Di ujung sebuah dermaga, di garis pantai Bangladesh, sebuah kesengsaraan terdengar keras di antara angin dan debusan imbak. 140 laki-laki dan anak-anak telah ditangkap petugas penjaga pantai. Tampak suara gemuruh, mereka mengiba-iba pada aparat agar diperbolehkan masuk ke Bangladesh setelah mengalami kekerasan di Myanmar Barat laut. Mereka adalah etinis Muslim Rohingnya di Myanmar, tetangga Bangladesh.
“Rakyat kami sedang mebusuk. Anak-anak kami kelaparan dan kehausan. Penindasan ini telah berlangsung selama 17 tahun, “ demikian ujar pria bersongkok putih.
Gambaran tak kalah mengiris hati, terlihat pria dan anak-anak berteriak mengiba di bawah kaki aparat keamanan dengan raut wajah penuh ketakutan.
“Ya Allah.. selamatkan kami, selamatkan kami, ” begitu bunyi tangis mereka bergemuruh. Sayang, petugas tak berusaha mendengar suara mereka.
Terlihat, petugas membagi air minum, lalu nampak rekannya mengambil gambar adegan tersebut. Beberapa menit, petugas justu mengusir mereka kembali ke laut. Nampak, beberapa perahu mereke bocor dan kelebihan penumpang yang kemungkinan beresiko tenggelam.
Beberapa orang nampak bandel tak mau kembali ke perahu mereka. Sang petugas, memaksanya ke perahu agar kembali ke Rohingnya.
“Mereka akan membunuhku,”ujar pria bersongkok putih dengan menangis.
“Allah akan menyelamatkanmu! sekarang, kembalilah, ” ujar petugas.
Demikianlah adegan mengiris perasaan orang yang melihatnya. Sebuah reportase terhadap nasib etnis Muslim Rohingya, Myanmar yang kini butuh bantuan.Meski gambarnya agak kurang fokus, video yang dipublikasikan 13 Juli 2012 oleh seorang bernama jafarsyah melalui akun Youtube ini nampak diambil dari reportase.
Craigh Saunders, wakil PBB di Bangladesh dalam video itu mengatakan, situasi di lapangan sangat sulit.Temuan tim PBB Bangladesh dari seorang etnis Rohingya yang sempat melarikan diri dan disembunyikan penduduk yang bersimpati padanya mengatakan, mereka sangat mengalama penderitaan luar biasa.
“Saudara perempuanku, saudara laki-lakiku, dan saudara lainnya telah dibakar hidup-hidup, ” ujar wanita berjilbab bernama Shahara dengan muka dikaburkan.
Shahara juga mengaku, anaknya juga menjadi korban. “Kami tak bisa menanggung beban ini lagi, sehingga kami datang ke Bangladesh, ” ujarnya.
Shahara juga mengaku, bagaimana ia bersama rombongan harus terapung di atas laut selama 4 hari hingga berhasil menyelinap masuk ke Bangladesh.
“Anak kami meninggal di Burma (Myanmar). Dua lainnya meninggal di atas kapal dalam perjalan kemari sambil mengusap air matanya.
Pengungsi lain menjelaskan, bagaimana militer Myanmar bertindak tidak adil. Polisi dan militer bahkan ikut berpartisipasi menyerang pengungsi Muslim. Muhammad Islam menyaksikan sendiri, dia melihat sebuah helikopter Burma menyerang dengan penuh pengungsi
“Ada tiga kapal bersama ketika kami pergi, dan tiga lainnya mengikuti kami. Tiga kapal di belakang kami diserang helikopter dan terbakar,” ujarnya.
Muhammad melihat, heli itu berputar-putar di atas perahu. Kemudian, terlihat ada sesuatu dilempar ke kapal.Tak lama, benda itu meledak dan membakar kapal.
Dia memperkirakan, ada sekitar 50 orang tewas di perahu tersebut.
Seorang bernama Abdur mengatakan, bagaimana etnis Rohingya dipandang para tetangga Myanmar dengan penuh kebencian dan haus darah.
“Mereka menggorok anak-anak kami. Mereka taruh pedang tajam di tanah. Mereka letakkan balita di atas pedang dan membiarkan balita tersebut (mengalir darah),” akunya.
Itulah gambaran bukti kekerasan terhadap etnis Rohingya dalam video berjudul “Reportase TV – Penindasan Muslim Rohingya Burma (Bhs Indonesia)”.
Video hampir serupa, dengan lokasi yang sama juga datang dari TV ternama Aljazeera. Video berjudul “Muslim Rohingya forced back to sea”. [lihat:http://www.youtube.com/
Video-video baru tentang aksi kekerasan terhadap etnis Rohingya kini mulai bermunculan seolah menguak fakta kekerasan yang selama ini tersembunyi secara rapat.
Dalam video eksekutif liputan Aljazeera menggambarkan adanya ribuan umat Islam etnis Rohingnya yang melarikan diri dari Myanmar setelah puluhan tewas dalam kekerasan agama. Mereka melarikan diri serangan di negara bagian Rakhine oleh mayoritas Buddhis.
Banyak telah mencoba untuk mencapai Bangladesh, di mana nenek moyang mereka berasal. Beberapa warga Rohingya mencapai Bangladesh dengan kapal kecil, namun ditolak oleh para penjaga perbatasan. Aparat bahkan memaksa mereka kembali ke laut dengan ketidakjelasan bagaimana nasib mereka di tengah ombak ganas nanti.
Itulah derita etnis Rohingya. Mereka diburu di Myanmar, dan ditolak Negara tetangganya sendiri. Lantas, kepada siapa mereka harus mengadu lagi?*
No comments:
Post a Comment