VIII. Al Kufr
Kami berlepas diri di hadapan Allah dari kesesatan Murji’ah Gaya Baru dan Jahmiyyah Masa Kini yang tidak memandang kekafiran itu kecuali pada juhud (pengingkaran) dan Takdzib Qalbiy (pendustaan hati) saja, sehingga dengan hal itu mereka memperenteng dan mempermudah kekafiran, dan mereka membuat penambalan bagi orang-orang kafir yang bejat, serta mereka menegakan syubhat-syubhat yang bathil yang melegalkan kekafiran dan undang-undang thaghut.
Dan kami meyakini bahwa ucapan mereka (bahwa seseorang tidak kafir kecuali dengan juhud qalbiy) adalah ucapan yang bid’ah, karena juhud itu sebagaimana yang diterangkan oleh para ulama kita yang muhaqqiqin adalah terbukti dengan amalan dan ucapan, yaitu dengan jawarih sebagaimana ia terbukti dengan hati, sedangkan tashdiq (pembenaran) adalah seperti itu juga.
Kekafiran itu bermacam-macam, di antaranya ada kufur juhud (kekafiran karena pengingkaran), ada kekafiran karena kebodohan, dan di antaranya ada kufur i’radl (kekafiran karena keberpalingan)
Dan pembatal-pembatal keIslaman adalah banyak, sedangan keterjatuhan orang pada kekafiran adalah lebih cepat dari masuknya ke dalam Islam.
Sebagaimana sesungguhnya iman itu bagi kami adalah keyakinan dan ucapan serta amalan, maka begitu juga kekafiran bisa terjadi dengan keyakinan, dan terjadi juga dengan ucapan, serta terjadi juga dengan amalan.
Dan di antara kekafiran dan kedzaliman serta kefasikkan-kefasikkan ada yang merupakan suatu yang akbar (besar), dan ada yang ashghar (kecil), dan pernyataan (“bahwa kufur amali secara mutlak adalah kufur ashghar dan bahwa kekeliruan yang bersifat keyakinan secara mutlak adalah kufur akbar”) adalah pernyataan yang bid’ah akan tetapi kufur amali itu ada yang ashghar dan ada yang akbar, dan begitu juga kekeliruan atau penyimpangan dalam keyakinan ada yang merupakan kufur akbar dan ada yang di bawah itu.
Di antara amal jawarih ada yang telah Allah ta’ala kabarkan bahwa itu kufur akbar, dan Dia tidak mensyaratkan untuk itu penyertaan keyakinan atau juhud atau istihlal (penghalalan) padanya, seperti membuat hukum disamping Allah apa yang tidak Allah izinkan dan seperti sujud kepada matahari dan berhala, atau menghina Allah atau agama atau para nabi atau menampakan perolok-olokan atau pelecehan terhadap sesuatu dari dien ini.
Dan di antaranya ada yang tergolong maksiat yang tidak mengkafirkan, yang tidak mengeluarkan pelakunya dari linngkaran Islam kecuali bila ia menghalalkannya, seperti; zina, minum khamr, mencuri, dan yang lainnya.
Dan kami tidak mengatakan (“Tidak berbahaya dosa apapun bersama keimanan”), akan tetapi di antara dosa ada yang mengurangi iman dan ada yang mengugurkannya, dan kami berlepas diri dari pendapat-pendapat Murji’ah yang menghantarkan pada pendustaan terhadap ayat-ayat ancaman dan hadits-haditsnya yang datang berkenaan dengan status ahli maksiat dari umat ini atau tentang status orang-orang kafir, musyrikin, murtaddin.
