Wahai umat Islam, sedarlah... Kita telah diberikan nikmat oleh Allah subhanahu wata’ala yang tidak semua orang mendapatkannya. Tahukah nikmat apakah itu ? Nikmat itu adalah kita dilahirkan oleh orang tua yang beragama Islam sehingga saat ini kita masih beragama Islam. Lalu apakah kita telah mensyukuri nikmat ini ? Jika kita mensyukurinya, lalu kenapa justru kita ingin keluar lagi dari agama yang mulia ini ? Tidakkah kita pernah mendengar firman Allah ini :
”Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang yang kafir”. (QS. Al Maidah : 44)
Lalu bagaimana dengan kita? Sudahkah kita berhukum dengan hukum Allah ? Kenapa kita mahu hidup dibawah hukum thaghut (hukum buatan manusia) ini ? Relakah kita menjadi kafir kembali setelah Allah ‘azza wajalla memasukkan kita kedalam Islam ? Kenapa kita tidak mahu hidup dibawah hukum Allah subhanahu wata’ala? Kenapa kita lebih memilih hukum buatan manusia dibanding hukum Allah yang telah menciptakan kita? Pernahkah kita membaca firman Allah ini ?
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari akhirat, dan bahawasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir”. (Qs. An Nahl : 106-107)
Apakah kita pernah mendengar perintah Allah ini wahai umat Islam?
“Mereka hendak berhukum kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thaghut itu”. (Qs. An-Nisaa' : 60)
Apakah kita sudah melaksanakan perintah Allah ini ? Jika belum, lalu kenapa kita tidak melaksanakannya ? Atau Kita merasa bebas untuk memilih sekehendak hati kita ? Tidakkah sampai firman Allah ini kepada kita ?
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (Qs. Al-Ahzab : 36)
Wahai umat Islam, ketahuilah bahwa Allah ‘azza wajalla bertanya sesuatu kepada kita :
"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka dien (aturan) yang tidak diizinkan Allah?". (Qs. Asy-Syuura: 21)
"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki. Dan hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah bagi kaum yang yakin?". (Qs. Al-Maaidah : 50)
Pertanyaan ini Allah Ta’ala tujukan kepada kita wahai umat Islam. Bolehkah kita menjawabnya ? Jika kita tidak boleh menjawabnya, lalu kenapa kita masih juga hidup dibawah hukum thaghut (hukum buatan manusia) ini, kenapa kita tidak segera menuntut kepada Pemerintah agar kita boleh hidup dibawah hukum Allah. Tidakkah kita merasa harga diri kita saat ini berada pada derajat paling rendah ? Tidakkah kita malu kepada orang-orang kafir, mereka saat ini sedang mengejek dan memperolok kita. Mereka saat ini mengatakan : “Lihatlah, Negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia saat ini memakai hukum kita (Demokrasi). Mereka bahkan tidak mampu untuk menegakkan hukum yang berasal dari agama mereka sendiri”. Tidakkah kita malu wahai umat Islam? Dimana harga diri kita saat ini sebagai umat Islam ?
Mengapa kita meng-esakan Allah dalam beribadah, tapi kita menyekutukan-Nya dalam menetapkan hukum (berhukum). Tidakkah sampai ayat-ayat ini kepada kita ?
"Dan Dia tidak mengambil seorangpun sebagai sekutu-Nya dalam menetapkan hukum". (QS. Al Kahfi : 26)
Tidakkah kita takut ayat dibawah ini akan menimpa kita ?
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al-An’am: 88)
Ketahuilah wahai umat Islam, bahwa semua ibadah yang kita lakukan itu tidak akan bernilai apapun, karena Allah ‘azza wajalla akan menghapus semua amalan kita jika kita masih tetap rela hidup dibawah hukum thaghut ini karena kita telah menyekutukan-Nya dalam berhukum. Na’udzubillah…
Pernahkah kita mendengar firman Allah ini :
”Maka putuskanlah hukum di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah”. (Qs.Al-Maaidah : 49)
“ Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah?”. (Qs. Al An’am : 114)
Apakah kita sudah melaksanakan ayat-ayat diatas ? Atau kita merasa berhak untuk membuat hukum sendiri ? Tidakkah kita pernah mendengar Firman Allah ini ?
