Pertanyaan:
Pada sebuah kesempatan, Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz Al ‘Uqail*) rahimahullah ditanya:
Bagaimana dengan ungkapan yang banyak tersebar di masyarakat, yaitu: حب الوطن من الإيمان “Cinta tanah air adalah bagian dari iman”. Apakah ungkapan ini adalah sebuah hadits yang shahih?
Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz Al ‘Uqail menjawab:
Al Ajluni dalam kitab Kasyful Khafa berkata: “Hadits ini dikatakan oleh As Shaghani sebagai hadits maudhu (palsu).“ Al Ajluni juga berkata dalam kitab Al Maqashid: “Aku tidak ragu bahwa hadits ini palsu, namun maknanya benar”. Pernyataan Al Ajluni yang menyatakan bahwa makna hadits ini benar disanggah oleh Al Qaari, ia berkata: “Pernyataan ini sungguh aneh. Karena antara cinta tanah air dengan keimanan sama sekali tidak ada kaitannya”. Kemudian Al Qaari berdalil dengan ayat:
وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِنْهُمْ ۖ
“Seandainya Allah memerintahkan mereka untuk membunuh diri mereka atau memeriintahkan mereka untuk keluar dari negerinya, maka mereka tidak akan patuh, kecuali sedikit orang saja.” (Qs. An Nisa: 66)
Ayat ini dalil bahwa mereka mencintai negeri mereka padahal mereka tidak memiliki iman. Karena yang dimaksud ‘mereka’ dalam ayat ini adalah orang-orang munafik (orang yang mengaku iman di lisan namun tidak dihatinya, pent).
Tapi sebagian ulama menyanggah Al Qaari dengan menyatakan bahwa yang dimaksud hadits ini bukanlah orang yang cinta tanah air itu pasti beriman. Melainkan maksudnya adalah bahwa ‘cinta kepada tanah air tidak menafikan iman’.
Menurutku, andaikan hadits ini shahih, bisa dibenarkan jika wathon kita artikan sebagai:
Surga, karena surga adalah negeri pertama bagi keturunan Adam ‘Alaihissalam
Mekkah, karena Mekkah adalah Ummul Quraa (Ibu kota dari semua kota) dan kiblatnya orang alim
Negeri yang baik, namun dengan syarat cinta kepada negeri dikarenakan adanya itikad untuk menyambung silaturahim, atau berbuat baik kepada penduduk negeri tersebut, misalnya kepada orang fakir dan anak yatim (bukan karena semangat nasionalisme, pent)
Sehingga pemaknaan yang benar adalah tidak menghubungkan adanya cinta tanah air dengan keimanan, juga tidak memutlakkan, namun dimaknai secara umum saja. Perhatikanlah hadits:
حسن العهد من الإيمان، وحب العرب من الإيمان
“Menepati janji adalah bagian dari iman dan mencintai bangsa Arab adalah bagian dari iman.“
Padahal orang kafir pun ada yang menepati janji dan mencintai bangsa Arab.
[Demikian penjelasan Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al 'Uqail]
Al Albani berkata dalam Silsilah Ahadits Adh Dhaifah: “Hadits ini adalah hadits palsu. As Shaghani dan ulama yang lain berkata: ‘Makna hadits ini tidak benar. Karena kecintaan kepada tanah air seperti mencintai diri sendiri, mencintai harta, dan semacamnya. Ini semua merupakan sifat-sifat manusiawi. Sehingga seseorang yang mencintai hal-hal tersebut tidak serta-merta dipuji.
Oleh karena itu mencintai tanah air bukan bagian dari iman. Bukankah anda melihat bahwa semua manusia memiliki sifat ini? Baik yang mu’min maupun yang kafir tanpa terkecuali.”
Sumber:
http://
*) Beliau adalah ulama besar dari Unaizah yang pernah menjabat Kepala Haiah Daimah Majlis Al Qadha Al A’la (Komite Tetap Majelis Hakim Agung) Saudi Arabia.
Sumber: kangaswad.wordpress.com
Sumber: http://
``````````````````````````
Cinta Tanah Air Sebagian Dari Iman Adalah HADITS PALSU !
Ada sebuah kalimat yang sering disebut – sebut sebagai hadits Nabi –Shollallohu ‘Alayhi wa Sallam- di dalam majelis – majelis. Kalimat itu sangat populer dikalangan masyarakat awam dan para Ulama yang bukan ahli hadits.
