“Pak, saya udah bisa keluar?” tanya Banda (22) kepada dokter yang merawatnya. “Walau saya masih pincang, saya yakin sudah kuat pak ...” tambah Banda lagi. Tubuh mujahid Maluku itu memang masih terlalu ringkih untuk bisa kembali ke medan jihad. Panah beracun pasukan merah baru saja dicabut dari tubuhnya. Tapi Banda sudah tidak sabar . Apalagi melihat teman-temannya sesama mujahidin yang berdatangan dari medan jihad. “Saya lihat-lihat keadaan. Terus ketika dokter lengah, saya lompat keluar dan kembali ke tengah pasukan,” tutur Banda.
Muhammad Banda punya banyak pengalaman menarik. Salah satunya, ia mengaku pernah menghadapi pasukan merah yang memberondong tubuhnya. “Saya ditembak pakai senjata rentetan. Udah tujuh tembakan tapi saya tidak apa-apa.” Menurut Banda, para mujahidin umumnya memang tidak mudah ditembak dan dilukai oleh musuh. Tapi bila mereka sudah emosi, lalu memaki, mengeluarkan kata-kata kotor, ia menjadi lemah. Hal ini diketahui oleh pasukan merah. Sehingga menurut Banda, “Mereka memancing kita dengan kata-kata kotor, menghina agama, nabi kita dihina, supaya kita emosi, lalu kita marah dan kita balas memaki.”
Pernah juga, ketika Banda terkepung oleh pasukan Kristen di sebuah masjid. Pasukan merah melempar bom rakitan dalam jarak dekat. Waktu itu, Banda hanya berlindung di balik drum. Ketika bom meledak, drum itu terlempar tinggi dan hancur berkeping. Tapi anehnya, tak secuilpun tubuhnya terluka serius. “Alhamdulillah tak apa-apa, cuma tanda titik-titik merah pada badan,” kenang Banda.
Bukan hanya Banda, kisah-kisah mujahidin Maluku lainnya bisa membuat bulu kuduk orang yang mendengarnya berdiri. Simak saja cerita Bakrie Ohorella (27) yang menggambarkan suasana semangat jihad yang berkobar dalam dirinya. “Dalam perang itu, bisa dikatakan, kita 30 orang sedangkan mereka sekitar 100 orang. Meski begitu, kita masih terus. Mungkin ada pertolongan dari Allah. Meski diserang, kita lebih sering menang. Di STAIN, di Kampung Jawa, Kota Jawa, Mardhika, Air Selobar.” Bakri lalu menceritakan perbandingan jumlah muslim di Air salobar yang sangat sedikit dibanding massa merah. “Orang-orang Muslim yang tinggal di Air Selobar sedikit, kalau dibandingkan dengan mereka. Tujuh belas kampung mereka, bukan sedikit. Tapi kita menang. Ya, karena Allah,” ujar Bakrie yang kini terbaring di rumah sakit.
Ia juga menceritakan bagaimana Allah sering kali menurunkan pertolongan berupa kekuatan dan keberanian pada dirinya. Tak jarang ia turun ke medan tanpa membawa sepucuk senjatapun. “Saya sedang duduk-duduk di rumah lalu mendengar Ahuru diserang, tanpa pikir panjang saya langsung berangkat. Allah panggil saya untuk jihad,” tandasnya.
Bakrie menambahkan, “Pasukan Kristen itu rata-rata takut pada saat kita takbir. Kita takbir langsung maju ke depan. Kalau kita sudah takbir, mereka takut. Gemetar. Kalau lihat TNI mereka (malah) berani.” Subhanallah. Begitulah Allah menanamkan keberanian dalam dada para mujahidin-Nya.
