Ailon Pratama
Pada permulaan abad III Masehi yang masih terhitung sebagai zaman Patristik terjadi kekacauan dogmatis yang merebak di kalangan umat nasrani di wilayah Mesir, Palestina dan Syiria. Kekacauan itu terjadi karena munculnya ajaran Arianisme yang dipelopori oleh salah seorang pendeta Prebister (imam kecil) bernama Arius dari Alexandria.
Arius sang pioner itu mempropagandakan suatu ‘doktrin menyimpang’ menyangkut eksistensi Yesus yang cukup merisaukan gereja. Dikatakan dalam doktrin tersebut bahwa Yesus hanyalah seorang manusia biasa bukan sosok Tuhan sebagaimana doktrin gereja selama ini. Yesus tercipta dari tidak ada, dari ‘benih’ Tuhan, maka tidak layak disembah setara dengan Tuhan Dia mencoba menerangkan ajaran Kristen yang dapat dimengerti oleh kaum Platonis dengan ide bahwa Tuhan Yang Maha Tinggi hanya satu. Dia berkata : ‘Tuhan bersifat unik yang tidak memperanakkan, satu-satunya yang abadi, satu-satunya yang bijak, satu-satunya yang berkuasa, jadi apabila Yesus diperanakkan oleh manusia dan tumbuh berkembang layaknya manusia biasa, maka gelar Tuhan tak layak lagi untuk disandang. Oleh karena itu Yesus masuk dalam kategori tataran makhluk biasa’. Lanjutnya, kalaupun kitab Injil menyebutnya sebagai anak Tuhan maka hendaknya kalimat tersebut tidak boleh diartikan secara denotative tapi konotatif yang berarti: Pengangkatan Isa pada status Ilahiyah saja, bukan esensi Tuhan itu sendiri. Meskipun begitu, Kristus tetap merupakan makhluk yang tertinggi diantara semua makhluk Tuhan.
Hembusan ajaran Arianisme awalnya tidak begitu dihiraukan oleh pihak gereja karena mereka mengira doktrin itu tidak akan berpengaruh kuat pada kelangsungan keagamaan mereka. Namun sayangnya kenyataan berbicara lain. Arus Arianisme berjalan begitu pesat seiring waktu dengan diwarnai berbagai kerusuhan . Pihak gereja pun menyadari bahayanya ajaran tersebut karena propaganda Arius menyangkut hakikat eksistensi Tuhan. Suatu masalah vital bukan sekedar warna-warni teoritik dogmatis belaka.
Mereka pun berupaya mencari solusi penyelesaian polemik dogmatis yang kian meruncing. Kaisar Konstantin yang hidup di masa itu mencoba menengahi perdebatan yang meretakkan gereja yang akan berakibat pula pada pecahnya romawi atas wewenang kaisar dihimpunlah para uskup dari seluruh gereja guna mendefinisikan keimanan ketuhanan nasrani yang sesuai dengan Injil. Maka diadakanlah suatu sinode/pertemuan/konsili pada tahun 325 M di Nicea dekat Maskar kekaisaran di wilayah Nicomedia (dekat Istambul Turki).
Pelaksanaan Konsili Nicea 325 M
Konsili ini dibuka pertama kali pada tanggal 20 Mei tahun 325 M. Konsili ini berlangsung sekitar dua bulan lamanya.
Sekedar catatan, turun tangannya kaisar Konstantin sendiri dalam urusan keagamaan pada sinode ini mengisyaratkan adanya kontrol kekaisaran atas gereja. Konstantin sendiri sebenarnya bukanlah orang Kristiani. Saat itu dia masih menganut kepercayaan Paganisme, penyembah Dewa Matahari sehingga beberapa literature sejarah menyebut sinode ini dengan ‘Political Theology’ konsili ini menghadirkan 318 Uskup dari seluruh gereja . Gereja timur mendominasi dalam pertemuan. Barisan terpenting dari undangan itu adalah Arius dengan para pengikutnya dan uskup Aleksander (Alexandria-ed) bernama Athanasius yang terkenal paling gigih melawan ajaran-ajaran Arianisme.
