencetakan buku ini tidak ada yang sampai kepada saya dari kalangan orang-orang yang menyelisihi lagi membela-bela (aparat thaghut) yang selalu mencela kami dan dakwah kami kecuali seperti celotehan-celotehan yang selayaknya kami tidak menanggapinya… seandainya kami tidak mengetahui keadaan manusia zaman kita ini dan lenyapnya ciri dan tanda-tanda millah yang agung ini di antara mereka, serta seandainya diantara mereka tidak ada orang-orang yang suka mendengarkan ucapan orang-orang sesat yang Allah sifati dalam awal surat Ali Imran…
Saya memohon kepada Allah subhaanahu wa ta’ala agar memenangkan dien-Nya dan membungkam musuh-musuh-Nya.
Dan menjadikan kita sepanjang hidup kita sebagai pembela millah ini dan menjadikan kita bagian dari tentaranya dan pasukannya. Dan Dia menerimanya dari kita dan menutup bagi kita dengan syahadah di jalan-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi-Nya, keluarganya dan para sahabat semuanya.
Abu Muhammad
BERSAMBUNG................ ........
Bagian 2 :
http://www.facebook.com/ photo.php?fbid=374560825970 550
DAKWAH PARA NABI DAN RASUL
SERTA BERBAGAI METODE PARA THAGHUT DALAM MEMANDULKAN DAN MEMALINGKAN PARA DA’I DARINYA
PENULIS: ABU MUHAMMAD ‘ASHIM AL MAQDISIY
ALIH BAHASA: ABU SULAIMAN
BARA’AH
******
Kepada para thaghut di setiap masa dan tempat,
Kepada para thaghut, baik presiden, amir, kaisar, kisra, fir’aun dan raja,
Kepada para tameng mereka dan ulama-ulamanya yang menyesatkan,
Kepada wali-wali mereka, para tentara mereka, aparat kepolisiannya, dinas inteljennya dan pasukan-pasukan pengawalnya… kepada mereka semuanya… kami katakan:
“Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian ibadahi selain Allah.”
Kami…..
Berlepas diri dari hukum-hukum kalian, pedoman-pedoman kalian, undang-undang dasar kalian dan falsafah-falsafah kalian yang busuk….
Kami ….
Berlepas diri pemerintah-pemerintah kalian, mahkamah-mahkamah kalian, lambang-lambang kalian dan bendera-bendera kalian yang najis…
“Kami ingkari (kekafiran) kalian, dan tampak antara kami dengan kalian permusuhan dan kebencian selama-lamanya sampai kaliam beriman kepada Allah saja.”
Sungguh kan ku perangi selain Mu dan selama Engkau beri aku umur …
Dan sungguh kan kujadikan perang terhadap mereka terus menerus …
Kan ku permalukan di hadapan manusia …
Dan kan ku cabik-cabik kulit mereka dengan lisan ini …
Matilah kalian dengan kegeraman kalian, karena Rabbku tahu …
Akan rahasia kalian dan kebusukan hati …
Allahlah Sang Penolong dien dan kitab-Nya …
Serta (penolong) Rasul-Nya dengan ilmu dan kekuatan …
Sedang kebenaran adalah dinding yang tidak mampu menghancurkannya…
Seorangpun walau kau kumpulkan jin dan manusia untuknya …
(Ibnul Qayyim/Qasidah Nunniyyah)
MUQADDIMAH
**********
Segala puji bagi Allah Penolong orang-orang yang bertaqwa, dan Yang menghinakan musuh-musuh dien ini…
Shalawat yang paling indah dan salam yang paling sempurna semoga dilimpahkan kepada Nabi dan Tauladan kita yang mengatakan:
إن الله اتخذني خليلا كما اتخذ إبراهيم
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menjadikan ku sebagai Khalil (kekasih-Nya) sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim (sebagai khalil)”(1)
Wa Ba’du:
Ini kitab saya “Millah Ibrahim” saya hadirkan kepada para pembaca yang mulia dengan bajunya yang baru ini, setelah ia tersebar dan tercetak serta dicopy berulang-ulang dan dibaca oleh para pemuda di seluruh belahan bumi sebelum saya persiapkan untuk dicetak. Sedang itu sebabnya adalah saya pernah menghadiahkan satu buah darinya dengan tulisan tangan saya kepada sebagian ikhwan kami dari Aljazair dan Pakistan. Dan saat itu ia adalah satu pasal dari kitab yang saya susun tentang “Metode Para Thaghut Dalam Membungkam Dakwah dan Para Du’at” yang mana kondisi waktu dan keadaan berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri yang lain menghalanginya dari menyelesaikannya. Maka para ikhwan itu mencetak pasal itu dengan cetakan sederhana yang mereka mampu, namun itulah awal sebab munculnya dan tersebarnya buku ini.
Kemudian tatkala Allah subhaanahu wa ta’ala membebaskan saya dengan karunia dan kemuliaan-Nya. Maka saya langsung mempersiapkan buku ini untuk dicetak terutama setelah saya melihat sepanjang masa penahanan dan keberadaan saya di penjara begitu dahsyatnya kegeraman musuh-musuh Allah terhadap buku ini. Mereka itu setiap kali menangkap seorang ikhwan, pertanyaan yang pertama kali mereka lontarkan terhadapnya adalah tentang kitab ini, apakah ia pernah membacanya? dan apakah ia mengetahui penulisnya?.