Sebelum berangkat jihad, biasanya pasukan jihad melakukan sejumlah ritual ibadah untuk membersihkan diri. Seperti diungkapkan Bakrie, sebelum berperang pasukan jihad minta izin pada orang tua kemudian berwudhu dan membaca do’a. “Mau melangkah ke muka pintu saya langsung bilang dalam hati “ya Allah lindungi saya, saya mau ikut perang untuk membela agama-Mu ya Allah. Tolong lindungi saya. Sesudah itu saya bersyahadat sepanjang perjalanan, sampai di medan pertempuran.”
Bakrie mengenang bagaimana ia menguburkan mayat saudara-saudaranya yang gugur di medan jihad. “Mayat orang Islam, dia kayaknya bercahaya, walapun dia sudah wafat, tapi baunya harum. Saya angkat, kubur kawan saya, masuk lubang kubur, mukanya senyum, baunya kayak bau minyak Mekkah,” tutur Bakrie sambil matanya berkaca-kaca.
Hingga kini, Bakrie sangat merindukan kembali ke medan jihad. “Kita mau pergi perang lagi, tapi orang sana bilang, jangan, kamu jangan maju, udah nggak bisa. Tapi saya nggak tahan. Kayaknya mau aja di medan pertempuran. Saya rindu ingin bertempur, seakan-akan perang itu istri saya,” tutur Bakrie. Ia menggambarkan, “Di medan perang itu indah, indah. Saya rasa di medan perang seakan-akan bertemu malaikat. Waktu saya pulang perang biasa aja, tapi di medan perang kok saya bisa begini, kayak saya lihat malaikat turun.”
Semangat jihad sudah mendarah daging dalam diri Bakrie. Ia juga mengatakan, “Rumah saya boleh terbakar, apalah artinya sebuah rumah. Ambon boleh tenggelam, tapi Islam tidak boleh tenggelam.”
Apa yang disampaikan Banda dan Bakrie juga ditegaskan oleh dr. Andhika Rachman, salah seorang relawan tim medis MER-C yang bertugas di Maluku Utara. Selama bertugas, dr. Andhika banyak menyaksikan kejadian aneh yang sulit dinalar dengan akal manusia. Ia benar-benar menyaksikan bagaimana tingginya semangat jihad di kalangan masyarakat muslim Maluku. Pernah, ketika ia mengobati seorang pasien yang terluka akibat panah di tubuhnya. Belum selesai diobati, sang pasien sudah memaksa untuk turun lagi ke medan jihad. “Ayo dok, tolong sembuhkan saya segera. Biar saya balik lagi ke sana...” ujar sang pasien.
Lebih hebat lagi, kisah Andhika, ada seorang anak perempuan berusia 11 tahun. Dia sampai mengancam orang tuanya, ketika tidak mengizinkan dia untuk berjihad. “Dia ngomong, kalau Bapak Ibu tidak mengizinkan saya berjihad saya akan bunuh diri. Sekarang dia menjadi salah satu pemimpin pasukan jihad, kalau tidak salah, pasukan Jailolo,” ujar Andhika.
Rizal M. Nur (30), wartawan Ternate Post bertutur bagaimana datangnya pertolongan Allah kepada kaum muslimin Maluku. “Pernah ada seorang Kristen yang bilang pada saya. Katanya orang Islam itu dapat pertolongan. Karena ketika orang-orang Islam, pasukan putih, lemparkan batu, batu-batu itu panas. Itu mereka kapok. Meskipun mereka didukung bom-bom molotov. Tapi karena orang Islam hanya dengan batu, tapi sangat ampuh.”
Yang diceritakan Rizal, mengingatkan sebuah peristiwa yang dialami Rosulullah dalam perang Hunain. Ath Thabrani meriwayatkan, bagaimana Rosulullah menaburkan debu ke muka orang-orang musyrik. Sementara dalam pandangan orang musyrik saat itu, yang dilempar Rosulullah bukan segenggam tanah atau debu, melainkan batu-batu dan pepohonan yang berlari memburu.