Lengkapnya berbunyi :
“Hubbul wathoni minal Imaan (Cinta tanah air sebagian dari iman)”
Akan tetapi para Ulama’ Ahli hadits (muhaditsin) menilai dan sepakat bahwa itu adalah HADITS PALSU (Maudhu’) karena Rasulullah –Shollallohu ‘Alayhi wa Sallam- tidak pernah mengatakan seperti itu.
Imam As-Suyuti dan Al-Sakhowi berpendapat “lam ‘aqif ‘alayh (Saya tidak menemukannya)”. kalimat lam ‘aqif ‘alayh di dalam ulumul hadits (ilmu hadits) dikenal sebagai istilah untuk hadits maudhu’ (palsu).
Imam Hasan ibn Muhammad Al-Shaghani yang mengarang kitab al-Masyariq seperti dinukil oleh Imam Al-Ajluni juga menegaskan bahwa hadits tersebut maudhu’ (palsu). Begitu juga dengan Imam Darwisy Al-Hut.
Bahkan Ali Al-Qari berpendapat bahwa hadist itu tidak ada kaitannya antara cinta tanah air dan keimananan, dan itu aneh sekali.
“Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka.” (An-Nisaa’ : 66)
Menurut Al-Qari, ayat ini menunjukkan orang – orang munafiq itu mencintai tanah air mereka dan mereka tidak beriman (kafir). Karenanya tidak ada kaitannya antara cinta tanah air dan keimanan.
Sama kita tau bahwa hadits palsu HARAM untuk disebarkan bagi yang tau dan HARAM masuk ke dalam majelis – majelis.
Rasulullah –Shollallohu ‘Alayhi wa Sallam- bersabda, “Sungguh, kedustaan atas namaku tidaklah seperti dusta atas nama selainku. Barangsiapa yang dengan sengaja berdusta atas namaku maka hendaknya ia menempati tempatnya di dalam NERAKA!” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 3)
Dan sangat diharamkan jika kita menyampaikan suatu hadits yang kita tau bahwa itu hadits palsu yang tidak bersumber dari Rasulullah –Shollallohu ‘Alayhi wa Sallam-.
Sebagaimana beliau –Shollallohu ‘Alayhi wa Sallam- bersabda,
“Barangsiapa yang meriwayatkan dariku sebuah hadits , sedang ia tau bahwa hadits itu BOHONG, maka ia TERMASUK ORANG – ORANG PENDUSTA.” (HR. Muslim no. 4 dan Tirmidzi no. 2664)
Bahkan sekarang banyak yang mengatakan perkataan para Shahabat (atsar) tanpa sanad, padahal sanad dalam ilmu hadits sangat penting. Mereka mengatakan Abu Bakar berkata begini, Umar berkata begini, Utsman berkata begini dan Ali berkata begitu, tapi tanpa sanad.
Imam Abdullah bin Al-Mubarok –Rahimahulloh- seorang Tabi’in pernah berkata, “Sanad itu bagian dari agama. Seandainya tidak ada sanad, niscaya siapapun akan berbicara semaunya.” (Mqoddimah Shohih Muslim)
Semoga Alloh mengampuni ‘Ulama tsiqah pendahulu kita di Indonesia maupun luar Indonesia yang tidak sengaja menyebarkan / menukil hadits ataupun atsar palsu di dalam kitab – kitabnya (saya tidak akan menyebutkan nama mereka satu persatu).
sumber: http://
``````````````````````````
HADITS : CINTA TANAH AIR SEBAGIAN DARI IMAN = HADITS PALSU !!!
"Cinta tanah air sebagian dari iman".
HADITS INI TIDAK ADA ASALNYA.
Berikut ucapan para ulama ahli hadits:
1. As-Shoghoni berkata: “Termasuk hadits-hadits yang palsu”.
2. As-Suyuthi berkata: “Saya tidak mendapatinya”.
3. As-Sakhowi berkata: “Saya tidak mendapatinya”.
4. Al-Ghozzi berkata: “Ini bukan hadits”.
5. Az-Zarkasyi: “Saya belum mendapatinya”.
6. Sayyid Mu’inuddin ash-Shofwi berkata: “Ini bukan hadits”.
7. Mula al-Qori berkata: “Tidak ada asalnya menurut para pakar ahli hadits”.
8. Al-Albani berkata: “Maudhu’ (palsu)”.
9. Lajnah Daimah yang diketahui oleh Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan: “Ucapan ini bukan hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia hanyalah ucapan yang beredar di lisan manusia lalu dianggap sebagai hadits
Tentang hadits ini, Syaikh al-Albani rahimahulah berkata:
“Dan maknanya tidak benar. Sebab cinta negeri sama halnya cinta jiwa dan harta; seseorang tidak terpuji dengan sebab mencintainya lantaran itu sudah tabiat manusia. Bukankah anda melihat bahwa seluruh manusia berperan serta dalam kecintaan ini, baik dia kafir maupun mukmin?!