Sebagian mereka menyatakan kepada ikhwan yang menjawab pertanyaan tadi dengan jawaban “Ya”, “Ini cukup untuk menjadikan fikrah kamu jihadi dan kamu memiliki senjata. Setiap kali kami menangkap organisasi bersenjata, maka pasti kami dapatkan buku ini padanya.”
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan buku ini sebagai bagian duri di tenggorokan mereka, ghushshah (sandungan) dalam dada mereka, serta koreng yang berbahaya di hati mereka. Dan saya meminta kepada Allah agar buku ini selalu menjadi kebahagiaan bagi kami, serta selalu menjadi sa’dan (duri) (2) bagi para thaghut.
Semenjak dicetaknya buku ini untuk pertama kali hingga penulisan muqaddimah ini, saya menunggu datangnya nasihat atau tanbih, dan saya juga selalu mencari-cari koreksi atau kritikan dari banyak orang yang selalu menyerang kami, dakwah kami dan kitab kami ini dan apa yang mana mereka itu telah menuduh dan memfitnah kami dengan sesuatu yang tidak pernah muncul dari kami sama sekali… sampai akhirnya salah seorang dari mereka menyampaikan khutbah jum’at di salah satu masjid di Kuwait, dia mengklaim bahwa saya menyatakan bahwa hanya sayalah sendiri pada zaman ini yang berada di atas Millah Ibrahim. Dan dia mengklaim bahwa kami mengkafirkan manusia seluruhnya dia mencap kami sebagai KGB (Khawarij Gaya Baru) serta tuduhan-tuduhan dusta lainnya yang tadi mungkin berpengaruh kecuali atas para pengekor mereka yang buta.
Adapun pencari kebenaran yang mana bashirah mereka bersinarkan cahaya wahyu sesungguhnya mereka ini mengetahui bahwa keadaan kami dengan mereka adalah sepeti apa yang dikatakan oleh seorang penyair
وإذا أراد الله شر فضيلة طويت أتاح لها لسا ن حسود
“Dan bila Allah ingin menebarkan keutamaan yang tertutup …”
“Maka Dia memberikan kesempatan lisan orang-orang yang hasud untuknya.”
Meskipun panjangnya tenggang waktu semenjak penyebaran buku ini dan meskipun banyaknya lawan dan orang-orang yang dengki serta banyaknya orang-orang yang sering mencela dan mengecam, namun tidak ada yang sampai kepada saya pada tenggang waktu ini satupun bantahan atau kritikan atau catatan-catatan yang serius seputar buku ini. Dan yang sampai kepada saya hanyalah ocehan-ocehan umum dari sebagian orang-orang yang menyelesihi yang mana mereka menukilnya secara lisan dari syaikh-syaikh mereka. Dan inilah inti ocehan itu:
- Mereka mengatakan: Sesungguhnya Allah mensifati Ibrahim bahwa ia adalah orang yang pengiba (awwaah) lagi penyantun (halim) karena dia pernah membela-bela kaum Luth yang kafir. Sedangkan ini menafikan permusuhan terhadap mereka yang telah kalian sebutkan bahwa hal itu tergolong hal-hal yang baku dalam millah ini.
- Dan mereka berkata (sungguh aneh apa yang mereka katakan): Sesungguhnya kita diperintahkan untuk mengikuti jalan Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan millahnya. Adapun Millah Ibrahim maka itu adalah tergolong syari’at orang-orang sebelum kita, sedangkan syari’at orang sebelum kita bukanlah syari’at bagi kita.
- Dan mereka berkata: Sesungguhnya ayat Al Mumtahanah yang disebutkan di dalamya Millah Ibrahim adalah Madaniyyah. Ia turun di fase di mana kaum muslimin memiliki daulah (negara), terus mereka menyimpulkan bahwa Millah Ibrahim yang agung ini hanya ditampakkan dan diikuti saat adanya daulah.
- Mereka berkata juga: Sesungguhnya hadits tentang penghancuran patung-patung di Mekkah adalah hadits dhaif, dan mereka mencari celah dengan hal itu seraya bertujuan menolak apa yang paling penting di dalam kitab ini dengan cara melemahkan hadits itu.
Mungkin pembaca yang cerdik akan mengritik kami dengan sebab kami mau meluangkan waktu buat mereka dalam rangka membantah lontaran-lontaran yang hakekatnya adalah sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair:
شبهة تهافت كالزجاج تخالها حقا وكل كاسر مكسور
“Syubhat yang rapuh bagaikan kaca, engkau mengiranya benar,
padahal semuanya adalah memecahkan lagi dipecahkan.”
Namun saya melihat tidak ada halangannya untuk membantah hal itu, karena khawatir hal itu mempengaruhi sebagaian orang atau ditelan mentah-mentah oleh sebagian orang bodoh, terutama karena tidak ada yang sampai kepada saya selain hal itu, maka saya katakan dengan ringkas:
Pertama: Adapun firman Allah subhaanahu wa ta’ala tentang Ibrahim:
فَلَمَّا ذَهَبَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ الرَّوْعُ وَجَآءَتْهُ الْبُشْرَى يُجَادِلُنَا فِي قَوْمِ لُوطٍ. إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَحَلِيمٌ أَوَّاهٌ مُنِيبٌ.
