Monday, July 30, 2012

Telah Terjadi Penggelapan Sejarah terhadap Muslim Rohingya


Dalam kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat terkait tragedi kemanusiaan yang menimpa Muslim Rohingya di Myanmar, telah terjadi penyesatan opini dan penggelapan sejarah yang dilakukan oleh Pemerintah Junta Militer Myanmar, yang menyebut bahwa Muslim Rohingya bukanlah orang asli Myanmar. Pernyataan ini sangat bertolak belakang dengan fakta sejarah. Padahal, keberadaan mereka sudah ada jauh sebelum Myanmar merdeka tahun 1948.

“Kekerasan yang terjadi di Myanmar, berawal ketika Pemerintah Junta militer Myanmar berpandangan, bahwa suku Rohingya bukan orang Myanmar. MUI menuntut pemerintah Myanmar untuk segera mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara Myanmar dan memberikan hak-hak mereka tanpa perlakukan diskriminatif.”

Demikian dikatakan Sekretaris Jenderal MUI, Drs. HM. Ichwan Sam dalam konferensi pers di secretariat MUI, Jalan Proklamasi No. 51, Menteng, Jakarta Pusat. Hadir dalam jumpa pers tersebut, antara lain: KH.Ma’ruf Amin (Ketua Pelaksana Harian MUI), KH. Muhyidin Junaidi (Ketua MUI bidang Luar Negeri), Umar Shihab (Ketua MUI bidang Ukhuwah Islamiyah), Saleh Daulay Partahunan (Ketua Komisi Luar Negeri MUI), H. Amidhan, Amirsyah Tambunan, Nasir Zubaidi, dan para pimpinan ormas Islam lainnya

MUI mencatat, sudah 7000 Muslim Rohingya yang dibunuh oleh Pemerintah Junta Militer Myanmar. Tragedi kemanusiaan ini harus menjadi perhatian dunia. Kebiadaban yang dilakukan Pemerintah Junta militer Myanmar telah melampaui batas watak kesadaran kemanusiaan dan bersikap intoleran. Pemerintah Buddhis tersebut seharusnya melindungi keberadaan berbagai suku di sana. Namun, Pemerintah Myanmar justru mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan terhadap suku bangsa Rohingya.

Derita yang menimpa Muslim Rohingya, menyebabkan mereka melakukan eksodus besar-besaran ke Bangladesh dan sejumlah negara ASEAN. Kendati kemudian, Bangladesh tidak lagi memberi suaka politik kepada suku Rohingya.

“Seperti diketahui, sejak tahun 1991-1992, telah terjadi eksodus besar-besaran sampai ke Bangladesh, kendati kemudian Bangladesh menolak kedatangan pengungsi asal Myanmar. UNHCR, salah satu badan organisasi PBB yang membidangi soal pengungsian telah menyatakan simpatinya kepada para pengsungi Muslim Rohingya di wilayah perbatasan Myanmar. Jika di Afrika, UNHCR berhasil menangani para pengungsi yang didera konflik, Asean malah tertatih-tatih. Sungguh sangat disayangkan,” kata Ichwan Sam.

Saat ini eskalasi tragedi kemanusiaan di Myanmar semakin meningkat. Myanmar yang baru saja diterima sebagai anggota ASEAN, harus segera mengakhiri segala bentuk kekerasan dan penindasan terhadap saudara-saudara Muslim Rohingya di Myanmar.

Ketika ditanya wartawan Voa-Islam, kenapa baru ini MUI menyatakan sikapnya terhadap Muslim Rohingya di Myanmar? Mengingat kasus ini sudah berlangsung sejak lama. H. Amidhan dari MUI menjawab, Ramadhan adalah momentum kaum muslimin untuk membangun solidaritas. Untuk itulah, MUI mengutuk keras pemerintah junta militer Myanmar yang telah mencerdai kemanusian dan menyakiti Muslim Rohingya yang merupakan bagian dari umat Islam.

Dalam waktu dekat, seperti dikatakan KH. Maruf Amin, MUI akan beraudiensi dengan Menteri Luar Negeri RI untuk membahas kasus Muslim Rohingya di Myanmar. Termasuk mendorong Menlu untuk menekan pemerintah junta militer Myanmar untuk menghentikan segala kebiadabannya. Desastian
 

No comments:

Post a Comment