“Hak hukum itu hanyalah kepunyaan Allah”. (Qs. Yusuf : 40)
Serta sabda Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam :
"Sesungguhnya Allah itu Al Hakam (Maha Memutuskan perkara hamba-Nya) dan hak Allah-lah masalah hukum itu”. (HR. Abu Daud no. 4955, An Nasai 8/226,227, Al Baihaqi 10/145, Shahih)
Wahai umat, cuba kita renungkan kisah berikut ini.
Suatu hari Rasulullah marah besar karena melihat Umar masih membawa-bawa dan mempelajari Taurat, kemudian beliau bersabda :
“Seandainya Musa turun dan kalian mengikutinya serta meninggalkanku, pastilah kalian tersesat”. (HR. Ahmad, dihasankan syaikh Al Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir no 5308 dan Irwaul Ghalil no. 1589)
Subhanallah… Tahukah kita siapa Musa yang dimaksud dalam hadits diatas ? Jika kita menjawab “itu adalah Kalimullah Musa ‘alaihissalam”, maka kita benar. Tapi tidakkah kita perhatikan wahai umat Islam, jika saat ini mengikuti hukum yang dibawa oleh Musa ‘alaihissalam saja akan tersesat, lalu bagaimana dengan kita yang mengikuti hukum thaghut (hukum buatan pemerintah) yang saat ini berjalan di negeri kita ?
Lalu bagaimana dengan Taurat ? Bukankah Taurat itu juga kitab Allah ? Tetapi tidakkah kita perhatikan Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam melarang Umar bin khattab untuk hanya sekadar mempelajarinya. Sedangkan kita, bagaimana dengan kita ? Tidakkah hadits ini menjadi pelajaran untuk kita ? Kitab apakah yang kita pelajari dan kita jadikan pedoman dalam kehidupan kita saat ini ? Sudahkah kita melaksanakan syari’at seperti yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu dalam negara dan kehidupan kita ? Sudahkah kita berhukum dengan hukum Allah yang dibawa oleh Rasul-Nya sallallahu ‘alaihi wasallam ? Atau saat ini kita justru menjadikan Pancasila dan UUD 1945 dan Perlembagaan Persekutuan serta demokrasi sebagai pedoman hidup kita ?
Dan renungkan pula dalam hati kita sabda Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam berikut ini :
“Demi Dzat yang nyawa Muhammad berada di tangan-Nya. Tak seorangpun dari umat ini yang mendengarku (dakwahku), tidak Yahudi tidak pula Nasrani, kemudian dia mati dan tidak beriman dengan risalah yang aku diutus dengannya kecuali ia menjadi penduduk neraka”. (HR. Muslim, Silsilah Ahadist Shahihah no. 157, Shahih Jami’ Shaghir no. 7063)
Apakah saat ini kita masih merasa beragama Islam dan beriman kepada Allah Ta’ala wahai umat Islam? Ketahuilah, sesungguhnya jika kita tidak segera kembali kepada hukum Allah dan kembali kepada syari’at Islam yang kaffah yang sesuai dengan apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam, maka Allah telah membuat suatu keputusan untuk kita. Perhatikanlah firman Allah ‘azza wajalla berikut ini :
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu. Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya”. (Qs. An Nisaa’ : 60)
Ya umat Islam, Allah mempertanyakan keimanan kita. Tahukah kita kenapa Allah Ta’ala mempertanyakan keimanan kita ? Ketahuilah, Allah mempertanyakan keimanan kita karena kita mengaku beragama Islam dan beriman kepada Allah, akan tetapi kita tidak mau berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah. Karena kita lebih memilih berhukum dengan hukum thaghut buatan pemerintah padahal Allah telah memerintahkan kita untuk mengingkari hukum thaghut tersebut.
Jika kita bertanya : ”Apa yang akan terjadi jika kami tetap berpegang teguh kepada hukum thaghut dan berpaling dari hukum Allah ?”. Perhatikan baik-baik wahai umat Islam, Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menjawab pertanyaan kita :
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (Qs. An Nisaa’ : 65)
Ya, inilah jawabannya. Allah telah bersumpah dengan diri-Nya yang Maha Suci bahwa kita tidak beriman sampai kita menjadikan hukum Allah yang dibawa melalui Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai hukum dalam kehidupan kita. Lalu apa artinya sumpah Allah bahwa “kita tidak beriman” ?