Dan kami meyakini bahwa mitsaq (perjanjian) yang telah Allah ambil dari Adam dan keturunannya adalah hak, dan bahwa Dia Subhanahu Wa Ta’alatelah menciptakan hamba-hambaNya dalam keadaan hanif (bertauhid), kemudian syaitan jin dan syaitan manusia memalingkan mereka dari agamanya dan mensyari’atkan bagi mereka apa yang tidak Allah izinkan, dan bahwa anak yang terlahir adalah dilahirkan di atas fithrah kemudian kedua orang tuanya menjadikan dia Yahudi atau Nashrani atau Majusi atau Musyrik. Oleh sebab itu kami meyakini bahwa setiap orang yang tidak menganut Dienul Islam maka dia kafir, baik risalah sudah sampai kepada dia atau belum, dan barangsiapa yang telah sampai risalah kepadanya maka dia kafir mu’anid(kafir yang membangkang) atau kafir mu’ridl (kafir yang berpaling), dan barangsiapa yang belum sampai padanya risalah maka dia kafir jahil, maka kekafiran itu memiliki banyak tingkatan sebagaimana iman memiliki banyak tingkatan, namun demikian Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak mencukupkan dengan hujjah mitsaq dan fithrah terhadap hamba-hambaNya, maka Dia mengutus kepada mereka para rasul yang mengingatkan mereka akan mitsaq yang telah Allah ambil atas mereka, dan Dia menurunkan terhadap mereka kitab-kitabNya serta Dia menjadikan yang terakhir (Al Qur’anul Karim) adalah kitabNya yang menguji atas kitab-kitab itu, yang tidak ada kebathilan dari depannya dan dari belakangnya, dan Dia melindunginya daripada perubahan serta menjadikannya hujjah yang jelas lagi kuat yang tegak terhadap orang yang sampai padanya. Dia Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan Al Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai (Al Qur’an) kepadanya” (Al An’am: 19)
Maka dienullah di bumi dan di langit adalah satu yaitu Dienul Islam. AllahSubhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya agama yang diridhai disisi Allah hanyalah Islam” (Ali Imran: 19)
Dan firmanNya ta’ala:
“Dan telah Kuridhai Islam menjadi agamamu” (Al Maidah: 3)
Maka kami menganut Al Islam dan berlepas diri dari setiap yang menyelisihinya, dan kami kafir terhadap segala yang menggugurkan dan menentangnya; berupa ideologi-ideologi kafir dan ajaran-ajaran yang bathil serta paham-paham yang rusak, dan di antara hal itu adalah kebid’ahan zaman sekarang yang kafir (DEMOKRASI). Barangsiapa mengikuti ini dan mencarinya sebagai pegangan maka dia telah mencari agama selain agama Islam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima agama itu daripadanya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi” (Ali Imran: 85)
Oleh sebab itu kami mengkafirkan orang yang membuat hukum di samping Allah sesuai ajaran Demokrasi (hukum rakyat untuk rakyat) sebagaimana kami mengkafirkan orang yang memilih atau mewakilkan atau mengangkat pembuat hukum sebagian wakilnya, karena dia telah mencari pemutus hukum, rabb (tuhan pengatur) dan musyarri’ (pembuat hukum) selain Allah. DiaSubhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan yang mensyari’atkan bagi mereka dari ajaran ini apa yang tidak Allah izinkan” (Asy Syura: 21)
Dan firmanNya ta’ala:
“Mereka menjadikan orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah” (At Taubah: 31)
Namun demikian kami tidak mengkafirkan seluruh manusia yang ikut pemilu, karena tidak semua mencari pembuat hukum dalam keikut sertaan mereka di dalamnya, akan tetapi di antara mereka (para pencoblos) ada orang yang bermaksud memilih wakil-wakil untuk pelayanan-pelayanan yang bersifat kepentingan dunia mereka dan penghidupan mereka, dan ini adalah hal yang umum.
Dan berbeda di dalamnya tujuan-tujuan para pemilih yang tidak secara langsung membuat hukum seperti para wakil rakyat, dan oleh sebab itu kami tidak tergesa-gesa mengkafirkan seluruh individu-individu mereka (para pencoblos), sebagaimana kami mengkafirkan individu-individu wakil rakyat yang secara langsung jatuh ke dalam kekafiran yang nyata seperti membuat hukum, dan lain-lain.
