TARBIYAH bukan sekadar trbansfer ilmu. Mengajarkan ilmu bab perbab, lalu ujian dan lulus menerima ijazah. Lebih dari itu, tarbiyah merupakan proses. Gabungan proses pembentukan pribadi, pewarisan ilmu dan nilai, disertai kontrol dan evaluasi.
Akan menjadi pincang jika yang dimaksudkan tarbiyah hanya transfer ilmu saja. Jika yang dimaksud tarbiyah hanya sekadar transfer ilmu, tak usahlah mencari guru, cukup baca buku di rumah dan asyik dengan nukilan dan pendapat. Namun apakah buku bisa menegur dan membenarkan jika pembacanya salah menafsirkan makna?
Karena ilmu tak hanya sebatas menghafal saja. Ilmu adab dan sopan santun, pendidikan karakter, akhlak yang mulia, adab tentang kelemah lembutan dan pembentukan pribadi yang tak pantang menyerah dalam menghadapi segala beban tak cukup diajarkan hanya di atas kertas.
Tarbiyah juga tidak lengkap jika hanya sebatas penghakiman saja tanpa disertai fungsi kontroling dan pengawalan. Karena seorang murabbi bukan hanya seorang hakim yang menjatuhkan vonis salah, saat seorang mad’u berbuat kekhilafan.
Seorang murabbi akan mendahuluinya dengan proses transfer ilmu dan kontroling sebelum akhirnya menjatuhkan vonis. Jika proses tarbiyah itu telah sempurna, masalah yang datang akan menjadi bahan pembelajaran yang mematangkan proses tarbiyah itu sendiri.
Alangkah matangnya generasi semacam ini. Kenyang dengan tarbiyah, matang dengan masalah. Jadi, murabbi itu pengawal dan pembina. Seorang ustadz juga seorang hakim. Mengawal pembentukan kader penerus yang nantinya akan memegang estafet perjuangan selanjutnya, dan menjaganya agar tidak pernah berhenti.
Benarlah apa yang disampaikan oleh Syaikh Abdullah Azzam rahimahullah berkenaan dengan tarbiyah; Tarbiyah tidak bisa diperoleh melalui lembaran-lembaran kitab, dan tidak pula dibagi-bagikan lewat brosur-brosur.
Mereka yang mengambil sesuatu dari balik kitab dan membaca dalam majalah-majalah, hanyalah mendapatkan tsaqafah bukan tarbiyah. Sungguh beda, dan jauh amat berbeda antara tsaqafah dan tarbiyah. Makanya anda dapati perbedaaan yang sangat jauh antara pemuda yang terbina di tangan para tokoh ulama dengan pemuda yang terdidik melalui lembaran-lembaran buku.
Saya tidak mengatakan “terbina melalui lembaran-lembaran kitab”, oleh karena itu mu’alim dan qaid tidak memberikan pelajaran adab melalui pengetahuan dan fikrahnya saja. Tapi dia membina melalui amal perbuatannya, sebagai suri tauladan yang baik bagi orang-orang yang ada di sekelilingnya.
Dia membina anak-anak asuhnya melalui tingkah lakunya yang baik, melalui budi pekertinya dan iltizamnya terhadap Islam. Melalui zuhudnya dan syaja’ahnya (keberanian). Tunas-tunas yang sedang berkembang ini terbina disekelilingnya, dan akan tumbuh matang dengan izin Rabb-nya, di atas petunjuk kitabullah dan sunnah Rasul–Nya.
Maka tidaklah aneh jika Ibnul Mubarak hingga mengatakan, “Dua puluh tahun aku habiskan waktuku untuk menuntut ilmu dan tiga puluh tahun kau habiskan waktuku untuk menuntut Adab.” Oleh karena adab tidak bisa diperoleh melalui kitab, adab hanya bisa didapat melalui akhlak para alim ulama’.
Disarikan dari kitab Tarbiyah Jihadiyah karangan Syaikh Abdullah Azzam rahimahullah.
No comments:
Post a Comment