Tuesday, May 15, 2012

Mahmud bin Sabaktekin, Pengibar Panji Tauhid di India



Ikhwati Fillah, tahukah Antum bahwa Afghanistan adalah bumi Islam yang kaya akan orang-orang besar? Tak hanya para ulama yang dilahirkan di sana, namun sejak dahulu hingga kini, Afghanistan merupakan sarang pejuang militan. Salah satu dari sekian pejuang tersebut adalah Sultan Mahmud bin Sabaktekin Al Ghaznawi yang lahir di Ghaznah, kota di sebelah selatan Kabul.

Beliau termasuk penakluk hebat yang pasukan berkudanya berhasil mencapai India, dan menegakkan panji-panji Islam di sana. Konon luas wilayah yang berhasil ditundukkannya setara dengan jumlah seluruh penaklukkan yang terjadi di masa Amirul Mukminin Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu.

Sederetan gelar disematkan kepadanya oleh Khalifah Abbasiyah kala itu: “Yaminud Daulah… Aminul Millah… Naashirul Haq… Nidhamuddien… dan Kahfud Daulah”. Sungguh, belum pernah sepanjang sejarah ada panglima yang menyandang gelar kehormatan demikian banyak, akan tetapi itulah tokoh kita kali ini, Sultan Mahmud bin Sabaktekin Al Ghaznawy, yang kemudian mendapat tiga gelar tambahan setelahnya, “Muhatthimus Shanam al Akbar” (Penghancur berhala terbesar), “Qaahirul Hind” (Penakluk India) dan “As Sulthan Al Mujahid Al Adhiem” (Sultan Mujahid Agung). Semua itu adalah gelar yang dianugerahkan oleh Khalifah Al Qaadir billaah kepada beliau… lantas siapakah sesungguhnya beliau dan bagaimanakah sepak terjangnya? Marilah kita simak sekarang…

Ikhwati fillah, sebelum ini pernah kami singgung bahwa penaklukkan wilayah India diawali oleh sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh Muhammad ibnul Qasim Ats Tsaqafi, yang terjadi di zaman Khalifah Al Walid bin Abdil Malik. Ekspedisi tersebut berhasil melaju hingga wilayah utara India dan menaklukkan kota Daibal, bahkan akhirnya mendirikan sebuah mesjid di sana. Ibnul Qasim menempatkan 4000 orang pasukan di sana untuk menjaga wilayah tersebut, dan semenjak itu, jadilah Daibal kota Arab pertama di India.

Setelah penaklukan pertama ini, penaklukan demi penaklukan pun terjadi silih berganti di India, akan tetapi kekuatannya belum sebanding dengan penaklukan yang pertama tadi. Akibatnya, eksistensi kaum muslimin di India melemah, dan selama Dinasti Abbasiyah, mereka hanya berhasil mempertahankan wilayah yang telah dikuasainya dengan sedikit tambahan dengan menggabungkan beberapa daerah sekitarnya. Demikian seterusnya, mereka hanya menguasai daerah antara Kabul, Kashmir dan Maltan, hingga Allah menurunkan pertolongan-Nya lewat tokoh kita kali ini, yang menjadi batu loncatan pertama bagi para penakluk setelahnya.

Ayah beliau adalah Nashiruddien Sabaktekin, pendiri Daulah Al Ghaznawiyah. Ia menjabat sebagai Penguasa Ghaznah –salah satu kota di Afghanistan sekarang- pada tahun 366H/976M. Ia memiliki tekad baja, kemampuan yang langka, dan cita-cita agung; karenanya ia berhasil memperluas kekuasaannya hingga negeri-negeri tetangga.

Beliau mulai melakukan penyerangan terhadap perbatasan India dan menguasai sejumlah benteng di sana, beliau berhasil mendirikan sebuah daulah besar di barat daya Asia. Beliau kemudian wafat pada tahun 387H/997M. Selama memerintah, beliau senantiasa berlaku adil, pemurah, menepati janji dan banyak berjihad.

Setelah mangkatnya sang ayah, baiat diberikan kepada putera sulungnya yang bernama Isma’il. Sayangnya Isma’il tidak bijak dalam mengatur pemerintahan dan bermaksud mencegah Mahmud dari mendapatkan warisan ayahnya. Ketika Ismail menjadi penguasa Ghaznah, ia dipecundangi oleh pasukannya dan mereka berhasil menekannya untuk memberikan sejumlah besar harta hingga habislah harta ayahnya. Maka bangkitlah Amir Mahmud untuk menggulingkan saudaranya, dan setelah berhasil merebut Ghaznah, ia mengangkat dirinya sebagai Sultan Daulah Ghaznawiyah.