”Dan barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (Qs. Al Maaidah : 44)
Ya inilah artinya. Sumpah Allah diatas artinya bahwa kita akan menjadi kafir (walaupun kita masih mengaku Islam, Shalat, Puasa, Zakat, dan ibadah lainnya). Tidakkah kita menyadarinya wahai umat Islam? Saat ini kita akan menjadi kafir jika kita mengakui, tunduk, patuh, dan taat kepada hukum thaghut yang sedang berlaku di negeri kita saat ini. Wallahul Musta’an…
PELAJARAN DARI FIR’AUN
Siapa itu Fir’aun wahai umat Islam? Jika kita menjawab : Fir’aun adalah seorang manusia yang telah dilaknat oleh Allah subhanallahu wata’ala karena dia telah mengaku dan mengatakan kepada umat Islamnya bahwa dirinya adalah Tuhan yang wajib disembah dan ditaati, maka kita benar.
Lalu apa maksud dari Fir’aun bahwa dirinya adalah Tuhan ? Apakah dia mampu menciptakan makhluk seperti Allah Yang Maha Kuasa menciptakan kita dan alam semesta ini ? Ternyata tidak wahai umat Islam, bahkan hanya menciptakan seekor nyamuk saja Fir’aun la’natullah itu tidak mampu untuk melakukannya. Dan Fir’aun sendiri mengakui bahwa dirinya adalah seorang manusia.
“Dan mereka berkata: “Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), Padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?”. (Qs. Al Mukminun : 47)
Jika demikian, apa maksud Fir’aun bahwa dirinya adalah Tuhan ? Ketahuilah wahai umat Islam Indonesia Malaysia, ternyata yang dimaksud oleh Fir’aun bahwa dirinya adalah Tuhan, yaitu dia boleh dan berhak mengatur manusia dengan hukum yang dibuatnya, dan manusia (rakyatnya) wajib untuk tunduk, patuh, dan taat terhadap hukum yang dibuatnya itu. Barangsiapa yang melanggar hukumnya maka akan mendapat seksa dan hukuman.
“Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya”. (QS. Az Zukhruf : 54)
“Fir'aun berkata : “Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain Aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan”. (QS. Asy Syu’ara : 29)
Jika demikian, apa hukumnya terhadap orang-orang yang dengan sukarela serta lapang dada menerima serta tunduk dan taat kepada hukum yang dibuat oleh Fir’aun ? Ya, kita benar wahai umat Islam. Barangsiapa yang dengan sukarela serta lapang dada menerima serta tunduk dan taat kepada hukum yang dibuat oleh Fir’aun, maka mereka telah menjadi penyembah Fir’aun. Dan mereka semua adalah orang-orang kafir.
Lalu bagaimana dengan zaman kita sekarang ? Adakah Fir’aun dizaman kita sekarang ini ? Jika kita menjawab “tidak ada”, maka kita keliru wahai umat Islam. Tahukah kita bahwa hampir diseluruh dunia saat ini terdapat Fir’aun ? Mungkin kita akan mengatakan : ”kami tidak pernah mendengar atau mengetahui ada orang yang mengatakan dirinya Tuhan”. Benar, memang mereka tidak mengatakan dirinya Tuhan seperti yang Fir’aun katakan, akan tetapi apa yang mereka kerjakan sama seperti apa yang dikerjakan oleh Fir’aun. Mereka setiap hari membuat hukum-hukum baru yang menyelisihi hukum Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mereka merasa mempunyai hak untuk menetapkan hukum bagi rakyatnya dan mereka mewajibkan rakyatnya untuk tunduk, patuh, dan taat terhadap hukum yang mereka buat itu. Dan barangsiapa diantara rakyatnya yang melanggar hukum yang mereka buat tersebut, maka akan mendapatkan seksa dan hukuman.
Bukankah mereka ini sama seperti Fir’aun wahai Umat Islam? Walaupun mereka tidak pernah mengatakan bahwa dirinya adalah Tuhan. Lalu siapakah mereka ini ? Ketahuilah, mereka adalah Pemerintah/para penguasa negeri kaum muslimin, dan termasuk pemerintah negeri kita tercinta ini, Pemerintah Indonesia Malaysia.
Lalu bagaimana jika kita tunduk dan patuh kepada hukum yang dibuat oleh pemerintah ini ? Jawabannya sudah sangat jelas wahai umat Islam. Jika kita melakukannya, maka itu artinya kita sama dengan para penyembah Fir’aun, kita telah menyembah pemerintah seperti para pengikut Fir’aun telah menyembahnya.