Kisah-kisah serupa itu memang bukan hal baru dalam dunia jihad. Tahun-tahun Jihad Afghanistan mengusir beruang merah komunis Uni Soviet juga banyak mencatat peristiwa luar biasa yang dialami para mujahidin. Dr. Abdullah Azzam, salah seorang panglima mujahidin Afghan yang terkenal, menulis sebuah buku khusus tentang hal tersebut, berjudul “Ayatur Rahman fi Jihadil Afghan” (Tanda-tanda Kekuasaan Allah dalam Jihad Afghanistan). Dalam buku itu, beliau mengulas ragam karomah dan keajaiban yang dialami mujahidin Afghan.
Seorang mujahidin bernama Abdulmannan menceritakan pengalaman yang dialami salah seorang rekannya. “Dalam sebuah pertempuran di batas desa, seorang mujahid bernama Amirjan gugur. Musuh berhasil menghalau kami dan memasuki desa. Kemudian putra Amirjan yang masih berumur tiga tahun keluar rumahnya dengan membawa korek api lalu menghadap tank musuh yang sedang berjalan. Komandan pasukan musuh bertanya apa maksud anak kecil itu menghadap tanknya. “Si kecil ini hendak membakar tank kita dengan korek apinya,” kata sang prajurit.
Keberanian lain yang dikaruniakan Allah pada para mujahidin Afghan juga terwujud ketika pasukan komunis dengan persenjataan lengkap dan tank-tanknya mengepung sebuah masjid yang dijadikan tempat berlindung para mujahidin. Kemudian datanglah seorang wanita ke depan masjid dan berdoa, “Ya Allah, apabila Engkau akan memberikan kekalahan pada para mujahidin yang ada di dalam sana. Maka jadikanlah aku sebagai tumbal untuk menyelamatkan mereka.” Benar saja, wanita itu tewas diberondong peluru tentara musuh dan para mujahidin bisa menyelamatkan diri.
Maulawi, salah seorang komandan mujahidin, menuturkan peristiwa luar biasa yang dialaminya. Di daerah Syathura, mujahidin yang hanya berkekuatan 25 orang digempur oleh musuh yang berkekuatan ribuan orang. Pertempuran sengit terjadi selama empat jam, dengan kemenangan di pihak mujahidin. Musuh yang tewas sebanyak 80 orang dan 26 tertawan. Maulawi bertanya kepada salah seorang tawanan, “Kenapa kalian cepat sekali menyerah?” Sang tawanan itu berkata, “Pasukan tuan dengan senapan mesin buatan Amerika menghujani kami dengan bom dari empat penjuru mata angin, bagaimana kami bisa menang dalam pertempuran.” Maulawi mendengarkan jawaban itu dengan penuh heran. Sebab, pasukannya hanya memakai senapan sederhana, bukan meriam, apalagi senapan mesin buatan Amerika. Dan ia hanya menyerang dari satu arah, bukan empat arah.
Jauh-jauh hari sebelum tragedi Afghan terjadi, Allah telah berjanji dalam Al Qur’an, bahwa malaikat akan datang membantu kaum muslimin. “Ingatlah (Muhammad) tatkala Tuhanmu mewahyukan kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku bersama dengan kalian, karenanya, tabahkanlah (hati/semangat) orang-orang yang beriman. Aku akan letakkan di hati orang-orang yang kafir itu rasa takut (ngeri), pancunglah leher-leher mereka dan pukul persendiannya (tangan dan kaki) mereka.” (QS. Al-Anfal: 12)
Benarlah apa yang dijanjikan Allah SWT, bahwa tak ada yang bisa menundukkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh berjihad. “Jika kalian sabar dan taqwa, walaupun mereka (pasukan musuh) datang pada kalian secara tiba-tiba sekarang juga, Tuhan kalian akan mengirim bala bantuan kepada kalian dengan lima ribu (pasukan) malaikat penyerbu.” (QS. Ali Imran: 125)
Al-Qurthubi menafsirkan Ali Imran ayat 125 tersebut, “Bahwa tiap pasukan muslimin yang sabar dan pasrah pada Allah SWT akan mendapat bantuan pasukan malaikat, yang akan berjihad bersama mereka. Karena Allah SWT telah menetapkan malaikat sebagai pasukan mujahidin sampai hari kiamat.” Al-Hasan berkata, “Lima ribu pasukan malaikat itu bagian tak terpisahkan dari pasukan mujahidin sampai hari kiamat.” (Al-Qurthubi, IV/194)
Boleh jadi, apa yang terjadi di Maluku saat ini merupakan bukti kebenaran ayat Allah tersebut. Setelah dengan biadab pasukan merah membantai dan membumihanguskan kaum muslimin berikut perkampungannya di Halmahera, sejumlah saksi mata bercerita tentang keajaiban. Misalnya, mereka melihat dua orang wanita berwajah bersih berjilbab rapi memimpin sepasukan untuk balas menyerang. Mereka mengobarkan semangat kaum muslimin untuk berjuang.