Khalifah Abbasiyah menyetujui pengangkatan Mahmud sebagai Sultan di wilayah tersebut, yang mencakup Khurasan, Sindus, India dan Thabaristan. Semenjak Mahmud menjadi Sultan, beliau menonjolkan sunnah dan menumpas kaum Syi’ah Rafidhah dan Mu’tazilah, kemudian memerintah rakyatnya laksana Umar bin Khatthab t. Beliau konon sangat memuliakan para ulama dan menjadikan mereka orang-orang terdekatnya serta senantiasa meminta pendapat mereka.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Berhubung kerajaan Mahmud bin Sabaktekin termasuk kerajaan terbaik yang pernah muncul dari orang-orang sebelumnya, maka Islam dan Sunnah pun menjadi agung dalam kerajaannya. Ia memerangi orang-orang musyrik India dan menerapkan berbagai keadilan yang belum pernah dilakukan oleh penguasa sebelumnya. Akibatnya, Sunnah Rasulullah semakin nyata di masanya dan bid’ah-bid’ah pun sirna” (Majmu’ fatawa Ibnu Taimiyyah 4/22).

Selama berkuasa, Sultan Mahmud memerintahkan untuk mendoakan Khalifah Al Qadir billah di Baghdad dalam setiap khutbah Jum’at, maka Khalifah mengirim jubah yang sangat mewah kepadanya, yang belum pernah dikirim oleh seorang khalifah pun kepada bawahannya. Kemudian menyematkan padanya sejumlah gelar: “Yamienud Daulah, Aminul Millah, Naashirul Haq, Nidhamuddien dan Kahfud Daulah”.

Namun demikian, Sultan Mahmud tidak pernah diam, akan tetapi beliau segera menghancurkan Daulah Buwaihiyyah, yang merupakan daulah syi’ah yang jahat. Daulah Buwaihiyyah ini semakin berbahaya dengan berdirinya daulah lain di Mesir yang sefaham dengannya, yaitu Daulah ‘Ubeidiyyah. Akibatnya, Daulah Abbasiyah berada dalam jepitan kakaktua dua musuhnya tersebut. Sultan Mahmud berhasil menghancurkan daulah jahat tadi, dan membersihkan wilayah tersebut dari kebusukan mereka, lalu memasukkan wilayah tersebut dalam kekuasaannya. Beliau juga berhasil menaklukkan Daulah Samaniyah yang telah demikian lemah.

Ibnu Katsir menceritakan: “Pada tahun 408H, Khalifah Al Qadir billah menyuruh para fuqaha’ Mu’tazilah –salah satu firqah/golongan sesat kala itu- supaya bertaubat, maka mereka pun menyatakan ruju’/kembali pada kebenaran dan berlepas diri dari faham/aliran Mu’tazilah, Rafidhah dan faham-faham sesat lainnya. Khalifat mengambil janji dari mereka, bahwa kalau mereka sampai mengingkari janji tersebut, maka kepadanya dijatuhi hukuman berat yang supaya mereka jera. Maka Mahmud pun segera menerapkan perintah Khalifah dan mulai membersihkan seluruh wilayah kekuasaannya dari kaum Mu’tazilah, Syi’ah, Isma’iliyyah, Qaramithah (keduanya merupakan syi’ah pengikut kebatinan yang sangat berbahaya), demikian pula kaum Jahmiyyah (yang mengingkari asma’ul husna dan sifat-sifat Allah) dan firqah-firqah sesat lainnya.

Mahmud bahkan menyalib dedengkot-dedengkot mereka, memenjarakannya, mengusirnya dan memerintahkan agar mereka dilaknat di mimbar-mimbar. Ia berhasil menghalau seluruh kelompok ahli bid’ah dari daerah mereka, dan hal itu menjadi jasa besarnya yang dilestarikan oleh Islam”.

Sultan Mahmud memecat khatib-khatib Syi’ah dan menggantinya dengan yang Sunni. Beliau adalah seorang yang berpendirian tegas dan disegani, hingga tak seorangpun berani menampakkan kemaksiatan seperti minum khamer dan main musik di negaranya. Demikian pula dengan pemikiran-pemikiran mu’tazilah dan syiah, tak pernah lagi muncul ke permukaan.