Artinya: “Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, diapun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi pengiba dan suka kembali kepada Allah.” (QS. Hud, 11: 74-75)
Sungguh di dalamnya tidak ada dilalah yang bisa digunakan oleh mujadilun (orang-orang yang mendebat) untuk menutupi kebatilan mereka, para ahli tafsir telah meriwayatkan bahwa jidal (pembelaan) Ibrahim terhadap kaum Luth hanyalah demi (keselamatan) Luth dan bukan untuk mereka, para ahli tafsir menuturkan bahwa tatkala Ibrahim mendengar ucapan malaikat, “Sesungguhnya kami akan membinasakan penduduk desa ini.”
إِنَّا مُهْلِكُوا أَهْلِ هَذِهِ الْقَرْيَةِ
Artinya: “…Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk (Sodom) ini…” (QS. Al Ankabut, 29: 31)
Ibrahim berkata:
“Coba bagaimana seandainya di antara mereka ada 50 orang muslim, apakah kalian akan membinasakan mereka?
Mereka (Malaikat) berkata: “Tidak”
Dia berkata: “kalau 40 orang?”
Mereka berkata: “Tidak”
Dia berkata: “Kalau 20 orang?”
Mereka berkata: “Tidak”
Dia berkata: “Kalau 10 atau 5 orang?”
Mereka berkata: “Tidak”
Dia berkata: “Satu orang?”
Mereka berkata: “Tidak”
قَالَ إِنَّ فِيهَا لُوطًا قَالُوا نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَن فِيهَا لَنُنَجِّيَنَّهُ وَأَهْلَهُ إِلاَّ امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ.
Artinya: Berkata Ibrahim: “Sesungguhnya di kota itu ada Luth”. Para malaikat berkata: “Kami lebih mengetahui siapa yang di kota itu. Kami sungguh-sungguh akan menyelamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya. Dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). (QS. Al Ankabut, 29: 32)
Dan yang di tuturkan oleh para ahli tafsir ini sesuai dengan apa yang ditunjukkan oleh ayat-ayat Al Qur’an. Sedangkan penafsiran yang paling utama adalah tafsir Al-Qur’an dengan Al Qur’an… dan ayat yang ada dalam surat Hud itu ditafsirkan oleh ayat yang ada dalam surat Al Ankabut tadi, jadi ia adalah penjelas lagi penafsir baginya.
Allah Subhanahu Wa Ta ‘Ala berfirman:
وَلَمَّا جَآءَتْ رُسُلُنَآ إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَى قَالُوا إِنَّا مُهْلِكُوا أَهْلِ هَذِهِ الْقَرْيَةِ إِنَّ أَهْلَهَا كَانُوا ظَالِمِينَ. قَالَ إِنَّ فِيهَا لُوطًا قَالُوا نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَن فِيهَا لَنُنَجِّيَنَّهُ وَأَهْلَهُ إِلاَّ امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ.
Artinya: “Dan tatkala utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk (Sodom) ini; sesungguhnya penduduknya adalah orang-orang yang zalim”. Berkata Ibrahim: “Sesungguhnya di kota itu ada Luth”. Para malaikat berkata: “Kami lebih mengetahui siapa yang di kota itu.Kami sungguh-sungguh akan menyelamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya. Dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).” (QS. Al Ankabut, 29: 31-32)
Taruhlah bahwa jidal Ibrahim itu adalah tentang kaum Luth itu sendiri, bukankah pengetahuan akan hakikat dakwah para Nabi itu dan bahwa mereka adalah orang yang paling sayang terhadap umat-umatnya, mengharuskan kita untuk menafsirkan jidal itu pada keinginan kuat agar mereka mendapatkan hidayah sebelum membinasakannya?
Bukankah pemahaman yang bersih menuntut penafsiran jidal itu dan memahaminya di atas dasar pancaran sinar sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam tatkala Allah mengutus Malaikat Gunung untuk menerima perintah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam tentang apa yang beliau kehendaki dalam mensikapi kaumnya tatkala mereka menolak dakwahnya, maka beliau berkata:
بل أرجو أن يخرج الله من أصلابهم من يعبد الله وحده ولا يشرك به
Artinya: “Namun aku mengharapkan Allah mengeluarkan dari sulbi-sulbi mereka orang yang beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Nya.” (Al-Bukhari dan Muslim)
Bukankah etika terhadap para Nabi dan husnudhan terhadap mereka menuntut pemahaman ini, dan menuntut mensucikan mereka dari pemahaman-pemahaman yang kotor itu yang mempertentangkan ayat-ayat Al-Qur’an satu sama lain dan yang mencoreng dakwah para Nabi serta mengotori mereka, karena kamu jadikan para Nabi itu, tergolong orang-orang yang menutup-nutupi kebatilan lagi membela-bela orang-orang yang menghianati dirinya sendiri?? padahal mereka itu tidak diutus kecuali untuk bara’ dari syirik dan para pelakunya.
Namun mereka tatkala di dalam dalil-dalil yang sharih tidak mendapatkan apa yang bisa digunakan untuk menutupi kebatilan mereka, maka mereka mengais-ngais apa yang disukai oleh hawa nafsu mereka berupa nash-nash yang masih samar (dhani atau dilalah) dan terus mentakwilkannya dengan pemahaman-pemahaman mereka yang kotor untuk menentang dengannya nash-nash yang muhkam lagi jelas nan pasti (Qath’iy) seperti firman-Nya subhaanahu wa ta’ala dalam surat Al Mumtahanah dengan begitu jelasnya.
