Revolusi Islam di Suriah memasuki babak penentuan. Thoghut Bashar Asad sebagaimana dikutip kantor berita Suriah SANA, menyatakan bahwa negaranya sedang di ambang jurang perang. Asad menyatakan bahwa Suriah akan terus berjuang melawan “kelompok teroris bersenjata”. Sementara itu, para pejuang Revolusi Islam Suriah bersama para Mujahidin sudah berjanji akan terus berjuang hingga rezim bengis Suriah terguling dan syariat Islam tegak di bumi Syam. Inikah tanda-tanda segera tegaknya Khilafah Islam berdasarkan manhaj kenabian?
Suriah, Kawasan Timur Tengah Paling Panas Abad Ini
Pasca runtuhnya kekhilafahan Islam, Suriah menjadi milik Perancis melalui sebuah perjanjian rahasia, Sykes-Picot. Setelah menguasai Suriah, Perancis (sebagaimana para penjajah kafir lainnya) melaksanakan politik pecah belah (divide et impera) yang memecah belah wilayah Suriah menjadi empat bagian, yaitu Libanon Raya, Damaskus atau Suriah (meliputi Jabal Druze), Aleppo (termasuk Alexandretta), serta wilayah Lattakia (wilayah Alawy).
Kini, Suriah menjadi kawasan Timur Tengah yang paling panas abad ini. Gelombang Tsunami Revolusi Islam atau yang juga dikenal dengan istilah “Arab Springs” yang bermula dari Tunisia menghantam pula negeri yang di zaman Islam bernama Syam. Saat ini, Revolusi Islam di Suriah memasuki babak-babak yang paling menentukan.
Rezim syi’ah Nushairiyah pimpinan thoghut Bashar Asad nampaknya mulai limbung setelah digempur terus menerus oleh rakyatnya, para pejuang Revolusi Islam dan para Mujahidin. Pembantaian-pembantaian yang dilakukan oleh rezim bengis ini, baik melalui angkatan militer resmi mereka, maupun menggunakan pasukan khusus yang biadab (Milisi Syi’ah Syabihah) kepada rakyat Muslim Sunni Suriah tidak mampu menyurutkan api Revolusi Islam yang sudah membakar rakyat Suriah.
Pada akhirnya thoghut Asad merombak kabinetnya dan meresmikan kabinet baru Suriah yang dipimpin Perdana Menteri Riad Farid Hijab, yang resmi bertugas pada Selasa 26 Juni lalu. Pemerintah baru Suriah itu dibentuk dengan 20 menteri baru, enam kementerian baru, termasuk dua tokoh oposisi dari Partai Tekad Rakyat dan pembentukan instansi baru Departemen Rekonsiliasi Nasional. Namun para menteri pertahanan, luar negeri, dan dalam negeri tidak berubah. Tentu saja langkah reformasi semu Thoghut Asad ini sia-sia karena tidak akan diterima oleh rakyat Suriah yang sudah muak dengan Asad dan menginginkan perubahan total Suriah menuju Revolusi Islam.
Revolusi Islam Suriah & Mujahidin Kawasan Syam
Gelombang Tsunami Revolusi Islam yang bermula dari Tunisia hingga menyebar ke seluruh dunia Arab dan kini menerjang dengan dahsyat di Suriah adalah sebuah sunatullah, yakni sunnah tadafu’ atau sunnah konfrontasi.
Alhamdulillah, Mujahidin di seluruh dunia, khususnya di negara-negara Arab dan Timur Tengah telah “membaca” dan mempersiapkan segala kemampuan dan segala peluang untuk bisa mengendalikan dan mengatur seluruh kondisi yang ada (kekacauan), hingga akhirnya bisa mengatur semuanya itu menuju penegakan syariat Islam dan mengembalikan supremasi Islam dengan menegakkan Khilafah Islam bermanhaj kenabian.
