Jurnaldunia.com - Pasukan keamanan Myanmar telah menembaki warga muslim Rohingya, melakukan pemerkosaan dan berdiam diri ketika massa Rohingya dan Buddha saling serang dalam serangkaian kekerasan sektarian belum lama ini.
Hal tersebut disampaikan dalam laporan Human Rights Watch (HRW), organisasi HAM yang berbasis di New York, AS seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (1/8/2012).
Disebutkan HRW, otoritas Myanmar gagal melindungi warga muslim dan Buddha dan malah melancarkan kampanye kekerasan dan penangkapan massal terhadap Rohingya. Kekerasan sektarian antara etnis Buddha Rakhine dan muslim Rohingya yang pecah sejak Juni lalu di negara bagian Rakhine telah menewaskan sekitar 80 orang. Puluhan ribu orang pun harus melarikan diri karena rumah-rumah mereka dibakar.
"Yang hebat adalah jika kekejaman yang kita lihat di Arakan (Rakhine) terjadi sebelum proses reformasi pemerintah dimulai, reaksi internasional pasti akan cepat dan tegas," cetus Wakil Direktur HRW Asia Phil Robertson.
"Namun komunitas internasional tampaknya dibutakan oleh narasi romantis perubahan besar di Burma (Myanmar), penandatanganan kesepakatan-kesepakatan baru perdagangan dan pencabutan sanksi-sanksi bahkan di saat pelanggaran terus terjadi," ujarnya dalam konferensi pers.
Laporan HRW tersebut didasarkan pada lusinan wawancara dengan para saksi mata. Disebutkan bahwa kejadian-kejadian di Rakhine menunjukkan bahwa diskriminasi dan penekanan yang disponsori negara bagian terus terjadi meski pemerintah Myanmar berjanji akan menghentikan kerusuhan etnis.
Dalam laporan HRW disebutkan, pasukan paramiliter dan kepolisian menembaki warga Rohingya dengan peluru asli. Seorang pria Rohingya di Sittwe, ibukota Rakhine mengungkapkan, pasukan Myanmar hanya menonton ketika sekelompok warga Buddha membakari rumah-rumah warga Rohingya.
"Ketika orang-orang mencoba memadamkan api, paramiliter menembaki kami. Dan kelompok itu juga memukuli orang-orang dengan kayu besar," cetusnya.
Warga Rohingya telah mengalami diskriminasi di Myanmar selama beberapa dekade. Mereka dianggap oleh PBB sebagai salah satu minoritas paling teraniaya di dunia. Kaum Rohingya yang berdialek Bengali, mirip dengan Bangladesh, negara tetangga Myanmar, dianggap sebagai imigran ilegal oleh pemerintah Myanmar dan kebanyakan warga Myanmar. Banyak yang kabur ke Bangladesh, namun mereka juga ditolak pemerintah Bangladesh.
Hal tersebut disampaikan dalam laporan Human Rights Watch (HRW), organisasi HAM yang berbasis di New York, AS seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (1/8/2012).
Disebutkan HRW, otoritas Myanmar gagal melindungi warga muslim dan Buddha dan malah melancarkan kampanye kekerasan dan penangkapan massal terhadap Rohingya. Kekerasan sektarian antara etnis Buddha Rakhine dan muslim Rohingya yang pecah sejak Juni lalu di negara bagian Rakhine telah menewaskan sekitar 80 orang. Puluhan ribu orang pun harus melarikan diri karena rumah-rumah mereka dibakar.
"Yang hebat adalah jika kekejaman yang kita lihat di Arakan (Rakhine) terjadi sebelum proses reformasi pemerintah dimulai, reaksi internasional pasti akan cepat dan tegas," cetus Wakil Direktur HRW Asia Phil Robertson.
"Namun komunitas internasional tampaknya dibutakan oleh narasi romantis perubahan besar di Burma (Myanmar), penandatanganan kesepakatan-kesepakatan baru perdagangan dan pencabutan sanksi-sanksi bahkan di saat pelanggaran terus terjadi," ujarnya dalam konferensi pers.
Laporan HRW tersebut didasarkan pada lusinan wawancara dengan para saksi mata. Disebutkan bahwa kejadian-kejadian di Rakhine menunjukkan bahwa diskriminasi dan penekanan yang disponsori negara bagian terus terjadi meski pemerintah Myanmar berjanji akan menghentikan kerusuhan etnis.
Dalam laporan HRW disebutkan, pasukan paramiliter dan kepolisian menembaki warga Rohingya dengan peluru asli. Seorang pria Rohingya di Sittwe, ibukota Rakhine mengungkapkan, pasukan Myanmar hanya menonton ketika sekelompok warga Buddha membakari rumah-rumah warga Rohingya.
"Ketika orang-orang mencoba memadamkan api, paramiliter menembaki kami. Dan kelompok itu juga memukuli orang-orang dengan kayu besar," cetusnya.
Warga Rohingya telah mengalami diskriminasi di Myanmar selama beberapa dekade. Mereka dianggap oleh PBB sebagai salah satu minoritas paling teraniaya di dunia. Kaum Rohingya yang berdialek Bengali, mirip dengan Bangladesh, negara tetangga Myanmar, dianggap sebagai imigran ilegal oleh pemerintah Myanmar dan kebanyakan warga Myanmar. Banyak yang kabur ke Bangladesh, namun mereka juga ditolak pemerintah Bangladesh.
No comments:
Post a Comment