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَءَآؤُا مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَآءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ إْلاَّ قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ ِلأَبِيهِ لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَآأَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللهِ مِن شَىْءٍ رَّبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ.
Artinya: “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata): “Ya Rabb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”. (QS. Al Mumtahanah, 60: 4)
Coba perhatikan, bagaimana Allah subhaanahu wa ta’ala memulainya dengan pernyataan bahwa itu adalah suri tauladan yang baik bagi kita… terus diiringinya dengan penguatan atas hal itu, Dia subhaanahu wa ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَمَن يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ.
Artinya: Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha terpuji. (QS. Al Mumtahanah, 60: 6)
Coba lihat bagaimana mereka itu berpaling dari nash-nash yang paten, jelas lagi tegas dan justeru mereka berpegang pada ayat yang ada pada surat Hud yang lalu yang mana di ujungnya Allah mengatakan: “Wahai Ibrahim, berpalinglah kamu dari hal ini.”
Amatilah keadaan orang-orang itu bagaimana para syaitan mempermainkan mereka, dan pujilah Tuhanmu karena Dia telah memberikan kamu petunjuk pada jalan kebenaran yang nyata.
(“Dan jadikan bagi hatimu dua mata yang kedua-duanya…menangis karena takut kepada Yang Maha Penyayang ….
Seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah kamu juga seperti mereka sungguh hati ini ada di antara jari-jari Dzat Yang Maha Penyayang…”)
Kedua: Adapun ucapan mereka bahwa Millah Ibrahim adalah tergolong syari’at orang sebelum kita, sedangkan syari’at orang-orang sebelum kita bukanlah syari’at bagi kita. Sungguh ini adalah tergolong keanehan yang paling mengherankan, mau dibuang kemana oleh mereka firman Allah subhaanahu wa ta’ala yang jelas lagi nyata:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَءَآؤُا مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَآءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ إْلاَّ قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ ِلأَبِيهِ لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَآأَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللهِ مِن شَىْءٍ رَّبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ. رَبَّنَا لاَتَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَآ إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ. لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَمَن يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ.
Artinya: “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata): “Ya Rabb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali, ”Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha terpuji.” (QS. Al-Mumtahanah, 60: 4-6)
Mau mereka buang ke mana Firman-Nya subhaanahu wa ta’ala :
وَمَن يَرْغَبْ عَن مِّلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلاَّ مَن سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي اْلأَخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ
Artinya: “Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, kecuali orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang yang saleh.” (QS. Al Baqarah, 2: 130)
Juga firman-Nya:
ثُمَّ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَاكَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya: “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif”, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Rabb.” (QS. An Nahl, 16: 123)
Berapa banyak hadits shahih dalam As Sunnah yang mana Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam mewasiatkan dengannya agar mengikuti Al Hanifiyyah As Samhah millah ayah kita Ibrahim. Nash-nash banyak dan jelas menerangkan bahwa jalan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan inti dakwahnya adalah bara’ah dari orang-orang kafir dan apa-apa yang mereka ibadati yang palsu serta hukum-hukumnya yang batil. Dan itu adalah jalan Ibrahim dan millahnya.
Di dalam hadits muttafaq alaih:
الأنبياء أولاد علات
“Para Nabi adalah anak-anak dari berbagai ibu”
Yaitu bahwa sumber mereka satu meskipun berbeda cabang-cabangnya. Dan hal paling besar yang kami jelaskan dalam kitab ini hanyalah tentang pokok tauhid dan lawazim (keharusan)nya berupa bara’ah dari syirik dan kecaman keras para pengusungnya. Dan maklum bahwa masalah ini tidak ada nasakh di dalamnya dan tidak boleh dikatakan bahwa itu adalah syari’at orang-orang sebelum kita, karena ajaran para Nabi seluruhnya dalam hal pokok tauhid dan bara’ah dari syirik dan para pelakunya adalah satu.
Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلاَلَةُ فَسِيرُوا فِي اْلأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An Nahl, 16: 36)
Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Ilah (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS. Al Anbiya, 21: 25)
Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman:
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَاوَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَاوَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَتَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَاتَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ.
Artinya: “Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. Asy Syura, 42: 13)
Ketiga: Adapun ucapan mereka sesungguhnya ayat Al Mumtahanah adalah Madaniyyah yang turun tatkala kaum muslimin memiliki negara.
Maka kami katakan: Allah subhaanahu wa ta’ala telah menyempurnakan dien ini bagi kita dan Dia menyempurnakan karunia-Nya dengan hal itu atas kata, siapa orangnya pada hari ini ingin memilah-milah diantara apa yang telah Allah turunkan dengan dalih bahwa ini Madany dan itu Makky, maka hendaklah ia mendatangkan dalil dari syariat atau apa yang diinginkan, dan kalau tidak bisa berarti dia tergolong orang-orang yang dusta, Allah berfirman: “Katakanlah: Datangkanlah bukti kalian bila kalian memang benar.”
Sedangkan membuka pintu ini tanpa batasan dari syariat atau tanpa dalil yang menunjukkan atas hal itu, sungguh ia pada hakikatnya adalah membuka pintu yang besar dari keburukan atas dinullah. Juga di dalamnya terkandung pengguguran akan banyak dalil-dalil syari’at.