Revolusi Islam Suriah termasuk yang paling berat dan sulit bagi umat Islam. Hal ini dikarenakan banyaknya kepentingan negara-negara besar dengan bermacam ideologi “bermain” di kawasan tersebut.
Rezim kafir komunis Rusia, komunis Cina, dan rezim Syi’ah Iran berada di belakang Suriah dan selalu memberikan dukungan, baik secara politik dan bukan tidak mungkin secara militer nantinya. Sementara itu, rezim Syi’ah Hizbul Lata Libanon dan milisi Syi’ah al-Mahdi Irak juga memberikan dukungan militer, dan tentu saja dukungan ekonomi oleh rezim Syi’ah Iran.
Kafir Barat dan negara-negara Arab tentu saja secara permukaan mengecam Suriah meskipun pada hakikatnya mereka bermuka dua, karena biar bagaimanapun mereka tetap membutuhkan Suriah untuk menjaga eksistensi Israel dan mencegah umat Islam, khususnya Mujahidin melancarkan jihad untuk membebaskan tanah-tanah kaum Muslimin, khususnya Palestina.
Pernyataan terbaru thoghut Asad bahwa Suriah akan terus berjuang melawan “kelompok teroris bersenjata” memperjelas bahwa konflik Suriah adalah medan jihad baru bagi umat Islam dan Mujahidin, karena yang dimaksud dengan “kelompok teroris bersenjata” oleh toghut Asad tentunya adalah sebagaimana terminologi terorisme ala Amerika, yakni Islam dan kaum Muslimin.
Posisi strategis Suriah di Timur Tengah, khususnya peluang Mujahidin untuk menghantam Israel dari Libanon Selatan dan juga dari Barat Laut Suriah membuat seluruh kepentingan saat ini berlomba untuk menguasai Suriah.
Sebagaimana analisa Qa’idi Mauqut dari Koresponden forum al-Anshar di Suriah dijelaskan bahwa Mujahidin Brigade Abdullah Azzam beberapa kali telah menembakkan roket dari Libanon Selatan ke Israel. Allahu Akbar!
Selain Mujahidin Brigade Abdullah Azzam, kini muncul Mujahidin yang tergabung dalam Front An-Nusroh yang juga telah merilis Operasi Shidqul Wa’di (Menepati Janji) dimana mereka melakukan serangan torpedo yang menghantam divisi pasukan udara dan kantor pidana militer Suriah di Damaskus.
Posisi Suriah yang berbatasan langsung dengan Irak menjadi peluang emas bagi konsolidasi dan transformasi tidak saja Mujahidin dari Daulah Islam Irak ke Suriah, melainkan seluruh pengalaman-pengalaman jihad, kader-kader jihad, dan seluruh persenjataan, khususnya ketika kendali keamanan yang membatasi Suriah-Irak runtuh.
Qa’idi Mauqut dalam analisanya tentang Revolusi Suriah menjelaskan beberapa skenario perang yang mungkin akan dialami Suriah. Skenario pertama adalah Rezim Suriah unggul dan mengendalikan suasana. Skenario ini tentu saja bukan pilihan bagi umat Islam dan kaum Muslimin, meski tetap mungkin terjadi.
Skenario kedua adalah rezim Suriah mengalami kemunduran dan oposisi bersenjata meraih kemenangan. Skenario ini terkait erat dengan dua perkara, yakni pertama Iran berpikir untuk tidak lagi mendukung Bashar Asad dan yang kedua Rezim Suriah gagal mengendalikan perang dari aspek militer. Skenario kedua inipun belum maksimal untuk umat Islam dan Mujahidin.
Adapun skenario ketiga yang merupakan skenario terbaik untuk kaum Muslimin dan Mujahidin adalah terciptanya suasana chaos dan beredarnya secara luas persenjataan. Dalam kondisi ini maka hal yang dibutuhkan adalah seruan yang semisal sebagai bahan bakar yang menggerakkan ratusan ribu pemuda ahlus sunnah untuk berperang dan dari beberapa negara tetangga, sehingga ide pembentukan proyek ‘perlawanan ahlus sunnah di bawah pengarahan’ (negara-negara tetangga boneka Barat, pent) menjadi kebutuhan primer yang sangat mendesak.