Ketika pertempuran usai, semua orang tidak menemukan dua orang wanita dan pasukannya yang tadi terlihat memimpin serangan kaum muslimin. Inikah pasukan malaikat yang Allah janjikan? Yang jelas, pertolongan Allah memang kerap datang dari arah yang tak terduga. Rosulullah bersabda, “Jika seorang muslim dalam keadaan terdesak, itulah tanda pertolongan Allah akan segera tiba.”
Memang, belasan abad silam, para mujahidin yang berjuang bersama Rosulullah sudah mengalami hal serupa. Menjelang perang Badar, Ibnu Mas’ud pernah berselisih soal jumlah pasukan kafir dengan salah seorang sahabat. Menurut Ibnu Mas’ud, jumlah mereka sekitar tujuh puluh orang, sedangkan menurut sahabatnya, sekitar seratus orang pasukan. Namun ketika jumlah pasukan itu ditanyakan pada salah seorang tawanan, ia menjawab, “Jumlah kami seribu orang.” Itulah satu bentuk pertolongan yang Allah beri pada para mujahidin. Jumlah musuh yang tampak sedikit, merupakan cara Allah untuk membangkitkan semangat jihad dan keberanian pasukan Islam.
sumber: http://www.facebook.com/note.php?note_id=157546175815&id=100000020944619&ref=nf
Muhammad Banda punya banyak pengalaman menarik. Salah satunya, ia mengaku pernah menghadapi pasukan merah yang memberondong tubuhnya. “Saya ditembak pakai senjata rentetan. Udah tujuh tembakan tapi saya tidak apa-apa.” Menurut Banda, para mujahidin umumnya memang tidak mudah ditembak dan dilukai oleh musuh. Tapi bila mereka sudah emosi, lalu memaki, mengeluarkan kata-kata kotor, ia menjadi lemah. Hal ini diketahui oleh pasukan merah. Sehingga menurut Banda, “Mereka memancing kita dengan kata-kata kotor, menghina agama, nabi kita dihina, supaya kita emosi, lalu kita marah dan kita balas memaki.”
Pernah juga, ketika Banda terkepung oleh pasukan Kristen di sebuah masjid. Pasukan merah melempar bom rakitan dalam jarak dekat. Waktu itu, Banda hanya berlindung di balik drum. Ketika bom meledak, drum itu terlempar tinggi dan hancur berkeping. Tapi anehnya, tak secuilpun tubuhnya terluka serius. “Alhamdulillah tak apa-apa, cuma tanda titik-titik merah pada badan,” kenang Banda.