Bila orang itu berkata: Sesungguhnya penampakan millah yang agung ini serta pengi’lanannya (pengucapan) adalah dikaitkannya dengan kemampuan, tentulah kami tidak membantahnya, namun mereka itu mematikannya dengan dalih bahwa itu adalah Madaniyyah yang turun saat kaum muslimin memiliki negara, padahal sesungguhnya Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya tatkala mereka mengatakannya dan mendakwahkannya, mereka itu adalah orang-orang yang tertindas dan tidak memiliki negara, namun demikian Allah subhaanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa bagi kita pada diri mereka ada suri tauladan yang baik bagi orang yang mengharapkan Allah dan hari akhir. Dan sudah maklum bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam berjalan di atas thariqahnya, sehingga tugas paling penting dakwah beliau sepanjang hidupnya baik di Makkah atau Madinah adalah menampakkan tauhid dan bara’ah dari syirik dan tandid serta apa yang berkaitan dengan hal itu dan yang menjadi keharusannya berupa ikatan-ikatan iman yang sangat kokoh. Dan sirah beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah bukti buat hal itu, dan telah kami telah menuturkan kepadamu contoh-contoh darinya dalam buku ini.
Kemudian, katakanlah kita terima bahwa apa yang mereka katakan tentang ayat Al Mumtahanah yang Madaniyyah ini benar, namun apakah surat bara’ah dari syirik juga seperti itu??
قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ. لآَأَعْبُدُ مَاتَعْبُدُونَ. وَلآَأَنتُمْ عَابِدُونَ مَآأَعْبُدُ. وَلآَأَنَا عَابِدُُ مَّاعَبَدتُّمْ. وَلآَأَنتُمْ عَابِدُونَ مَآأَعْبُدُ. لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ.
Artinya: “Katakanlah: “Hai orang-orang kafir!” Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Ilah yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Ilah yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku.” (QS. Al Kaafiruun, 109: 1-6)
Dan apakah firman-Nya Subhanahu Wa Ta ‘Ala:
تَبَّتْ يَدَآ أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ. مَآأَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَاكَسَبَ. سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ. وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ. فيِ جِيدِهَا حَبْلُُ مِّن مَّسَدٍ.
Artinya: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. (QS. Al Masad)
Seperti itu? Dan juga firman-Nya subhaanahu wa ta’ala:
أَفَرَءَيْتُمُ اللاَّتَ وَالْعُزَّى. وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ اْلأُخْرَى. أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ اْلأُنثَى. تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى. إِنْ هِيَ إِلآ أَسْمَآءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُم مَّآأَنزَلَ اللهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ إِن يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَمَاتَهْوَى اْلأَنفُسُ وَلَقَد جَآءَهُم مِّن رَّبِّهِمُ الْهُدَى.
Artinya: “Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-Uzza dan Manan yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan: Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka.” (QS. ِAn-Najm, 53: 19-23)
Dan juga sepertinya juga firman-Nya subhaanahu wa ta’ala:
إِنَّكُمْ وَمَاتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنتُمْ لَهَا وَارِدُونَ. لَوْكَانَ هَآؤُلآءِ ءَالِهَةً مَّاوَرَدُوهَا وَكُلٌّ فِيهَا خَالِدُونَ.
Artinya: “Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahanam, kamu pasti masuk ke dalamnya. Andaikata berhala-berhala itu ilah-ilah, tentulah mereka tidak masuk neraka. Dan semuanya akan kekal di dalamnya.” (QS. Al Anbiya, 21: 98-99)
Dan ayat-ayat Al Qur’an Al Makkiyah lainnya, dan itu banyak dan telah kami tuturkan dalam buku ini firman Allah yang mensifati Nabi-Nya:
وَإِذَا رَءَاكَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِن يَتَّخِذُونَكَ إِلاَّ هُزُوًا أَهَذَا الَّذِي يَذْكُرُ ءَالِهَتَكُمْ وَهُم بِذِكْرِ الرَّحْمَنِ هُمْ كَافِرُونَ
Artinya: “Dan apabila orang-orang kafir itu melihat kamu, mereka hanya membuat kamu menjadi olok-olok. (Mereka mengatakan): “Apakah ini orang yang mencela ilah-ilah”, padahal mereka adalah orang-orang yang inkar mengingat Allah Yang Maha Pemurah.” (QS. ِِAl Anbiya, 21: 36)
Firman-Nya: “dia menyebut tuhan-tuhan kalian”, Yaitu dia bara’ darinya dan dari orang-orang yang mengibadatinya, dia kafir terhadapnya dan menjelek-jelekkannya, apakah ini semua tidak terjadi kecuali di Madinah saja? Bagaimana sedangkan ayat-ayat itu adalah Makiyyah?? Dan yang semisal dengannya adalah banyak.
Keempat: Sebagian mereka mengklaim bahwa hadits tentang penghancuran patung oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di Makkah adalah lemah. Dan mereka dengan hal itu mengira bahwa mereka bisa merobohkan hal terpenting dalam buku ini berupa pilar-pilar millah yang agung ini.