Banyak sekali agenda Nicea yang dibahas saat itu, diantaranya yang terpenting adalah:
- Permasalah Arianisme.
- Perayaan Paskah6 Nasrani.
- Pembabtisan orang-orang sesat.
Dari ketiga agenda itu yang dinilai paling substansial adalah permasalahan Arianisme.
Hasil-hasil rumusan Nicea diantaranya:
Pengakuan resmi inkarnasi Yesus berasal dari satu esensi tuhan bapa atau yang dikenal dengan ‘Samenes of Essence homoousion’. Kredo ‘homoousion’ ini sebenarnya adalah ide pribadi dari kaisar Konstantine sendiri karena dia terlalu gusar melihat perdebatan diantara para uskup yang berkepanjangan. Konstantine mengajukan ide itu untuk menengahi perdebatan yang ada dan sedikit memaksa semua uskup yang menghadiri pertemuan ini untuk menandatangani persetujuan Kredo homoousion .
Karena sangat segan terhadap raja dan takut dengan ancaman pedang kaisar akhirnya para uskup menandatanganinya meskipun dengan berat hati kecuali 2 uskup saja diantaranya adalah Arius dan Athanasius (Alexandria-ed).
Arius juga diusir dari gereja, dan ajaran Arianisme divonis sebagai ajaran Hereys atau ‘bid’ah’ Arius dikutuk dan diusir dari gereja dengan beberapa uskup yang turut membelanya diantaranya Theonas dari Ptolemais (Libya) dan Secundus dari mamarica. Ada juga pendeta yang turut diusir lantaran enggan mengutuk Arius namun turut menandatangani persetujuan Kredo ‘Homoousin’ yaitu Eusebius7 dari Nikomedia. Buku berjudul ‘Thalia’ yang memuat semua konsep pemikirannya dikumpulkan dan dibakar habis. Pendiskreditan terhadap Arius dan pengikutnya tidak membuat gerakan tersebut lantas padam, justru intimidasi dari pihak gereja mendorong pengikut Arianisme untuk terus melawan gereja. Arianisme terus bertahan selama 300 tahun lamanya. Ajaran ini sempat menyebar di sejumlah suku Germanik di Eropa barat khususnya suku-suku Goth dan Longbord. Pengakuan inkarnasi Yesus ini melahirkan ‘kredoo keimanan Nicea' 8 yang berbunyi:
“Kami beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Bapa yang maha kuasa. Pencipta segala sesuatu yang dapat dilihat dan yang tidak dapat dilihat. Dan kepada satu tuhan Yesus kristus, anak Allah. Satu-satunya anak tuhan Bapa. Yang berasal dari substansi (Oesia) Tuhan Bapa. Tuhan dari Tuhan , Cahaya dari Cahaya. Tuhan sejati dari Tuhan sejati. Diperkenankan, tidak diciptakan. Dari satu substansi (Homoousin) dengan Tuhan Bapa. Yang melaluinya segala sesuatu diciptakan segala yang di langit dan di bumi. Yang menderita demi keselamatan kita, turun dijadikan manusia. Yang menderita, bangkit kembali pada hari ke-tiga, naik ke langit. Dan akan datang untuk menjadi Hakim bagi yang hidup dan yang mati. Dan kami beriman kepada Roh Kudus.”
Penetapan hari Paskah Kristen ditetapkan pada minggu pertama setelah bulan purnama pada musim semi, antara bulan maret sampai april.