Mungkin kita berdalih dan tidak mengakuinya dengan mengatakan : “Sesungguhnya kami tidak pernah menyembah pemerintah, kami hanya menyembah Allah yang Maha Esa”. Maka ketahuilah wahai umat Islam Indonesia Malaysia, Allah Ta’ala telah membantah kita melalui firman-Nya :
”Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. At Taubah : 31)
Sudah sama-sama diketahui bahwa ibadah kaum Nasrani kepada para pendeta dan ahli ibadah mereka berbentuk ketaatan kepada mereka dalam penghalalan yang haram dan pengharaman yang halal. Hal ini telah diterangkan dalam hadits Adi bin Hatim yang diriwayatkan oleh Tirmidzi (3095), Ibnu Jarir (16632, 16631, 16633), Al Baihaqi (X/116), Ath Thabrani dalam Al Kabir (XVII/92) dan lainnya. Dalam hadits tersebut disebutkan, ketika mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat tersebut, Adi bin Hatim Radhiyallahu ‘anhu mengatakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam : ”Kami dahulu tidaklah menyembah mereka (yaitu rahib-rahibnya)”. Kemudian Rasulullah bersabda : “Bukankah para pendeta kita menghalalkan sesuatu yang haram, dan mengharamkan sesuatu yang halal lalu kalian mengikutinya?”, Adi bin Hatim menjawab “Benar”. Rasulullah bersabda : “itulah bentuk penyembahan kalian terhadap mereka”.
Maka apakah sudah jelas bagi kita sekarang wahai umat Islam? Jika kita mengikuti, mengakui, tunduk, patuh, taat dan rela kepada hukum yang dibuat oleh pemerintah yang berlaku saat ini di negeri kita, sama dengan kita menyembah pemerintah, seperti para penyembah Fir’aun dan kaum Nasrani yang menyembah para pendeta mereka, dan itu artinya kita akan menjadi kafir.
Sadarlah wahai umat Islam, sudah begitu banyak musibah yang Allah timpakan kepada kita akibat perbuatan kita yang rela hidup dibawah hukum buatan pemerintah yang busuk ini serta berpaling dari hukum Allah yang suci.
“Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Al-Maaidah : 49)
Maka berhati-hatilah wahai umat Islam. Mari kita bertaubat dan melakukan perubahan dengan menuntut kepada Pemerintah yang saat ini berkuasa di negeri kita untuk segera menerapkan hukum Allah yang suci. Janganlah kita tertipu dengan slogan-slogan palsu mereka bahwa mereka telah menerapkan Syari’at Islam di beberapa daerah, karena semuanya itu adalah Syari’at Islam palsu yang bertujuan untuk menipu kita. Jika kita masih ragu tentangnya, silakan kita lihat sendiri di negara kita yang mengaku telah menerapkan Syari’at Islam. Silakan kita lihat sendiri apakah hukum Allah benar-benar diterapkan di negara kita yang mengaku menerapkan Syari'at Islam, dan silakan kita lihat sendiri apakah di kemaksiatan makin berkurang atau justru makin bertambah.
Bangkitlah wahai umat Islam, jangan biarkan Pemerintah yang telah menjadi musuh-musuh Allah ini merobek-robek agama kita, menghinakan kita. Dulu Rasulullah dan para Sahabatnya berkeliling dunia untuk meninggikan Syari’at Allah. Orang-orang kafir terpaksa dengan tunduk dan hina untuk hidup dibawah Syari’at Islam. Sedangkan kita saat ini, justru orang-orang kafir yang memaksa kita untuk hidup dibawah Syari’at mereka. Sungguh, tidak ada kehinaan yang lebih besar daripada hal ini.
Sadarlah wahai umat Islam, mari kita kembali kepada Syari’at Allah agar kita mendapatkan kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Sudah cukup berbagai macam musibah dan kesengsaraan yang selama ini menimpa kita. Allah yang menciptakan alam semesta ini, maka Allah yang lebih mengetahui bagaimana cara mengatur alam semesta ini dengan menurunkan Syari’at-Nya. Jangan sampai kita menyesal saat kita melihat azab Allah di Akhirat kelak, karena semuanya sudah terlambat. Na’udzubillahi min dzalik...
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyedarinya, supaya jangan ada orang yang mengatakan : "Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah)”. Atau supaya jangan ada yang berkata : “Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertaqwa”. Atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab : “Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang berbuat baik”. (Bukan demikian) sebenarnya telah datang keterangan-keterangan-Ku kepadamu lalu kamu mendustakannya dan kamu menyombongkan diri dan adalah kamu termasuk orang-orang yang kafir”. (QS. Az-Zumar : 54-59).
No comments:
Post a Comment