Maka kami katakan:
Pertama: Hadits itu adalah tsabit dengan isnad yang hasan, dan ia diriwayatkan dalam musnad Imam Ahmad 1/84. Abdullah berkata, ayahku telah memberitahukan kepada kami, Asbath Ibnu Muhammad telah memberitahukan kepada kami, Nu’aim Ibnu Hakim Al Madainiy telah memberitahukan kepada kami dari Abu Maryam dari Ali radliyallaahu ‘anhu, beliau berkata: Saya berangkat kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam sampai kami tiba di Ka’bah, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata kepadaku: Duduklah, dan beliau naik ke atas dua pundakku terus saya berupaya untuk mengangkatnya, dan beliau melihat saya tidak kuat, maka beliau turun dan duduk buat saya, beliau berkata naiklah kamu ke atas pundakku.” Ali berkata: maka saya naik ke atas dua pundaknya, terus beliau bangkit mengangkat saya,” Ali berkata: sesungguhnya di khayalkan kepadaku bahwa aku seandainya mau tentu aku mencapai ufuq langit sampai akhirnya saya manjat ke atas Baitullah dan diatasnya ada patung dari kuningan atau tembaga, terus saya berupaya mengonggat-onggatnya ke kanan, ke kiri, ke depan dan ke belakang hingga saat saya telah berhasil menguasainya, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata: lemparkan! Maka saya melemparkannya, sehingga pecah berantakan seperti terpecahnya botol, kemudian saya turun, dan kemudian saya dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam berlarian hingga kami terhalangi oleh rumah-rumah karena khawatir dipergoki oleh orang.”
Saya berkata: Asbath Ibnu Muhammad adalah tsiqah. Dia didlaifkan hanya bila dari jalur Ats Tsauri, sedangkan di sini ia tidak meriwayatkan darinya.
Nu’aim Ibnu Hakim Al Madainiy dinilai tsiqah oleh Yahya Ibnu Nu’aim dan Al ‘Ajaliy sebagaimana dalam Tarikh Bagdad 13/303.
Dari Abdullah Ibnu Ahmad Ibnu Hanbal berkata juga dalam Al Musnad 1/151: Nash Ibnu Ali telah memberitahu saya, Abdullah Ibnu Dawud telah memberitahukan kami dari Nu’aim Ibnu Hakim dari Ali radliyallaahu ‘anhu, berkata: Di atas Ka’bah ada patung-patung, maka saya pergi untuk mengangkat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam ke arahnya, namun saya tidak kuat, kemudian beliau yang mengangkat saya, sayapun terus memotong-motongnya, dan seandainya saya mau tentu saya bisa mencapai langit.”
Al Haitsami menuturkan hadits ini dalam Majma Az Zawaid 6/23 Bab Penghancuran beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam terhadap patung, Uqbah berkata: “Diriwayatkan oleh Ahmad, puteranya, Abu Ya’laa dan Al Bazzar beliau menambah setelah ucapannya sehingga kami bersembunyi di balik rumah-rumah, maka setelah itu tidak diletakkan lagi, yaitu sedikitpun dari patung-patung itu.” Berkata: “Para perawi semuanya tsiqat.”
Al Khatib Al Baghdadi berkata dalam Tarikh Baghdad 3/302-303: Abu Nu’am Al Hafidz telah memberitahukan kami secara dikte, Abu Bakar Ahmad Ibnu Yusuf Ibnu Khallad telah memberitahukan kepada kami, Muhammad Ibnu Yusuf telah memberitahu kami, Abdullah Ibnu Dawud Al Khuraiby telah memberitahukan kepada kami dari Nu’aim Ibnu Hakim Al Mada’iniy, berkata telah memberitahukan kepada saya Abu Nu’aim dari Ali Ibnu Abi Thalib, berkata: Rasulullah pergi bersama saya ke patung-patung itu, terus beliau berkata: “duduklah”, terus saya duduk di samping Ka’bah kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam naik ke atas pundak saya, kemudian beliau berkata: angkatlah saya ke arah patung itu. Maka sayapun bangkit, namun tatkala beliau melihat saya kepayahan di bawahnya, beliau turun: “duduklah”. Saya pun duduk dan menurunkan beliau dari saya. Kemudian beliau duduk untuk memikul saya, terus beliau berkata kepada saya, wahai Ali naiklah kamu ke pundak saya, maka sayapun naik ke atas pundaknya, terus beliau bangkit memikul saya, dan tatkala beliau bangkit maka dikhayalkan kepada saya bahwa seandainya saya mau tentu saya bisa menggapai langit, dan sayapun naik ke atas Ka’bah, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam mundur. Terus saya melemparkan patung terbesar milik Quraisy, sedang ia terbuat dari tembaga yang dipaku dengan paku besi, ke bawah, terus Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata kepada saya: “Goyang-goyang”, saya menggoyang-goyangnya dan terus menggoyangnya sedang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata ya…, ya…, ya…, saya terus menggoyangnya sehingga saya mampu menguasainya, beliau berkata: “pukullah”, sayapun memukulnya dan memecahkannya dan terus turun.
Saya berkata: Abu Maryam adalah Qais Ats Tsaqafy Al Madainiy, meriwayatkan dari Ali dan darinya Nu’aim Ibnu Hakim, disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat, ditsiqatkan oleh An-Nasaiy, namun dia sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidh Ibnu Hajar: Dia keliru dalam ucapannya bahwa Abu Maryam Al Hanafiy dinamakan Qais. Dan yang benar bahwa yang dinamai Qais adalah Abu Maryam As Saqafiy … hingga beliau berkata: namun dalam nuskhah yang saya dapatkan dari kitab At Tamyiz karya An Nasaiy yang ada hanyalah Abu Maryam Qais Ats Tsaqafiy, yang ia sebutkan dalam At Tamyiz… dan adapun Abu Maryam Al Hanafiy tidaklah disebutkan oleh An Nasaiy karena beliau tidak menyebutkan kecuali orang yang diketahuinya.”