Bukan hanya Banda, kisah-kisah mujahidin Maluku lainnya bisa membuat bulu kuduk orang yang mendengarnya berdiri. Simak saja cerita Bakrie Ohorella (27) yang menggambarkan suasana semangat jihad yang berkobar dalam dirinya. “Dalam perang itu, bisa dikatakan, kita 30 orang sedangkan mereka sekitar 100 orang. Meski begitu, kita masih terus. Mungkin ada pertolongan dari Allah. Meski diserang, kita lebih sering menang. Di STAIN, di Kampung Jawa, Kota Jawa, Mardhika, Air Selobar.” Bakri lalu menceritakan perbandingan jumlah muslim di Air salobar yang sangat sedikit dibanding massa merah. “Orang-orang Muslim yang tinggal di Air Selobar sedikit, kalau dibandingkan dengan mereka. Tujuh belas kampung mereka, bukan sedikit. Tapi kita menang. Ya, karena Allah,” ujar Bakrie yang kini terbaring di rumah sakit.
Ia juga menceritakan bagaimana Allah sering kali menurunkan pertolongan berupa kekuatan dan keberanian pada dirinya. Tak jarang ia turun ke medan tanpa membawa sepucuk senjatapun. “Saya sedang duduk-duduk di rumah lalu mendengar Ahuru diserang, tanpa pikir panjang saya langsung berangkat. Allah panggil saya untuk jihad,” tandasnya.
Bakrie menambahkan, “Pasukan Kristen itu rata-rata takut pada saat kita takbir. Kita takbir langsung maju ke depan. Kalau kita sudah takbir, mereka takut. Gemetar. Kalau lihat TNI mereka (malah) berani.” Subhanallah. Begitulah Allah menanamkan keberanian dalam dada para mujahidin-Nya.
Sebelum berangkat jihad, biasanya pasukan jihad melakukan sejumlah ritual ibadah untuk membersihkan diri. Seperti diungkapkan Bakrie, sebelum berperang pasukan jihad minta izin pada orang tua kemudian berwudhu dan membaca do’a. “Mau melangkah ke muka pintu saya langsung bilang dalam hati “ya Allah lindungi saya, saya mau ikut perang untuk membela agama-Mu ya Allah. Tolong lindungi saya. Sesudah itu saya bersyahadat sepanjang perjalanan, sampai di medan pertempuran.”
Bakrie mengenang bagaimana ia menguburkan mayat saudara-saudaranya yang gugur di medan jihad. “Mayat orang Islam, dia kayaknya bercahaya, walapun dia sudah wafat, tapi baunya harum. Saya angkat, kubur kawan saya, masuk lubang kubur, mukanya senyum, baunya kayak bau minyak Mekkah,” tutur Bakrie sambil matanya berkaca-kaca.
Hingga kini, Bakrie sangat merindukan kembali ke medan jihad. “Kita mau pergi perang lagi, tapi orang sana bilang, jangan, kamu jangan maju, udah nggak bisa. Tapi saya nggak tahan. Kayaknya mau aja di medan pertempuran. Saya rindu ingin bertempur, seakan-akan perang itu istri saya,” tutur Bakrie. Ia menggambarkan, “Di medan perang itu indah, indah. Saya rasa di medan perang seakan-akan bertemu malaikat. Waktu saya pulang perang biasa aja, tapi di medan perang kok saya bisa begini, kayak saya lihat malaikat turun.”
Semangat jihad sudah mendarah daging dalam diri Bakrie. Ia juga mengatakan, “Rumah saya boleh terbakar, apalah artinya sebuah rumah. Ambon boleh tenggelam, tapi Islam tidak boleh tenggelam.”
Apa yang disampaikan Banda dan Bakrie juga ditegaskan oleh dr. Andhika Rachman, salah seorang relawan tim medis MER-C yang bertugas di Maluku Utara. Selama bertugas, dr. Andhika banyak menyaksikan kejadian aneh yang sulit dinalar dengan akal manusia. Ia benar-benar menyaksikan bagaimana tingginya semangat jihad di kalangan masyarakat muslim Maluku. Pernah, ketika ia mengobati seorang pasien yang terluka akibat panah di tubuhnya. Belum selesai diobati, sang pasien sudah memaksa untuk turun lagi ke medan jihad. “Ayo dok, tolong sembuhkan saya segera. Biar saya balik lagi ke sana...” ujar sang pasien.