Dan kami katakan, Sesungguhnya ikut serta dalam pemilihan Dewan Legislatif adalah perbuatan kekafiran…! dan kami tidak mengkafirkan seluruh para pemilih, tetapi kami membedakan antara keterjatuhan orang pada perbuatan yang mengkafirkan dengan penerapan vonis kafir padanya yang mana mesti di dalamnya penegakan hujjah bila masalahnya samar dan kondisi masih kabur serta kemungkinan tidak adanya maksud dalam masalah seperti ini[12].
Dan kami tidak memutlakkan ungkapan: (“Dan kami tidak mengkafirkan seorangpun dari ahli kiblat dengan sebab dosa”) akan tetapi kami membatasinya dengan tambahan (“yang tidak mengkafirkan selagi ia tidak menghalalkannya”), maka kami tidak mengkafirkan dengan sekedar maksiat dan dosa.
Dan kami menamakan ahli kiblat sebagai kaum muslimin, mukminin, dan hukum asal pada mereka bagi kami adalah ISLAM selagi seorang di antara mereka tidak mendatangkan suatu pembatal keIslaman dan tidak ada penghalang untuk mengkafirkannya.
Dan kami tidak mengatakan kekekalan pada para pelaku dosa besar dari umat Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam neraka apabila mereka mati dalam keadaan bertauhid, termasuk seandainya mereka belum taubat dari dosa-dosanya itu. Berbeda dengan pendapat Khawarij dan yang mengikuti mereka dari kalangan yang ghuluw dalam takfir, akan tetapi kami mengatakan: Mereka itu kembali pada kehendak Allah dan putusanNya, bila Dia Subhanahu Wa Ta’ala menghendaki maka Dia mengampuni dan memaafkan mereka dengan karuniaNya, sebagaimana Allah sebutkan:
“Dan dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang dikehendakiNya” (An Nisa: 48)]
Dan apabila Dia menghendaki maka Dia mengadzab mereka dengan keadilan-Nya, kemudian mereka dikeluarkan dari neraka dengan rahmatNya dan dengan syafa’at Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam yang disimpan bagi umatnya, atau dengan syafa’at makhluk yang Allah ridhai syafa’atnya dari kalangan yang taat kepadaNya.
Kami adalah pertengahan antara Khawarij dan Murji’ah dalam bab janji dan ancaman, dan janji serta ancaman Allah adalah hak seluruhnya, dan Ukhuwah Imaniyyah (persaudaraan atas dasar keimanan) itu tetap ada bagi seluruh ahi kiblat walaupun berbuat maksiat dan dosa besar, sebagaimana Allah tegaskan dalam kitabNya, Dia ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara mereka kedua saudaramu (yang berselisih)” (Al Hujurat: 10)
Dan firmannya ta’ala:
“Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah ia mengikutinya dengan baik” (Al Baqarah: 178)
Maka kami tidak mencabut keIslaman secara total dari orang fasik sebagaimana dikatakan Khawarij, dan kami tidak mengkekalkan dalam neraka sebagaimana dikatakan Mu’tazilah, dan kami tidak menafikan muthlaqul iman(kadar minimal iman) darinya serta tidak mensifatinya dengan al iman al muthlaq (iman yang sempurna), akan tetapi kami mengatakan: Dia adalah mukmin yang kurang imannya atau mukmin dengan keimanan yang fasik dengan dosa besarnya.
Dan kami mengharap bagi orang yang baik dari kalangan kaum mukminin, Allah mengampuni mereka dan memasukan mereka ke dalam Jannah dengan rahmatNya. Dan kami tidak menjamin mereka aman (dari siksa), dan kami tidak memastikan surga atau neraka bagi seseorang dari mereka kecuali orang yang telah dipersaksikan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan beliau kabarkan hal itu tentangnya, dan kami memintakan ampunan untuk orang yang berbuat buruk di antara mereka, kami meng-khawatirkannya dan tidak membuat mereka putus asa, karena merasa aman (dari azab) dan sikap putus asa adalah mengeluarkan dari Millah Islam dan jalan orang-orang yang benar di antara keduanya ~semoga Allah menjadikan kami bagian dari mereka~.