Selain itu juga ditetapkan perumusan 20 hukum baru gereja. Rumusan-rumusan hukum gereja ini disebut dengan ‘20 konun gereja’ suatu rumusan hukum yang bersifat relative, salah satu diantaranya adalah: pernyataan bahwa pembabtisan yang dilakukan oleh para penyesat (Arianisme) tidak sah. Penetapan lambang dewa matahari Sol invictus yang berupa sinar bersilang sebagai lambang nasrani dan hari minggu dijadikan sebagai hari agama.
Konsili Nicea berakhir pada 25 Juli 325 M bertepatan dengan ulang tahun kaisar yang ke 25. Dalam pidato penutupannya Kaisar menyatakan kebenciannya yang mendalam akan pertikaian theology dogmatis.
Perlu digarisbawahi bahwa pada sinode ini Ruhul kudus belum diakui secara resmi sebagai salah satu oknum trinitas, hanya sebatas diakui keberadaanya saja. ‘Ketuhanan’ Ruh kudus baru diakui pada konsili Konstantinopel (Constantin Council) pada tahun 318 M yang diprakarsai oleh Macedonius dan Teodonius yang menjadi kaisar pada saat itu. Pada saat itulah untuk pertama kalinya rumusan tri tunggal nasrani terangkum jelas meski tidak semua kalangan nasrani menerimanya.
Kontradiktif Keimanan Injil
Pengakuan ketuhanan yesus jelas bertentangan dengan agama Islam, Al-Qur'an telah menerangkan pada kita pendistorsian dogmatis mereka, karena Isa/Yesus hanyalah manusia biasa layaknya Adam as. dalam penciptaannya, Allah berfirman, Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya, cukuplah Allah sebagai pemelihara.
Prof. DR. Syalaby dalam bukunya "Muqoronah Al-Adyan" mengatakan: "Dasar pengakuan inkarnasi Yesus itu dipengaruhi oleh ajaran mitologi Yunani dan ajaran kuno lainnya yang menganut konsep trinitas", namun argument ini ditentang oleh umat nasrani. Mereka berdalih bahwa inkarnasi itu sesuai dengan yang tertera dalam kitab injil mereka. Bunyi ayat-ayat injil itu diantaranya :
Inilah anakku yang Kukasihi, padaNya Ku berkenan (Matius. 3:17)
kepala rahib bertanya pada Yesus: Apakah engkau Al-Masih Putra Allah? Yesus menjawab, Ya, akulah orangnya. Maka ia akan menjadi besar, dan ia akan dikatakan Anak Allah Yang Maha Tinggi, maka Allah Tuhan kita akan mengaruniakan padanya, tahta Daud nenek moyangnya itu. (Lukas. 1:32)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat Injil, yang menyebut Yesus sebagai "Putra Allah", tetapi terdapat pula beberapa ayat Injil yang menyebutkan Yesus sebagai anak manusia dan sekedar utusan Tuhan saja. Berikut ayat-ayat Injil yang dimaksud :
Yesus anak manusia: seorang pun tiada naik ke surga, kecuali ia (Yesus) yang sudah turun dari surga, yaitu anak manusia. (Yohanes. 3:13)
Yesus sebagai utusan tuhan: Inilah Yesus, seorang nabi dari Nazareth. (Matius. 12:11). Telah datang pada kita, seorang nabi yang agung. (Lukas. 16:7)
Dari uraian diatas, jelaslah terdapat kontradiktif antara satu ayat dengan ayat yang lain, dan hal ini tidak dapat menjamin kebenaran keyakinan dogmatis mereka.
Disamping itu, dalam Injil sendiri terdapat ayat yang mengajarkan konsep monotheis (ketauhidan), suatu ajaran yang bertentangan dengan konsep trinitas : "Tuhan kita hanyalah satu, tiada yang Lainnya. (Markus. 12:30)
Mengenai ayat diatas, ada baiknya kita menyimak komentar "Encylopedia Americana" mengenai konsep Trinitas : "Ajaran Tritunggal dari abad IV tidak dengan seksama mencerminkan ajaran Kristen yang mula-mula mengenal sifat Allah, sebaliknya ini adalah penyimpangan ajaran tersebut".