Lebih hebat lagi, kisah Andhika, ada seorang anak perempuan berusia 11 tahun. Dia sampai mengancam orang tuanya, ketika tidak mengizinkan dia untuk berjihad. “Dia ngomong, kalau Bapak Ibu tidak mengizinkan saya berjihad saya akan bunuh diri. Sekarang dia menjadi salah satu pemimpin pasukan jihad, kalau tidak salah, pasukan Jailolo,” ujar Andhika.
Rizal M. Nur (30), wartawan Ternate Post bertutur bagaimana datangnya pertolongan Allah kepada kaum muslimin Maluku. “Pernah ada seorang Kristen yang bilang pada saya. Katanya orang Islam itu dapat pertolongan. Karena ketika orang-orang Islam, pasukan putih, lemparkan batu, batu-batu itu panas. Itu mereka kapok. Meskipun mereka didukung bom-bom molotov. Tapi karena orang Islam hanya dengan batu, tapi sangat ampuh.”
Yang diceritakan Rizal, mengingatkan sebuah peristiwa yang dialami Rosulullah dalam perang Hunain. Ath Thabrani meriwayatkan, bagaimana Rosulullah menaburkan debu ke muka orang-orang musyrik. Sementara dalam pandangan orang musyrik saat itu, yang dilempar Rosulullah bukan segenggam tanah atau debu, melainkan batu-batu dan pepohonan yang berlari memburu.
Kisah-kisah serupa itu memang bukan hal baru dalam dunia jihad. Tahun-tahun Jihad Afghanistan mengusir beruang merah komunis Uni Soviet juga banyak mencatat peristiwa luar biasa yang dialami para mujahidin. Dr. Abdullah Azzam, salah seorang panglima mujahidin Afghan yang terkenal, menulis sebuah buku khusus tentang hal tersebut, berjudul “Ayatur Rahman fi Jihadil Afghan” (Tanda-tanda Kekuasaan Allah dalam Jihad Afghanistan). Dalam buku itu, beliau mengulas ragam karomah dan keajaiban yang dialami mujahidin Afghan.
Seorang mujahidin bernama Abdulmannan menceritakan pengalaman yang dialami salah seorang rekannya. “Dalam sebuah pertempuran di batas desa, seorang mujahid bernama Amirjan gugur. Musuh berhasil menghalau kami dan memasuki desa. Kemudian putra Amirjan yang masih berumur tiga tahun keluar rumahnya dengan membawa korek api lalu menghadap tank musuh yang sedang berjalan. Komandan pasukan musuh bertanya apa maksud anak kecil itu menghadap tanknya. “Si kecil ini hendak membakar tank kita dengan korek apinya,” kata sang prajurit.
Keberanian lain yang dikaruniakan Allah pada para mujahidin Afghan juga terwujud ketika pasukan komunis dengan persenjataan lengkap dan tank-tanknya mengepung sebuah masjid yang dijadikan tempat berlindung para mujahidin. Kemudian datanglah seorang wanita ke depan masjid dan berdoa, “Ya Allah, apabila Engkau akan memberikan kekalahan pada para mujahidin yang ada di dalam sana. Maka jadikanlah aku sebagai tumbal untuk menyelamatkan mereka.” Benar saja, wanita itu tewas diberondong peluru tentara musuh dan para mujahidin bisa menyelamatkan diri.
Maulawi, salah seorang komandan mujahidin, menuturkan peristiwa luar biasa yang dialaminya. Di daerah Syathura, mujahidin yang hanya berkekuatan 25 orang digempur oleh musuh yang berkekuatan ribuan orang. Pertempuran sengit terjadi selama empat jam, dengan kemenangan di pihak mujahidin. Musuh yang tewas sebanyak 80 orang dan 26 tertawan. Maulawi bertanya kepada salah seorang tawanan, “Kenapa kalian cepat sekali menyerah?” Sang tawanan itu berkata, “Pasukan tuan dengan senapan mesin buatan Amerika menghujani kami dengan bom dari empat penjuru mata angin, bagaimana kami bisa menang dalam pertempuran.” Maulawi mendengarkan jawaban itu dengan penuh heran. Sebab, pasukannya hanya memakai senapan sederhana, bukan meriam, apalagi senapan mesin buatan Amerika. Dan ia hanya menyerang dari satu arah, bukan empat arah.