Dan kami menyayangi kaum muslimin yang awam dari kalangan ahli kiblat dan kami tidak membebani mereka di atas kemampuannya, maka kami tidak mensyaratkan untuk menghukumi keIslaman mereka, mereka mengetahui pembatal-pembatal keIslaman atau menghapal atau menyebutkan syarat laa ilaaha illallaah, akan tetapi mereka dihukumi Muslim dengan perealisasian inti tauhid dan menjauhi syirik dan tandid (menjadikan suatu tandingan bagi Allah) ~selama mereka tidak melakukan satu pembatalpun~ dan kami memperhatikan syarat-syarat takfir dan mawani’’nya, sebagaimana kami melihat dengan mata pertimbangan pada realita ketertindasan yang mereka hidup di dalamnya di saat tidak adanya kekuasaan Islam, hukumnya, dan negaranya, serta apa yang muncul berupa kejahilan dan apa yang merebak berupa syubhat karena ilmu dan lenyapnya ulama-ulama Rabbani.
Dan atas dasar ini maka kami tidak berlepas diri dari ahli maksiat yang masih beriman seperti keberlepasan diri kami dari orang-orang kafir, orang-orang musyrik, dan orang-orang murtad, akan tetapi ahli maksiat yang beriman itu berada di dalam lingkaran loyalitas keimanan. Kami tidak mengeluarkan mereka darinya selagi masih muslim, dan kami hanya berlepas diri daripada maksiat-maksiat dan kefasikan mereka, dan kami tidak memperlakukan mereka seperti memperlakukan terhadap orang kafir. Dan kami tidak mengkafirkan setiap orang yang bekerja di dinas pemerintahan kafir dari kalangan mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang ghuluw dalam takfir, akan tetapi kami hanya mengkafirkan orang yang dalam pekerjaannya itu terdapat sesuatu daripada kekafiran atau kemusyrikan seperti ikut serta dalam pembuatan hukum kafir atau dalam melaksanakan hukum thaghut atau tawalliy kepada orang-orang musyrik/kafir, atau membantu mereka atas orang-orang yang bertauhid.
Dan kami melakukan rincian dalam status bekerja pada orang-orang kafir, kami tidak menyatakan bahwa ia adalah kekafiran seluruhnya atau haram seluruhnya, akan tetapi di antara hal itu ada yang merupakan kekafiran, ada yang haram, dan ada pula yang tidak seperti itu, dan masing-masing pekerjaan tergantung keadaannya.
Dan kami tidak memvonis dalam hukum-hukum dunia kecuali berdasarkan dhahir yang mana kita tidak berhak menghukumi kecuali dengannya, dan Allah adalah yang menangani urusan bathin dan memberikan perhitungan terhadapnya, maka kita tidak punya hak untuk mengorek hati manusia dan bathin mereka, dan kami sebagaimana para ulama yang lurus menjaga diri dalam mengkafirkan ahlut takwil, terutama bila perselisihan itu bersifat lafdziy(lafadh) atau dalam masalah-masalah keilmuan yang mana orang yang menyelisihi di dalamnya di udzur karena kebodohan.
Dan bukan termasuk manhaj kami tergesa-gesa dengan membangun konsekwensi-konsekwensinya
Dan kami membedakan dalam bab-bab takfir antara kufur nau’ atau amal mukaffir (amalan yang mengkafirkan) dengan kufur mu’ayyan (kekafiran orang tertentu), dan bahwa kadang muncul dari seseorang sesuatu dari kekafiran, namun vonis dan status kafir itu tidak melekat padanya bila ada syarat yang tidak terpenuhi atau adanya salah satu penghalang-penghalang kekafiran, dan kami meyakini bahwa orang yang masuk Islam secara meyakinkan maka sesungguhnya ia tidak dikeluarkan darinya dengan keraguan atau praduga, karena suatu yang telah tetap secara meyakinkan tidaklah hilang dengan keraguan.