Konklusi
Kontradiksi ayat-ayat Injil tentang ketuhanan Yesus, mematahkan argument nasrani yang menyatakan pijakan akidah Inkarnasi Yesus berdasar pada injil. justru hal ini lebih mengaju pada kepentingan politik gereja, terutama kaisar konstantine yang ambisius dalam penyatuan Romawi, sebenarnya kaisar tidak tahu menahu masalah ketuhanan, terlihat dari latar belakang akidahnya yang saat itu masih tercatat sebagai penyembah "Sol Invictus", tapi satu hal yang sangat ia fahami adalah : bahwa perpecahan agama, hanya akan memecah belah persatuan Roma saja.
Suatu pernyataan ironis, bahwa ternyata trinitas itu membutuhkan waktu berabad-abad dan berbagai sinode agar dapat diterima secara luas dalam susunan Kredo nasrani dengan diwarnai berbagai intimidasi bagi mereka yang enggan menerimanya. Kredo Inkarnasi Yesus tidak dirumuskan berdasarkan pada keimanan, ataupun wahyu lagi, namun tercipta demi penertiban umum atau kesepakatan bersama.
Setelah membahas sekilas sejarah Konsili Nicea, mungkin dari kita akan terbersit suatu pertanyaan, bagaimanakah nilai timbangan keimanan kaum Aranis (pengikut Arius) dimata Islam, yang mengakui keesaan Allah dan mengingkari dogmatis trinitas nasrani sebagaimana ajaran Islam? dalam hal ini, ada baiknya kita kembali membuka kembali lembaran sejarah dimana nabi Muhammad, melihat bagaimana sabda beliau (cuplikan) beliau dalaam suratnya yang ditunjukksn kepada raja Heraklius dan Muqouqis ketika menyeru keduanya kepada agama Islam :
أسلم تسلم فإلاّ فعليك إثم الاريسين
"masuklah islam niscaya kamu akan selamat, jika tidak maka bagi kamu dosa kaum Aranis"
Sebagian ahli hadist menafsirkan hadits ini bahwa kaum Aranis diibaratkan sebagai kaum yang tidak mau mengakui kebenaran, padahal mereka sebenarnya mengerti hakikat dari kebenaran tersebut.
Warning Allah SWT buat Umat Islam
Lebih dari 14 abad yang lalu Allah telah mewarning kita –umat Islam- akan bahayanya Yahudi dan Nasrani yang serta merta akan selalu berkoalisi menghancurkan Islam sampai umat Islam mengikuti jalan mereka. Banyak cara yang mereka lakukan untuk mengacaukan Islam, baik dengan cara invansi ke negara-negara Islam untuk memecah belah kekuatan Islam, atau melakukan kristenisasi dan pengiriman misionaris ke wilayah-wilayah Islam dan cara lain yang ditempuh dengan membentuk kaum orientalis, yang mempelajari, mendalami dan menganalisa "timur" (baca : Islam) secara grounding yang kemudian mempresentasikannya dengan sangat negatif. Mereka sengaja mendistorsi dan memanipulasi fakta historis untuk mendiskreditkan Islam, namun kita juga tidak memungkiri adanya sebagian kecil (dan amat sedikit) dari mereka yang menganalisa diskursus yang ada secara obyektif seperti halnya Karen Amstrong.