Dan orang-orang yang membicarakan tentang hadits ini mencampuradukkan antara dua orang itu… ingatlah akan hal ini… dan ia telah ditsiqahkan oleh Al Hafidh Adz Dzahabiy dalam Al Kasyif 3/3376 dan disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Jarh Wat Ta’dl dan Al Bukhari dalam At Tarikh Al Kabir seraya beliau tidak menyebutkan jarh kufriy juga. Silakan rujuk Mizanul I’tidal 4/573.
Hadits ini dishahihkan oleh Al ‘Allamah Ahmad Syakir, beliau berkata dalam catatan pinggir pengtahqikan beliau atas Al Musnad 2/58: isnadnya shahih, Nu’aim Ibnu Hakim telah ditsiqahkan oleh Ibnu Ma’in dan yang lainnya serta Al Bukhari menyebutkan biografinya dalam At Tarikh Al Kabir 4/2/99 dan tidak menyebutkan jarh di dalamnya. Abu Maryam adalah Ats Tsaqafah Al Madainiy dan dia tsiqah dan Al Bukhari menyebutkan biografinya juga 4/1/151 dan tidak menyebutkan jarh di dalamnya… beliau berkata: dan termasuk hal yang jelas bahwa kisah ini terjadi sebelum hijrah.”
Saya katakan: namun demikian, telah kami katakan dalam kitab ini setelah kami tuturkan hadits ini. Kami katakan sendainya kami menerima bahwa tidak ada khabar yang shahih dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bahwa beliau menghancurkan patung-patung di Mekkah pada masa ketertindasan (istidl’aaf), maka sesungguhnya beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengikuti dengan sangat terhadap Millah Ibrahim seraya memegangnya dengan kuat, beliau tidak pernah mudlarah (basa-basi) terhadap orang-orang kafir meskipun sekali dan beliau tidak pernah diam membicarakan kebatilan mereka atau dari (mengomentari) tuhan-tuhan mereka, justeru kesibukan yang paling utama dalam tenggang 13 tahun itu dan bahkan yang lainnya adalah menyerukan: “Ibadahlah kalian kepada Allah dan tinggalkan thaghut.” (An-Nahl: 36).
Dalam tenggang 13 tahun keberadaan beliau di sana tidak berarti beliau memujinya, atau menyanjungnya, atau bersumpah untuk menghormatinya… hingga ucapan kami: (bahkan beliau terang-terangan menyatakan bara’ahnya dari kaum musyrikin dan perbuatan-perbuatan mereka, serta beliau menampakkan kekafiran terhadap tuhan-tuhan mereka padahal beliau dan para sahabatnya dalam kondisi tertindas. Dan kami telah merinci hal ini kepadamu dalam uraian yang lalu, dan seandainya engkau mengamati Al-Qur’an al Makkiy tentulah jelas bagi kamu hal yang banyak dari hal itu….)
Jadi masalahnya tidak seperti yang di duga oleh orang-orang itu tergantung pada satu hadits yang bisa dihabisi dengan cara didlaifkannya, namun ia memiliki bukti-bukti yang agung, dalil-dalil yang jelas, pokok-pokok yang kokoh dan kaidah-kaidah yang kuat dari dalil-dalil syari’at, yang tidak mampu menolaknya kecuali orang yang keras kepala lagi mengingkari.
Kebenaran adalah pilar yang tidak mampu menghancurkannya…
Seorangpun meski jin dan manusia berkumpul untuknya…
Dan dalam penjelasan ini kiranya cukup bagi orang yang menginginkan hidayah…
Dan sebelum saya tutup muqaddimah ini saya ingin menambahkan padanya, bahwa saya pernah mendebat di dalam penjara sebagian anggota partai politik yang berpikiran Irja’ (Murji’ah) seputar masalah Al Iman dan hal-hal yang bekaitan dengannya.
Dan di antara mereka ada salah seorang tokoh pimpinan mereka, ternyata di antara dalih yang dia gunakan dalam rangka melindungi/membela-bela pasukan syirik dan undang-undang adalah kisah Hathib Ibnu Balta’ah dan kisah Abu Lubabah Al-Anshariy. Dia mengklaim bahwa Hathib mencari informasi (jadi mata-mata) buat orang-orang kafir dan loyalitas kepada mereka serta bahwa Abu Lubabah telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya namun demikian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak mengkafirkan keduannya(3) dan dari sinilah dia mengqiyaskan sikap pemerangan pasukan syirik dan undang-undang terhadap syari’at ini serta permusuhan mereka terhadap orang-orangnya dengan perbuatan dua sahabat yang mulia ini. Dan dia mengambil kesempatan dari hal itu bahwa para pembela thaghut serta para aparat keamanannya yang menghabiskan umur mereka dalam melindungi syirik dan undang-undang juga dalam menjaga tahta para thaghut dan dalam memerangi syari’at dan orang-orangnya, mereka itu tidak boleh dikafirkan, karena dosa-dosa mereka itu tidak melebihi apa yang dilakukan oleh Hathib atau Abu Lubabah…!!! Bahkan orang itu melebihi hal itu dimana dia marah besar tatkala kami menukil darinya bahwa dia tidak mengkafirkan ‘asaakir (pasukan) syirik dan qanun (undang-undang), justeru dia mencap mereka itu sebagai orang-orang dzalim dan bejat, kemudian orang itu protes atas hal tersebut dan menuduh kami telah merubah konteks ucapannya. Memang dia benar seperti apa yang dia katakan bahwa ia tidak mencap mereka sebagai orang-orang dzalim dan bejat, begitu ucapannya secara muthlaq, namun dia hanya mengatakan dalam konteks membela-bela mereka agar tidak di kafirkan: “bisa jadi sebagian mereka itu dzalim atau fajir (bejat),” yaitu tergantung keadaan individu mereka itu, bukan dengan sebab status pekerjaan mereka dan pembelaannya terhadap para thaghut serta sikap perang mereka terhadap syari’at dan ahlinya…
Maka saya katakan kepada mereka: sungguh aneh kalian ini, kalian sangat merasa berat dari mencap tentara para thaghut dan aparat syirik dan tandid dengan cap dzalim dan fujur, namun kalian tidak segan-segan mengatakan tentang Hathib: dia telah loyal pada orang-orang kafir dan cari informasi buat mereka. serta tentang Abu Lubabah: dia telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya…!!! dan inilai perpisahan antara kami dengan mereka.