Dan bid’ah itu tidaklah seluruhnya satu tingkat, akan tetapi di antaranya ada yang termasuk bid’ah mukaffirah yang di antaranya adalah bid’ah (Demokrasi) dan mengikuti serta mencari selain Allah sebagai pembuat hukum, dari kalangan arbaab yang beraneka ragam, dan di antara bid’ah itu ada yang di bawah itu dimana ia tidak sampai kepada kekafiran.
Dan kami meyakini bahwa kaidah (“barangsiapa tidak mengkafirkan orang kafir maka dia kafir”) hanyalah digunakan oleh para imam kita untuk membuat orang takut dan jera dari sebagian macam-macam kekafiran, dan mereka tidak menggunakan di dalamnya tasalsul (penetapan hukum yang sambung-menyambung) yang bid’ah yang diada-adakan oleh orang-orang yang ghuluw dalam takfir. Dan bahwa kaidah itu tidaklah digunakan secara mutlak, akan tetapi berkenaan dengan orang yang mendustakan atau menolak dengan sebab dia tidak mengkafirkan orang kafir suatu nash yang qath’iy dilalahnya lagi qath’iy keberadaannya. Adapun orang yang tidak mengkafirkan orang yang telah terbukti bagi kami pengkafirannya, akan tetapi dalam penerapan vonis kafir terhadap orang tertentu butuh kepada pengamatan dalam syarat-syarat dan penghalang-penghalang serta dalil-dalil syar’iy seperti para penguasa yang memutuskan dengan selain apa yang Allah turunkan beserta bala tentara mereka umpamanya, maka barangsiapa tawaquf dalam memberlakukan vonis kafir terhadap individu-individu mereka karena syubhat-syubhat yang bersifat nash padanya, maka orang ini tidak berlaku padanya kaidah tersebut, karena ia tidak mendustakan dan tidak menolak nash syar’iy, namun ia hanyalah tidak mampu untuk menyelaraskan antara dalil-dalil yang ada atau ia mendahulukan suatu dalil terhadap dalil lain, atau hal serupa itu yang kadang terjatuh di dalamnya orang yang memiliki keterbatasan dalam ilmu-ilmu alat dan ijtihad, maka ini tidak kafir bagi kami selagi penyelisihan dia dengan kami tentang lafadz dan nama, kecuali bila hal tu menghantarkan dia pada sikap masuk dalam ajaran orang-orang kafir atau membelanya atau menghantarkan dia pada sikap tawalliy terhadap mereka dan membantu mereka atas kaum muwahhidin.
Dan kami meyakini bahwa mengikuti mutasyabih (hal-hal yang samar) dan meninggalkan suatu yang muhkam (paten) adalah salah satu ciri ahlu bid’ah, dan bahwa jalan orang-orang yang kokoh dalam ilmu dari kalangan Ahlu Sunnah adalah mereka mengembalikan yang mutasyabih kepada yang muhkam.
Dan kami tidak mengkafirkan dengan ma-al (apa yang dihantarkan oleh suatu pendapat) atau dengan lazimul qaul (kelaziman suatu pendapat) karena kelaziman suatu pendapat bagi kami bukanlah pendapat itu, sebagaimana kami tidak mengkafirkan orang-orang yang menyelisihi kami dan orang yang aniaya terhadap kami dari kalangan Murji’ah masa kini dan ahli bid’ah lainnya yang mana bid’ah mereka itu tidak sampai kepada kekafiran selagi sikap ngawur mereka dan penyelisihan mereka terhadap kami bersifat lafdziy, seperti sekedar penyelisihan al iman atau al kufur dan definisi keduanya.