Jauh-jauh hari sebelum tragedi Afghan terjadi, Allah telah berjanji dalam Al Qur’an, bahwa malaikat akan datang membantu kaum muslimin. “Ingatlah (Muhammad) tatkala Tuhanmu mewahyukan kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku bersama dengan kalian, karenanya, tabahkanlah (hati/semangat) orang-orang yang beriman. Aku akan letakkan di hati orang-orang yang kafir itu rasa takut (ngeri), pancunglah leher-leher mereka dan pukul persendiannya (tangan dan kaki) mereka.” (QS. Al-Anfal: 12)
Benarlah apa yang dijanjikan Allah SWT, bahwa tak ada yang bisa menundukkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh berjihad. “Jika kalian sabar dan taqwa, walaupun mereka (pasukan musuh) datang pada kalian secara tiba-tiba sekarang juga, Tuhan kalian akan mengirim bala bantuan kepada kalian dengan lima ribu (pasukan) malaikat penyerbu.” (QS. Ali Imran: 125)
Al-Qurthubi menafsirkan Ali Imran ayat 125 tersebut, “Bahwa tiap pasukan muslimin yang sabar dan pasrah pada Allah SWT akan mendapat bantuan pasukan malaikat, yang akan berjihad bersama mereka. Karena Allah SWT telah menetapkan malaikat sebagai pasukan mujahidin sampai hari kiamat.” Al-Hasan berkata, “Lima ribu pasukan malaikat itu bagian tak terpisahkan dari pasukan mujahidin sampai hari kiamat.” (Al-Qurthubi, IV/194)
Boleh jadi, apa yang terjadi di Maluku saat ini merupakan bukti kebenaran ayat Allah tersebut. Setelah dengan biadab pasukan merah membantai dan membumihanguskan kaum muslimin berikut perkampungannya di Halmahera, sejumlah saksi mata bercerita tentang keajaiban. Misalnya, mereka melihat dua orang wanita berwajah bersih berjilbab rapi memimpin sepasukan untuk balas menyerang. Mereka mengobarkan semangat kaum muslimin untuk berjuang.
Ketika pertempuran usai, semua orang tidak menemukan dua orang wanita dan pasukannya yang tadi terlihat memimpin serangan kaum muslimin. Inikah pasukan malaikat yang Allah janjikan? Yang jelas, pertolongan Allah memang kerap datang dari arah yang tak terduga. Rosulullah bersabda, “Jika seorang muslim dalam keadaan terdesak, itulah tanda pertolongan Allah akan segera tiba.”
Memang, belasan abad silam, para mujahidin yang berjuang bersama Rosulullah sudah mengalami hal serupa. Menjelang perang Badar, Ibnu Mas’ud pernah berselisih soal jumlah pasukan kafir dengan salah seorang sahabat. Menurut Ibnu Mas’ud, jumlah mereka sekitar tujuh puluh orang, sedangkan menurut sahabatnya, sekitar seratus orang pasukan. Namun ketika jumlah pasukan itu ditanyakan pada salah seorang tawanan, ia menjawab, “Jumlah kami seribu orang.” Itulah satu bentuk pertolongan yang Allah beri pada para mujahidin. Jumlah musuh yang tampak sedikit, merupakan cara Allah untuk membangkitkan semangat jihad dan keberanian pasukan Islam.
sumber: http://www.facebook.com/note.php?note_id=157546175815&id=100000020944619&ref=nf
No comments:
Post a Comment