Monday, August 6, 2012

Kekeliruan Madzhab Anak Adam Yang Pertama (Bagian 3)



Pada penjelasan bagian 2, Syekh Abu Qotadah telah menjelaskan bahwa ayat-ayat yang mengkhabarkan tentang kisah dua putra Adam dan posisinya di dalam syariat Islam memiliki dua sisi pandang, satu sisi yang bersesuaian dengannya dan satu sisi yang lain berbeda darinya.

Adapun sisi kesesuaiannya adalah :

Sesungguhnya ucapan putra Adam yang shaleh kepada saudaranya yang lain, adalah ucapan dari seorang saudara yang tahu terhadap saudaranya bahwa tindakannya menakaut-nakuti saudaranya dengan (ancaman/siksa) Allah boleh jadi bisa mencegahnya dan menolak niatan buruknya, jika tidak demikian, yakni sekiranya dia tahu bahwa saudaranya itu tidak takut terhadap ucapan yang menakut-nakutinya dengan ancaman Allah, niscaya dia tidak akan mengucapkan hal itu padanya, dan niscaya ucapan tersebut sia-sia tidak ada harganya.

Kemudian jadi jelaslah bahwa ucapan itu tidak berguna, dan tatkala telah jelas bahwa ucapan tersebut tidak berguna, maka harus ada perubahan syariat supaya sesuai dengan kebenaran. Yakni tidak terus-menerus melakukan kedzaliman, atau lepas kendali dalam mewujudkan keinginan diri dengan membunuh musuh. Dan ini adalah sisi pemisah. Jika demikian, maka perkataan seseorang pada yang lain “Takutlah kamu kepada Allah” tidak akan bekerja efektif kecuali pada diri orang yang takut kepada Allah dan gentar kepadaNya.

Perkataan ini sejenis dengan perkataan Maryam as., kepada malaikat yang datang padanya membawa ruh Isa as.

“Maryam berkata : “Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhan, Yang Maha Pemurah daripadamu jika kamu memang seorang yang bertakwa.” (QS Maryaam : 18)

Isti’aadzah bir rahmaan (meminta perlindungan kepada Ar Rahman), maka perlindungan Allah tadi tak akan dibatalkan oleh seorang yang bertakwa. Dan ia adalah isti’aadzah dengan kalimat-kalimat Allah yang bersifat kauni ditujukan kepada sesuatu yang tersembunyi dari pandangan manusia yang dilakukan oleh bangsa jin dan makhluk yang lain.

Isti’aadzah ini bisa mencegah orang shaleh dan orang fajir. Sementara isti’aadzah dengan kalimat-kalimat Allah yang bersifat syar’i ditujukan kepada sesuatu yang dilihat manusia dan dirasakannya. Ketika seseorang berdoa “A’uudzu bikalimatillahi at tammaati min syarrimaa khalaqa, aku berlindung diri dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan apa (makhluk) yang Dia ciptakan, maka yang dimaksud dengan kalimat-kalimat Allah itu adalah kalimat-kalimat Allah yang bersifat kauni bukan syar’i.

Jika seorang Muslim berkata kepada seorang kafir “Aku berlindung diri kepada Allah daripadamu” sedang orang kafir tadi hendak membunuhnya, maka kata-kata tersebut tidak akan berguna baginya. Tapi kalau kata-kata itu diucapkan kepada seorang Muslim, maka sesungguhnya ia akan bermanfaat baginya, sebagaimana bermanfaat kata-kata seorang perempuan yang cerdas, yang mengatakan kepada Rasulullah SAW “Aku berlindung diri kepada Allah daripadamu”, maka berkatalah Rasulullah SAW padanya, “Sungguh engkau telah minta perlindungan dengan sesuatu yang agung, maka susullah keluargamu.”

Sesungguhnya kata-kata itu bermanfaat terhadap orang yang tahu bahwa membatalkan perlindungan Allah Ta’ala adalah suatu kejahatan dan kemaksiyatan yang mengharuskan hukuman. Adapun Maryam as., telah mengikat manfaat dari perkataannya “Aku berlindung diri kepada Allah daripadamu” dalam poisis keadaan dimana orang yang mendengar itu adalah orang yang bertaqwa, adapun jika dia adalah seorang fajir, maka sesungguhnya dia akan membatalkan jaminan perlindungan Allah Ta’ala.

Nilai sebuah Perkataan

Syekh Abu Qotadah kembali menjelaskan perkataan Putra Adam kepada saudaranya “Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh) ku dan dosamu sendiri” Ini adalah ancaman bagi orang yang mengetahui nilainya dosa dan mengimani bahwa di belakang dosa itu ada hukuman. Inilah pencegah dalam hati seorang Mu’min. Adapun orang kafir dan seorang pendosa yang jahil lagi lalai, maka perkataan itu tidak akan bisa mencegahnya.

Orang Mu’minlah yang berbicara dengan kalimat-kalimat Allah yang bersifat syar’i, oleh karena ia sangat besar nilainya di dalam hatinya, adapun selain orang Mu’min, maka tiada baginya selain kalimat-kalimat Allah yang bersifat kauni.

Seorang Mu’min apabila dikatakan padanya “Takutlah kamu kepada Allah, dan hendaklah kamu takut kepada hari akhir”, maka dia akan ingat dan sadar, sebagaimana firman Allah SWT:

“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa apabila mereka ditimpa was-was dari syetan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahan.” (QS Al A’raaf : 201).

Adapun orang-orang dialah yang “Apabila dikatakan kepadanya “Takutlah kamu kepada Allah”, maka bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa.” (QS Al Baqarah : 206). Maka diapun terus menerus berada dalam kesesatan dan kemaksiyatan.

Seorang Mu’min bisa dicegah dengan kalimat-kalimat Allah, sedangkan orang kafir bisa dicegah dengan tamparan, jika tamparan tidak mempan, maka dengan tendangan, jika tendangan tak mempan, maka dengan intimidasi (teror) “Turhibuna bihi aduwwallah wa aduwwakum” Dengan kekuatan itu kalian mengintimidasi musuh Allah dan musuh kalian. Allahu Akbar!

Wallahu’alam bis showab

M Fachry


sumber: http://www.al-mustaqbal.net/al-mustaqbal-today/302-kekeliruan-madzhab-anak-adam-yang-pertama-bagian-3.html

No comments:

Post a Comment