Allah سبحنحا و تعال berfirman:
وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ أَوِاخْرُجُوا مِن دِيَارِكُم مَّافَعَلُوهُ إِلاَّ قَلِيلُُ مِّنْهُمْ
"Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka:”Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu”, niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka." (QS. An-Nisa’: 66)
* Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang kafir juga mencintai tanah air mereka. Musuh-musuh Islam telah menjadikan hadits palsu ini untuk menghilangkan syi’ar agama dalam masyarakat dan menggantinya dengan syi’ar kebangsaan, padahal aqidah seorang mukmin lebih berharga baginya dari segala apapun”.
* Berlebih-lebihan terhadap tanah air bisa sampai kepada derajat memberhalakannya.
* Dan terkadang Syetan menggambarkan kepada sebagian mereka bahwa tanah air lebih baik daripada surga ‘Adn, sebagaimana seorang di antara mereka mengatakan:
هَبْ جَنَّةُ الْخُلْدِ الْيَمَنْ
لاَ شَيْئَ يَعْدِلُ الْوَطَنْ
Anggaplah bahwa surga yang kekal adalah Yaman
Tidak ada sesuatupun yang melebihi tanah air.
Seorang lainnya mengatakan:
وَطَنِيْ لَوْ شُغِلْتُ بِالْخُلْدِ عَنْهُ
نَازَعَتْنِيْ إِلَيْهِ فِي الْخُلْدِ نَفْسِيْ
Tanah airku, seandainya aku disibukkan oleh surga darinya
Niscaya jiwaku akan menggugatku di surga menuju tanah airku.
SEBAB TERSEBARNYA HADITS INI
* Al-Hafizh asy-Syaukani berkata menjelaskan sebab menyebarnya hadits-hadits palsu seperti ini:
* “Para ahli sejarah telah meremehkan dalam mengutarakan hadits-hadits bathil seputar keutamaan negeri, lebih-lebih negeri mereka sendiri. Mereka sangat meremehkan sekali, sampai-sampai menyebutkan hadits palsu dan tidak memperingatkannya, sebagaimana dilakukan oleh Ibnu Dabi’ dalam Tarikhnya yang berjudul “Qurrotul Uyun bi Akhbaril Yaman Al-Maimun” dan kitab lainnya yang berjudul “Bughyatul Mustafid bi Akhbar Madinah Zabid” padahal beliau termasuk ahli hadits.
* Maka hendaknya seorang mewaspadai dari keyakinan ini atau meriwayatkannya, karena kedustaan dalam masalah ini sudah menyebar dan melampui batas. Semua itu sebabnya adalah fithrah manusia untuk cintah tanah air dan kampung halamannya”.
APAKAH CINTA NEGERI TERLARANG?
Al-Ustadz A. Hassan –semoga Allah merahmatinya- berkata: “Tidak ada undang-undang manusia yang tidak terdapat di hukum-hukum agama, larangan atas seorang mencintai bangsanya dan tanah airnya malah tidak terlarang, dia cinta kepada kerbau dan spinya, kambing dan anjingnya, kelinci dan kucingnya, ayam dan bebeknya.
Sekali lagi, agama tidak menghalangi seseorang mencintai segala sesuatu hatta tanah dan pasir di negeri satrunya.
Cuma, janganlah dibawa-bawa agama dalam urusan yang agama tidak jadikan urusan. Jangan dibawa-bawa kalimat:
حُبُّ الْوَطَنِ مِنَ الإِيْمَانِ
Cinta tanah air termasuk iman.
Ini dikatakan hadits Nabi, padahal bukan.
* Kalau orang cinta tanah air membawakan hadits palsu itu, maka orang cinta kucing akan membawakan hadits palsu lain:
حُبُّ الْهِرَّةِ مِنَ الإِيْمَانِ
Cinta kucing itu sebagian dari iman.
HENDAKNYA UNTUK ISLAM BUKAN SEKADAR KEBANGSAAN
Syaikh Muhammad al-Utsaimin berkata: “Kita apabila perang hanya untuk membela Negara tidak ada bedanya dengan orang kafir yang juga perang untuk membela Negara mereka.