Dan kami tidak mengkafirkan mereka meskipun mereka mengada-ada atas nama kami, dan menyandarkan terhadap kami ucapan yang tidak pernah kami ucapkan atau menisbatkan kepada kami apa yang kami berlepas diri darinya, maka kami tidak maksiat kepada Allah dalam menyikapi mereka meskipun mereka maksiat kepada Allah dalam menyikapi kami, dan kami tdak mengkafirkan mereka karena paham Irja-nya bila itu tergolong jenis Irja fuqaha selagi penyelisihan mereka kepada kami bersifat lafdziy, maka kami tidak mengkafirkan mereka kecuali bila Irja mereka itu menghantarkan mereka kepada peninggalan tauhid dan fara’idl, atau menghantarakan kepada kekafiran dan kemusyrikan dan melegalkannya, atau kepada sikap tawalliy dan nushrah para thaghut atau membantu mereka atas kaum muwahhidin.
Dan kami membenci Jama’ah Irja yang telah meleburkan dien ini dan ikut serta atau melegalkan keikut sertaan dalam pemutusan dengan selain apa yang Allah turunkan, atau pembuatan hukum disamping Allah melalui jalur Demokrasi, atau penampakan nushrah bagi kaum murtaddin, dan kami berlepas diri dari jalannya dan kami menganggapnya sebagai jama’ah bid’ah dan kesesatan yang telah sesat dan menyesatkan dari jalan yang lurus, dan kami memandang bahwa para tokohnya termasuk para du’at di atas pintu-pintu Jahannam, namun demikian kami tidak mengkafirkan dari jama’ah-jama’ah ini kecuali orang yang melakukan kekafiran di antara mereka, atau membelanya, atau melegalkannya, atau membantu para pengusungnya terhadap para muwahhidin, dan kami tidak mengkafirkan mereka secara keseluruhan.
Dan kami menjaga bagi ulama-ulama kami yang berperan aktif hak-hak mereka, dan begitu juga para du’at kita yang berjihad, yang menyampaikan risalah-risalah Allah dan mereka takut kepada Allah serta mereka tidak takut kecuali kepada Allah. Kami senang dengan mencari ilmu syar’iy dan kami mencintai para pencarinya, serta kami membenci orang-orang yang mengedepankan akal, ahlu bid’ah, dan ahlu kalam yang mengedepankan akal terhadap naql (dalil syar’iy) atau mengedepankan maslahat-maslahat dan anggapan-anggapan bagus mereka terhadap nash-nash wahyu.
Dan kami membenci sekolahan-sekolahan milik thaghut, serta kami mengajak untuk menjauhinya, namun kami tidak mengkafirkan semua orang yang ikut serta di dalamnya baik belajar ataupun mengajar, kecuali ia terjun langsung dan ikut serta dalam kekafiran atau melegalkannya, atau mengajak kepadanya. Dan kami tidak melarang untuk mempelajari ilmu duniawi yang bermanfaat bila ia selamat dari hal-hal yang dilarang, dan kami tidak mengajak untuk meninggalkan sebab, serta kami mendorong untuk mendidik anak-anak di atas tauhid dan memberikan pemahaman kepada mereka tentang urusan dien dan dunia mereka, agar mereka menjadi bala tentara yang jujur dan anshar yang aktif membela Dienullah.
* * *
__________
[12] Dan kami telah merinci itu dalam risalah kami yang berjudul Ar Risalah Ats Tsalatsaniyyah tentang penghati-hatian dari kekeliruan takfir.
[13] Asal ungkapan yan berharga ini adalah dai kitab Asy Syifa karya Al Qadliy ‘Iyadl: 2/277, ia menukilnya dari para ulama muhaqqiqin, dan Al Ghazali memiliki ungkapan yang serupa.
BERSAMBUNG.............
Bagian 1 :
http://www.facebook.com/
http://m.facebook.com/
Bagian 2 :
http://www.facebook.com/
http://m.facebook.com/
Bagian 3 :
http://www.facebook.com/
http://m.facebook.com/
Bagian 4 :
http://www.facebook.com/
http://m.facebook.com/
No comments:
Post a Comment