Beliau terkenal sebagai orang yang demikian mengagungkan para ulama dan memuliakan mereka, hingga para ulama berdatangan dari berbagai wilayah untuk menghadap beliau. Selain menjadi sultan yang adil dan penyantun, beliau juga seorang penakluk hebat yang sangat gemar berjihad. Berbagai ekspedisi militer yang dilakukannya demikian terkenal dalam sejarah, dan di samping itu semua, beliau sangat berjasa dalam perkembangan ilmu sastera dan kebudayaan Islam lainnya.

Perlu kita ketahui, bahwa Mahmud telah memimpin 16 operasi militer di utara India. Ia berhasil menumpas raja-raja mereka satu persatu. Di antaranya ialah operasi militernya melawan Raja India Jai Pal pada tahun 392H/1001M. Jai Pal saat itu merupakan Raja India terbesar secara mutlak, dan penghalang utama tersebarnya dakwah Islam. Kemudian pada tahun 398H/1007M, Mahmud memimpin perang melawan Raja Anand Pal, dan memerangi Raja Nakar Kut pada tahun 400H/1009M, dan memaksanya untuk membayar upeti (jizyah).

Pada tahun 410H/1019M, beliau berperang melawan Raja Rajananda, dan seiring dengan kemenangannya dalam peperangan ini, dakwah Islam semakin merambah ke pelosok India, terutama wilayah Kanjar. Beliau juga berhasil menaklukkan Raja Gujarat yang bernama Baida pada tahun 409H/1018M.

Serangkaian penaklukan yang gilang-gemilang tadi tentunya tak terlepas dari dua faktor utama; pertama tentunya pertolongan Allah, dan kedua: jasa besar pasukan berkuda yang dibentuk oleh Sultan Mahmud, yang jumlah personelnya –menurut riwayat sebagian sejarawan Arab dan Orientalis- mencapai 100 ribu orang. Masing-masing menunggang kuda dan bersenjata lengkap. Demikian pula pasukan bergajah yang menjadi ujung tombak dalam berbagai peperangan kaum muslimin di India. Karenanya, Sultan Mahmud sangat memperhatikan senjata yang satu ini, hingga terkadang beliau rela berdamai dengan beberapa penguasa India dengan imbalan sejumlah Gajah.

Ingatlah ikhwati fillah, keberhasilan suatu peperangan tidak terlepas dari kedua faktor di atas; keimanan kuat yang mengundang turunnya pertolongan Allah, dan didukung dengan persenjataan yang memadai. Oleh karenanya, seorang pemimpin mutlak harus memperhatikan kedua hal di atas. Ia harus memberantas setiap bentuk kemaksiatan, mulai dari syirik hingga maksiat-maksiat lainnya yang dapat menggerogoti keimanan rakyat. Demikian pula dengan kekuatan militer pasukannya, jangan sampai ia tertinggal jauh dalam persenjataan yang dimiliki musuh-musuhnya, sebagaimana yang dialami kaum muslimin akhir-akhir ini. Inilah dua kunci utama keberhasilan Sultan Mahmud dalam setiap operasi militernya.

Demikianlah Sultan Mahmud pindah dari satu peperangan ke peperangan berikutnya dengan membawa kemenangan besar. Hingga suatu ketika beliau menghadapi sebuah perang besar, bahkan yang terbesar sepanjang sejarah kaum muslimin. Peperangan tersebut terkenal dengan nama Somanat… bagaimanakah kisahnya? Begini ceritanya… konon tiap kali Sultan Mahmud berhasil menundukkan suatu daerah di India dan menghancurkan berhalanya, orang-orang musyrik India mengatakan: “Nampaknya berhala-berhala dan negeri ini telah dimurkai oleh Tuhan Somanat, sebab kalaulah ia ridha kepada berhala dan negeri ini, niscaya pastilah ia membinasakan orang-orang yang mengganggu berhala tadi”. Tentu Sultan Mahmud mengacuhkan saja isu tersebut dan tidak menggubrisnya. Akan tetapi isu tersebut semakin santer, seakan-akan menjadi suatu keyakinan bagi orang-orang India tadi. Tak ayal Sultan pun bertanya-tanya tentang Somanat ini, maka dikatakan kepadanya bahwa Somanat adalah tuhan dan berhala terbesar yang disembah orang-orang India. Mereka meyakini bahwa arwah-arwah yang telah berpisah dari jasadnya terkumpul padanya, lalu ia kembalikan ke bentuk lain sekehendaknya, sesuai dengan faham reinkarnasi yang mereka yakini. Mereka juga menganggap bahwa ombak dan pulau-pulau yang ada di sekitar Somanat adalah bentuk dari peribadatan laut kepadanya.