Seorang yang perang hanya untuk membela negeri saja maka dia bukanlah syahid, namun kewajiban kita sebagai muslim dan tinggal di negeri Islam adalah untuk perang karena Islam yang ada di negeri kita. Perhatikanlah baik-baik perbedaan ini, kita berperang karena Islam yang ada di negeri kita. Adapun sekadar karena negeri saja maka ini adalah niat bathil yang tidak berfaedah bagi seorang. Adapun ungkapan yang dianggap hadits “Cinta negeri termasuk keimanan” maka ini adalah dusta.
Cinta Negara, apabila karena Negara tersebut adalah Negara Islam maka kita mencintainya karena Islamnya, tidak ada bedanya apakah Negara kelahiran kita ataukan Negara Islam yang jauh, maka wajib bagi kita untuk membelanya karena Negara Islam.
Kesimpulannya, seharusnya kita mengetahui bahwa niat yang benar tatkala perang adalah untuk membela Islam di negeri kita atau membela Negara kita karena Negara Islam, bukan hanya karena sekedar Negara saja”.
Al-Ustadz A. Hassan mengatakan: “Dalam mencintai tanah air secara kebangsaan itu ada beberapa kesalahannya yang besar bagi orang yang beragama Islam:
* Pertama: yang sebesar-besarnya, ialah menjalankan hukum-hukum yang bukan dari Allah dan RasulNya.
* Kedua: dengan terpaksa, karena pembawaan kebangsaan, memandang muslim di negerinya yang bukan sebangsa dan setanah air dengannya sebagai orang asing, padahal sebenarnya ia mesti pandang seperti saudara.
* Ketiga: Memutuskan perhubungan antara lain-lain negeri Islam dengan alasan mereka bukan sebangsa dan setanah air, walaupun Allah dan Rasul telah katakana mereka saudara yang mesti bersatu.
Dari sini, dapat kita ketahui KESALAHAN ucapan sebagian tokoh tatkala mengatakan:
“Kita tidak memerangi Yahudi karena masalah aqidah!!
“Kita memerangi mereka karena tanah!! Kita tidak memerangi karena mereka kafir!!”
“Tetapi kita memerangi karena mereka merampas tanah kita tanpa alasan yang benar!!!”.
TAMBAHAN :
Ringkasnya, ungkapan "hubbul wathon minal iman" adalah hadits palsu (maudhu’) alias bukanlah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Hadits maudhu’ adalah hadits yang didustakan (al-hadits al-makdzub), atau hadits yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat (al-mukhtalaq al-mashnu`) yang dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Artinya, pembuat hadits maudhu` sengaja membuat dan mengadakan-adakan hadits yang sebenarnya tidak ada (Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin, hal. 35; Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, hal. 89).
Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, meriwayatkan hadits maudhu’ adalah haram hukumnya bagi orang yang mengetahui kemaudhu’an hadits itu serta termasuk salah satu dosa besar (kaba`ir), kecuali disertai penjelasan mengenai statusnya sebagai hadits maudhu’ (Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin, hal. 43).
Maka dari itu, saya peringatkan kepada seluruh kaum muslimin, agar tidak mengatakan "hubbul wathon minal iman" sebagai hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam faktanya memang tidak pernah mengatakannya. Menisbatkan ungkapan itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebuah kedustaan yang nyata atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan merupakan dosa besar di sisi Allah –subhaanahu wa ta’ala-. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
"Barangsiapa yang berdusta atasku dengan sengaja, hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka." (Hadits Mutawatir).
Terlebih lagi Islam memang tidak pernah mengenal paham nasionalisme atau patriotisme yang kafir itu, kecuali setelah adanya Perang Pemikiran (al-ghazwul fikri) yang dilancarkan kaum penjajah. Kedua paham sesat ini terbukti telah memecah-belah kaum muslimin seluruh dunia menjadi terkotak-kotak dalam wadah puluhan negara bangsa (nation-state) yang sempit, mencekik, dan membelenggu.
Maka, kaum muslimin yang terpasung itu wajib membebaskan diri dari kerangkeng-kerangkeng palsu bernama negara-negara bangsa itu. Kaum muslimin pun wajib bersatu di bawah kepemimpinan seorang Imam (Khalifah) yang akan mempersatukan kaum muslimin seluruh dunia dalam satu Khilafah yang mengikuti minhaj nubuwwah.
Waalhu a'lam.
sumber: http://
No comments:
Post a Comment