Dalam kondisi skenario ketiga ini, Mujahidin bisa mengambil manfaat dari beragam jenis senjata yang bisa didapat saat suasana keamanan tidak terkendali, lalu menyimpannya, mengatur dan memperkuat barisan, kemudian memperjuangkan tujuan jihad sesuai syariat Islam, yakni menerapkan syariat Islam secara sempurna dan menegakkan kembali Khilafah Islam berdasarkan manhaj Rasulullah SAW.
Tegaknya Khilafah Di Bumi Syam
Bumi Syam adalah bumi yang diberkahi. Beberapa ayat Al-Qur’an menjelaskan hal tersebut, seperti QS At Tien ayat 1-2, QS Al Isro ayat 1, QS Al Maidah ayat 21, dan QS Al Anbiya ayat 71.
“Dan Kami selamatkan dia (Ibrahim) dan Lut ke sebuah negeri yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam (Negeri Syam, termasuk di dalamnya Palestina. Allah memberkahi negeri itu, artinya kebanyakan nabi berasal dari negeri ini dan tanahnya pun subur)” (QS Al-Anbiya : 71)
Kemuliaan bumi Syam, termasuk di dalamnya Palestina dan masjid Al Aqsa tidak diragukan lagi oleh kaum Muslimin. Selain itu, terdapat Nubuwah dari Rasulullah SAW, bahwa akan muncul di bumi Syam, Thoifah Manshuroh, atau Kelompok yang akan mendapatkan kemenangan.
“Awal dimunculkan ad dien (Islam) dari Mekkah dan di akhir masa eksistensinya diperkuat di tangan Al Mahdi di Syam, dan di sana ada Ath-Thoifah Al-Manshuroh hingga datang Hari Kiamat” (Manaqib Syam wa Ahlihi, Hal 73)
Juga dalam hadits berikut :
"Penduduk Gharb (yang berada di arah Barat) akan senantiasa menegakkan kebenaran sampai Kiamat datang". [HR Muslim 13/68, Nawawi].
Imam Ahmad berkata,”Ahli Gharb adalah penduduk Syam.” Dan jawaban ini disepakati oleh Ibnu Taimiyah dalam Manaqib Syam wa Ahlihi, halaman 76-77.
Sementara itu kita memahami bahwa Ath-Thoifah Al-Manshuroh yang dimaksud disini adalah kelompok yang berperang atau Mujahidin, selalu mendapat petunjuk, dan akan tetap ada hingga Allah SWT mewariskan bumi berserta isinya.
Sementara itu, beberapa hadits juga menjelaskan bahwa di saat konflik semakin memanas di bumi Syam, maka di saat itulah Khilafah akan muncul.
Rosulullah SAW bersabda :
"Akan segera tegak berdiri di akhir Ummat-Ku seorang Kholiifah (Beberapa saat, setelah pemboikotan itu terjadi),.. Kholiifah akan membagi bagikan harta, dengan tanpa menghitung hitung-jumlahnya". (Shohih Muslim : 5189)
Dari Abi Nadhrah berkata: "Kami sedang berada bersama Jabir bin Abdullah, rodhiyallahu 'anhuma, dia berkata. (Rasuulullah Saw Bersabda) : "Hampir saja tidak boleh dibawa masuk ke negeri Iraq (diboikot) makanan sepotong roti-pun/(qafizh), diboikot pula masuknya dirham,". Kami lalu bertanya kepada beliau,:"Dari mana (bangsa) yang melakukan demikian?' Dia menjawab, : " Orang orang 'Ajam (non Arab, Amerika) yang mem-boikotnya".