Berhala Somanat terletak sejauh 600 mil dari muara Sungai Gangga, yang terletak di wilayah Gujarat di barat India. Berhala ini dipelihara oleh 1000 orang biksu yang memimpin upacara ritual, ditambah 300 pria yang bertugas mencukur rambut dan jenggot para peziarah, kemudian 300 pria dan 500 wanita yang menyanyi dan berjoget di gerbang masuknya. Adapun Somanat itu sendiri adalah berhala yang dibangun di atas 56 tiang besi yang berlapis timah, ia terbuat dari batu tanpa bentuk yang jelas, namun berupa tiga bulatan dengan dua lengan yang tingginya 5 hasta (3,5m).

Orang-orang musyrik India senantiasa menziarahinya, terutama pada malam gerhana bulan. Mereka mempersembahkan sesajian yang demikian bernilai untuk si berhala, dan memberi para juru kuncinya sejumlah harta.

Tentu fenomena syirik akbar semacam ini tidak bisa dibiarkan… hati seorang mukmin akan tersayat menyaksikannya, apalagi seorang pejuang tauhid seperti Sultan Mahmud bin Sabaktekin. Maka segeralah beliau kerahkan pasukan besar untuk menghancurkan berhala tersebut, dan berangkat pada pertengahan bulan Dzul Qa’idah setelah mengarungi serangkaian peperangan sebelumnya. Dalam peperangan ini, beliau berhasil membunuh 50 ribu orang musyrik India, ini belum termasuk jumlah mereka yang mencampakkan dirinya ke laut. Simaklah kisah selengkapnya yang dituturkan oleh Ibnu Katsir saat mengisahkan tentang peristiwa sejarah tahun 417H, beliau mengatakan:

“Pada tahun itu, sampailah sepucuk surat dari Mahmud bin Sabaktekin yang mengabarkan bahwa dirinya telah masuk ke wilayah India dan berhasil menghancurkan berhala terbesar mereka yang bernama Somanat. Padahal orang-orang India senantiasa berduyun-duyun mengunjunginya seperti kaum muslimin mengunjungi Ka’bah. Mereka menyumbangkan uang yang tak terkira besarnya bagi berhala tersebut… maka Sultan Mahmud beristikharah kepada Allah saat mendengar tentang berhala dan banyaknya pasukan India yang harus dihadapinya dalam rangka menghancurkan berhala tersebut. Beliau sadar bahwa perjalanan yang ditempuhnya demikian sulit dan penuh bahaya, maka Beliau menghimbau pasukannya untuk berangkat hingga terkumpullah 30 ribu orang pasukan pilihan, ditambah lagi sejumlah sukarelawan. Sultan pun menyerahkan nasib mereka kepada Allah hingga mereka tiba di medan perang. Setibanya di lokasi, ternyata ia merupakan kota yang demikian besar, namun dengan cepat beliau berhasil menundukkan kota tersebut dan menewaskan 50 ribu orang musuh, dan menumbangkan berhala itu lalu membakarnya.

Disebutkan bahwa orang-orang India berusaha menebus berhala mereka dengan harta yang tak terhingga agar Sultan Mahmud tidak jadi menghancurkannya. Hingga sebagian komandan beliau ada yang menganjurkan agar Sultan menerima hadiah tersebut dan membiarkan berhala itu. Akan tetapi Sultan menjawab: “Tunggu, aku akan istikharah kepada Allah terlebih dahulu”. Maka keesokan harinya beliau mengatakan kepada mereka: “Aku telah merenungkan masalah ini, maka kulihat bahwa di hari kiamat kelak, aku lebih suka mendengar seruan: “Di manakah Mahmud yang berhasil menghancurkan berhala?”, dari pada: “Di manakah Mahmud yang meninggalkan berhala demi mendapat dunia?”.

Subhanallaah, lihatlah profil pejuang tauhid sejati ini… baginya kemenangan bukan diukur dari besarnya ghanimah yang diperoleh, akan tetapi tercapainya tujuan luhur dari jihad itu sendiri, alias tegaknya tauhid di muka bumi. Ini mengingatkan kita terhadap sikap Rasulullah saat ditawarkan kepadanya empat hal, dengan syarat ia menghentikan dakwah Islamnya. Ditawarkan kepadanya untuk menjadi Raja, menjadi orang terkaya, memiliki isteri paling cantik, atau sembuh dari penyakit jiwa yang dideritanya menurut mereka. Akan tetapi kesemuanya ditolak oleh beliau… sembari berkata kepada Abu Thalib pamannya; “Demi Allah wahai pamanku, andai pun mereka bisa meletakkan matahari di tangan kiriku dan bulan di tangan kananku, agar aku meninggalkan dien ini, niscaya aku takkan meninggalkannya hingga Allah memenangkan agama ini atau aku binasa karenanya”.