Dan tatkala sebagian Islamiyyin di penjara berupaya untuk mengumpulkan dan mengishlahkan di antara kami, maka berlangsunglah diantara kami dan mereka beberapa diskusi, dan ternyata kami dapatkan mereka tetap bersikukuh pada pendapatnya itu, maka saya katakan kepada mereka, “Kalian tidak sungkan-sungkan mengomentari negatif sebagian sahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan mencap mereka sebagai pengkhianat, padahal kalian sangat keberatan untuk mencap musuh-musuh Allah dan aparat thaghut dengan dhalim dan fujur… oleh karenanya kami demi Allah tidak ingin berteman dengan kalian, dan kami hanya mudaarah (bersikap pasif) dengan kalian dan menjauhi dari menyibukkan diri dengan kalian, karena kami ada di penjara dan ada di tengah-tengah musuh-musuh Allah Subhanahu Wa Ta ‘Ala.”(4) Nah dari sinilah salah seorang di antara mereka berang dan mengeluarkan apa yang dipendam di dadanya: (“Kamu ini pada dasarnya orang yang mengajak kepada Millah Ibrahim, sedangkan orang yang menyeru kepada Millah Ibrahim adalah orang yang tercoreng secara politik, lagi menyeru kepada perdamaian dengan Yahudi dan Nasrani yang mana mereka itu adalah tergolong anak-anak Ibrahim). Saya tidak menuturkan kisah ini di sini melainkan untuk tujuan ini, dan inilah inti bukti dari kisah tersebut.
Saya tidak tahu apa yang mesti saya katakan dalam hal ini…???
Dengan apa saya harus membantah orang-orang yang ingin menegakkan khilafah, sedangkan mereka tidak bisa membedakan antara ungkapan (anak-anak Ibrahim) yang di promosikan oleh para thaghut hari ini untuk bersaudara dan berdamai dengan Yahudi, sedang ini adalah ungkapan yang dimaksudkan dengannya perobohan ikatan-ikatan Al Iman, pembancian pokok-pokok dien ini, serta penghancuran tembok-tembok Al Wala dan Al Bara’ dan Allah Subhanahu Wa Ta ‘Ala telah membantah mereka dengan firman-Nya:
مَاكَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلاَ نَصْرَانِيًّا وَلَكِن كَانَ حَنِيفًا مُّسْلِمًا وَمَاكَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya: “Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik”. (QS. Ali Imran, 3: 67)
Mereka tidak bisa membedakan antara ungkapan tadi dengan ungkapan (Millah Ibrahim) yang telah memisahkan antara anak dengan bapak, karena ia adalah pemisah antara wali-wali Ar-Rahman dengan wali-wali Syaitan, yang mana Allah telah berfirman tentangnya:
وَمَن يَرْغَبْ عَن مِّلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلاَّ مَن سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي اْلأَخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ
Artinya: “Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, kecuali orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang yang saleh.” (QS. Al Baqarah, 2: 130)
Dan kami telah menjabarkannya buatmu dalam kitab ini… silakan teliti dan jangan hiraukan celotehan orang-orang yang menyelisihi.
Begitulah wahai akhat tauhid… sungguh sayang sekali sesungguhnya saya sepanjang masa-masa yang lalu dari pencetakan buku ini tidak ada yang sampai kepada saya dari kalangan orang-orang yang menyelisihi lagi membela-bela (aparat thaghut) yang selalu mencela kami dan dakwah kami kecuali seperti celotehan-celotehan yang selayaknya kami tidak menanggapinya… seandainya kami tidak mengetahui keadaan manusia zaman kita ini dan lenyapnya ciri dan tanda-tanda millah yang agung ini di antara mereka, serta seandainya diantara mereka tidak ada orang-orang yang suka mendengarkan ucapan orang-orang sesat yang Allah sifati dalam awal surat Ali Imran…
Saya memohon kepada Allah subhaanahu wa ta’ala agar memenangkan dien-Nya dan membungkam musuh-musuh-Nya.
Dan menjadikan kita sepanjang hidup kita sebagai pembela millah ini dan menjadikan kita bagian dari tentaranya dan pasukannya. Dan Dia menerimanya dari kita dan menutup bagi kita dengan syahadah di jalan-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi-Nya, keluarganya dan para sahabat semuanya.
Abu Muhammad
BERSAMBUNG................
Bagian 2 :
http://www.facebook.com/
No comments:
Post a Comment