Salah satu distorsi sejarah yang mereka lakukan adalah adanya "agitasi" dari sebagian orientalis barat yang menyatakan bahwa ajaran Islam bukanlah warisan ajaran nabi Ibrahim sebagaimana ajaran 2 agama pendahulunya yaitu Yahudi dan Nasrani, suatu pernyataan yang absurd dan agresif karena dalam kacamata historis secara analitas, dari ketiga umat besar tersebut teridentifikasi adanya kesamaan genetis dan bahasa karena ketiganya sama-sama keturunan bangsa Semit (dinisbatkan pada Sam bin Nuh) yang secara geografis terletak di daratan arab kuno. Nabi Ibrahim sebagai "ayah dari tiga peradaban besar" disebut di dalam Taurat, berasal dari kabilah Arab yang berimigrasi (hijrah) ke tanah Kan'an atau Palestina, dengan menyeberangi sungai Eufrat dan sungai-sungai lain. Hijrah nabi Ibrahim ke tanah Kan'an bukan tanpa sebab, jejak dakwahnya panjang dan berliku. Setelah lama hidup nomaden untuk mangajarkan ajaran tauhid sampailah nabi Ibrahim pada wilayah Haran (termasuk Irak saat ini) namun beliau tidak menetap lama karena kurang baiknya sambutan penduduk tersebut atas ajaran nabi Ibrahim pada akhirnya beliau memutuskan hijrah ke arah selatan menuju tanah Kan'an Ini dijelaskan Allah dalam firmannya "Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yangtelah kami berkahi untuk sekalian manusia". Sepertinya Allah menjadikan fase hijrah sebagai fase yang harus dilalui oleh para rasul.
Kaum Yahudi dan Nasrani cenderung "memotong sejarah" demi kepentingan pribadi dengan mengklaim dakwah tauhid nabi Ibrahim hanya berhenti sampai Kan'an padahal arkeolog menemukanbukti akurat adanya napak tilas nabi Ibrahim sampai ketanah hijaz dengan di temukannya batu bekas pijakan nabi Ibrahim ketika membangun ka'bah di mekah, bahkan nabi Daud dalam Al-kitab menyebutkan kata "Bkka" , dan kata tersebut dipakai juga dalam Al-qur'an sebagai nama lain dari Makkah.dengan demikian koneksasi antara islam dengan ajaran Ibrahim as. Tidak terbantahkan dengan bukti faktual yang ada dan keduanya sama-sama mengumandangkan ketauhidan.
Prilaku menyimpang Yahudi dan Nashrani yang lain dalam memanipulasi sejarah, terlihat dari catatan bibel yang memalsukan salah satu tokoh penting pengorbanan, dengan menyatakan putra Ibrahim yang dijadikan kurban pada Allah SWT sebagai bukti keteguhan imannya adalah nabi Ishaq dan bukan nabi Ibrahim. Pengalihan nama dalam momen tersebut menunjukan indikasi kebencian terhadap Islam. Mereka tidak ingin " keistimewaan" ini dilimpahkan pada nabi Isma'il kerena mereka mengetahui nabi Isma'il adalah leluhur nenek moyang bangsa arab yang muncul dari dalamnya peradaban Islam dan terlahir dari garis keturunannya nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir, mereka lebih suka menganti kedudukan nabi Isma;il dengan nabi Ishaq karena beliau adlah leluhur bangsa bani Isra'il. Namun Allah SWT menguak tabir kebohongan yang ada dengan meluruskan sejarah yang ada tentang siapa sebenarnya yang menjadi kurban semblihan pada peristiwa agung tersebut. Maha benar Allah AWT atas segala firman-Nya pada surat Al-Ma'idah ayat:13 "mereka merubah perkataan Allah SWT, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya"
14 abad yang lalu Allah telah mewarning kaum muslimin agar selalu waspada terhadap propaganda tersebut. "Wahai kaum muda isilah otak mu dengan pengetahuan agama sehingga kau dapat mengerti begitu dahsyatnya perbenturan agama samawi di bumi fana ini" (kutip syair Husein al Baqri).
Toleransi umat beragama boleh saja tetapi persoalan aqidah TIDAK ADA TOLAK-ANSUR WALAU SE-PADI.
Lakum Di Nukum Waliaddin
(Agama Loe adalah agama Loe en Agama Gue adalah Agama Gue)
(Sumber Ide from R4gill) —
No comments:
Post a Comment