Kemudiannya Beliau berkata lagi, " Hampir – hampir saja tidak boleh dibawa masuk sekeping diinar kepada penduduk Syaam, tidak boleh pula dibawa masuk (diboikot) kepada penduduk Syaam se-takar-an makanan pun (mudyun)." Kami bertanya lagi : Dari mana (bangsa ) yang melakukan demikian ? .. Beliau menjawab : " Dari bangsa Ruum. (kita tahu Israel adalah imigran dari Ruum, utamanya dari Eropa, yang datang menjajah Palestina sejak tahun 1917). Kemudian diam sejenak.
Lalu dia berkata, Bersabda Rasuulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : " Akan segera tegak berdiri di akhir Ummat-Ku seorang Kholiifah (Beberapa saat, setelah pemboikotan itu terjadi),.. Kholiifah akan membagi bagikan harta, dengan tanpa menghitung hitung-jumlahnya. (Shohih Muslim : 5189)
Khilafah Dengan Manhaj Nabi SAW Segera Tegak
Selain hadits-hadits sebelumnya, juga terdapat hadits yang menjelaskan bahwa wilayah Syam memang menjadi wilayah yang sangat menentukan bagi masa depan umat Islam. Penaklukan ‘Asqalan, yang merupakan tempat penting di Syam menjadi pintu pembukanya, Insya Allah.
Ath Thabrani meriwayatkan dalam al Mu’jamul Kabir, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : Rasulullah bersabda :
"Permulaan dari perkara ini (Islam) adalah kenabian dan rahmat. Berikutnya tegaknya khilafah dan rahmat. Selanjutnya muncul kerajaan dan rahmat. Kemudian, orang-orang memperebutkannya, seperti kuda-kuda yang berebut. Maka, kewajiban kalian untuk berjihad. Sesungguhnya sebaik-baik jihad adalah ribath. Sebaik-baik tempat ribath adalah Asqalan". [Ash Shahihah, 3270].
‘Asqalan telah dikenal sejak dahulu. Menempati tempat strategis di bibir pantai (Palestina), ramai dengan perdagangan. Palestina tidak pernah ditaklukkan, kecuali diawali dengan penaklukkan ‘Asqalan.
Juga hadits berikut :
"Sesungguhnya saya melihat seakan-akan tonggak al Kitab telah tercabut dari bawah bantalku. Maka, aku mengikutinya dengan pandanganku. Tiba-tiba terdapat cahaya terang-benderang yang mengarah menuju Syam. Ketahuilah, sesungguhnya iman, apabila telah terjadi beragam fitnah, berada di Syam". [Shahihut-Targhib wat-Tarhib, no. 3092].
Al ‘Izz bin Abdis Salam rahimahullah berkata,”Rasulullah mengabarkan, bahwa tiang Islam, yaitu iman, pada saat terjadinya fitnah-fitnah, berada di Syam. Artinya, apabila fitnah-fitnah yang muncul telah mengancam agama Islam, maka penduduk Syam berlepas diri darinya. Mereka tetap istiqamah di atas iman. Jika muncul (fitnah yang) tidak mengancam agama, maka penduduk Syam mengamalkan konsekwensi iman. Apakah ada sanjungan yang lebih sempurna dari itu?”
Dan tentu saja, yang paling pamungkas adalah hadits Nabis SAW., yang menceritakan fase-fase kepemimpinan umat Islam, dimana pada akhirnya akan tegak kembali Khilafah dengan manhaj kenabian SAW.
“Kenabian akan ada di tengah kalian selama Allah menghendaki ada. Kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendaki mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah di atas Minhaj Nubuwaah. Ia akan berlangsung selama Allah menghendaki ada. Kemudian Allah mengangkatnya jika berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kerajaan yang lalim dan penindas. Ia akan berlangsung selama Allah menghendaki ada. Kemudian Allah mengangkatnya jika berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kerajaan yang sewenang-wenang. Ia akan berlangsung selama Allah menghendaki ada. Kemudian Allah mengangkatnya jika Allah berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah di atas Minhaj Nubuwwah.” (HR. Ath-Thayalisi, Ath-Thabari, dan al-Baihaqi dalam Minhaj an-Nubuwwah. Hadits ini dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah dan dihasankan oleh syaikh Al-Arnauth).
Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Hasan Umar dalam artikel beliau Revolusi Islam, makna kata dari Jabariyatan: dengan kekuatan, paksaan, dan mengalahkan, adalah fase terakhir dan yang saat ini berlaku, yakni fase kekuasaan diktaktor yang kejam dan menggigit, termasuk rezim thoghut Suriah.
Menurut beliau, ciri-ciri dalam fase kekuasaan diktaktor ini adalah kekuasaan sepenuhnya digenggam oleh pemerintahan-pemerintahan diktator tersebut dengan banyak metode, dan metode yang paling penting adalah: Aparat keamanan yang kuat yang menjaganya, serta memberangus para oposisi.
Selain itu, rezim ini juga mempergunakan media massa dan para jurnalis untuk ‘mencetak’ (membentuk) akal pemikiran rakyat sesuai kehendak para penguasa, suatu cara yang bisa disebut ‘operasi pencucian otak’. Mereka memenuhi otak rakyat dengan pemikiran-pemikiran yang mendukung para penguasa atau melalaikan rakyat dari dien Allah dan problematika-problematika umat yang paling menentukan nasib mereka, yaitu media massa memberikan porsi yang sangat besar untuk aspek seni, olahraga, lagu-lagu (musik), lawakan, dan seterusnya.
Selain itu, para tokoh agama yang berubah menjadi para pegawai pemerintahan. Ketika melihat kemungkaran, mereka memegang prinsip: ‘Saya tidak melihat, tidak mendengar, dan tidak mengatakan’. Mereka berperan seperti para pendeta yang menganggap suci para penguasa, bukan berperan sebagai tokoh iman yang mengingkari kemungkaran penguasa dan meluruskan kekeliruannya, bukan pula berperan sebagai pemimpin umat yang mengembalikan hak-hak umat yang hilang.
Syekh Hasan melanjutkan, diantara metode terpenting para penguasa diktator tersebut adalah mengikuti kemauan Barat di bidang politik dan militer, dengan mencampakkan persoalan Palestina dari realita perjuangan, karena mereka semua sibuk menjalin perdamaian dengan Israel.
Maka kekuatan militer Amerika dipersilahkan bercokol di Kuwait, Teluk, dan Arab Saudi. Sikap politik negara-negara kawasan Teluk berada di bawah payung politik Amerika. Amerika bahkan melakukan intervensi sangat dalam, sampai taraf menentukan para penguasa di beberapa negeri Islam. Para penguasa tersebut meminta bantuan kekuatan adidaya (salibis Amerika dan Eropa) ini dan mereka menindas rakyat mereka sendiri. Maka mereka layak menyandang nama ‘pemerintahan diktator’.
Menurut beliau, kita tidak melihat ada penafsiran atas berbagai kejadian ini yang lebih jujur dari penafsiran Nabi SAW, yang telah memberitahukan kepada kita bahwa pemerintahan diktator akan menguasai umat ini selama masa yang Allah kehendaki. Allah kemudian akan mengangkatnya jika Allah telah menghendakinya.
Kini, satu persatu pemerintahan diktaktor itu telah tumbang, dimulai dari Tunisia, Mesir, Libya, Yaman, dan tentu saja Suriah tinggal menunggu detik-detik keruntuhannya. Maka, jika kita kembali ke hadits Rasulullah SAW., di atas, maka setelah para rezim diktaktor ini runtuh, muncul dan tegak-lah Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian SAW, dan saat-saat itu sudah diambang pintu, Insya Allah!
Wallahu’alam bis showab!
M Fachry
International Jihad Analysis
Jum’at, 23 Sya’ban 1433 H/13 Juli 2012 M
Al-Mustaqbal.net-Masa Depan Islam
http://al-mustaqbal.net/
sumber: http://
No comments:
Post a Comment