Inilah sikap seorang panglima muslim sejati yang mesti jadi teladan… semua penaklukan yang berhasil dilakukannya hanyalah demi tegaknya agama Allah, bukan semata-mata memperluas kekuasaan. Karenanya, Allah menjadikan namanya harum setelah itu.

Setelah membulatkan tekad, Sultan Mahmud pun menghancurkan berhala tersebut dan mendapatkan setumpuk mutiara, intan, emas dan perhiasan lain yang nilainya jauh berlipat ganda melebihi harta yang mereka tawarkan. Dalam berhala tersebut terdapat gudang berisi sejumlah arca dari emas dan perak yang berkalung permata, yang nilainya lebih dari 20 juta Dinar!!

Subhanallaah, sebagian komandan yang semula rela menerima sedikit uang yang akan diberikan oleh kaum musyrikin tadi, setelah melihat betapa banyak harta yang ada di balik berhala tadi, mereka bersyukur memuji Allah, dan membenarkan Sabda Nabi e yang mengatakan:

?? ??? ???? ???? ???? ???? ???? ???

Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik

Sekedar informasi, pasca penghancuran berhala tadi, orang-orang India berupaya membangunnya kembali di kemudian hari, akan tetapi hal tersebut tidak dibiarkan oleh Sultan Muhyiddien Aurangzeb. Beliau lantas menghancurkannya pada tahun 1706M. Kemudian pemerintah India pada tahun 1947M membangung kembali lokasi tersebut dan masih eksis sampai hari ini!

Demikianlah, Sultan Mahmud senantiasa berjihad tanpa mengenal letih dan lelah hingga suatu ketika beliau terserang sakit perut di akhir hayatnya. Sakitnya makin parah hari demi hari, pun demikian beliau tetap menguatkan dirinya saat bertemu dengan orang-orang. Konon beliau tak mampu untuk berbicara kecuali dalam posisi duduk bersandar akibat sakit yang makin parah, hingga akhirnya beliau wafat di Ghaznah pada hari Kamis, 23 Rabi’ul Akhir 421H dan dimakamkan di sana. Dengan demikian, beliau telah memerintah selama 35 tahun.

Selama periode tersebut, luas wilayah yang berhasil beliau taklukkan adalah setara dengan yang terjadi di masa Umar bin Khatthab t. Panji-panji Islam yang beliau kibarkan telah mencapai pelosok negeri yang sebelumnya tidak pernah terjamah oleh kaum muslimin. Beliau berhasil menegakkan syi’ar-syi’ar Islam di wilayah yang sebelumnya tak pernah terdengar lantunan ayat Al Qur’an dan suara adzan… maka semoga Allah merahmati beliau.

Kisahnya sungguh mengingatkan kita akan sosok seorang penakluk lain dari kalangan sahabat yang mulia, yaitu Khalid bin Walid t. Beliau yang mengejar maut di setiap tempat persembunyiannya, justeru akhirnya mati di atas pembaringan… dan ini pula lah yang dialami oleh Sultan Mahmud.

Sultan Mahmud telah wafat, akan tetapi nama beliau akan senantiasa harum, terutama di daerah asalnya. Di Afghanistan dan Pakistan biografi beliau masih menjadi buah bibir masyarakat, bahkan di Pakistan, nama beliau menjadi nama salah satu rudal balistik jarak pendek yang dimiliki oleh angkatan bersenjata negeri itu.

Referensi:

1-Al Inba’ fi Tarikhil Khulafa’, oleh Ibnul ‘Imrani.

2-Al Hind fi Dhillis Siyaadah al Islamiyyah, oleh Dr. Ahmad Muhammad Al Juranah.

3-Al Muslimun fil Hind minal Fathil Arabi ilal Isti’maril Britani oleh Nidhamuddien Ahmad Bakhsy Al Harawi.

4-Al Bidayah wan Nihayah, oleh Ibnu Katsir..

5-Tarikh Ibnu Khaldun.

6-Beberapa artikel dari internet.
 

No comments:

Post a Comment