Muhammad Asad, seorang cendikia muslim dan penulis "Road to Mecca", mendeskripsikan kekejaman penjajah Italia ketika bertemu dengan Syeikh Umar Mukhtar al-Mukhtar, Sang Singa Gurun. Hal ini juga yang sekarang menimpa ummat Muslim di Afghanistan, Irak dan Suriah. Selama seabad, tidak ada yang berubah!
"Pesawat tempur mereka terbang rendah di atas rumah-rumah, Masjid dan perkebunan penduduk. Hanya beberapa ratus dari kami yang mengangkat senjata, sisanya hanyalah wanita, anak-anak dan orang tua. Kami membela diri kami sendiri, namun persenjataan dan jumlah mereka lebih banyak dari kami. Senapan tangan kami tidak dapat berbuat banyak melawan kendaraan tempur penjajah Italia. Sepanjang malam yang aku dengar hanya tangis pilu wanita wanita yang diperkosa oleh penjajah Italia dan tentara murtad dari bangsa kami sendiri.
Hari berikutnya, seorang wanita tua membawakan air dan makanan untukku dan mengatakan jenderal Italia telah mengumpulkan penduduk yang lolos dari pembantaian dekat makam Muhammad al-Mahdi as-Senussi (pemimpin Sufi Libya), mereka merobek Al Qur'an dan membuangnya ke tanah seraya berteriak "Minta Rasulmu untuk menolongmu, jika dia bisa!"
Jenderal itu juga perintahkan untuk menebang semua pohon di mata air dan sumur penududuk. Dia membakar semua buku di perpustakaan ulama kami sebelum mengeksekusi para ulama dengan menjatuhkan mereka dari pesawat yang mengangkasa."
Setelah menceritakan kekejaman penjajah Italia, Umar Mukhtar al-Mukhtar, simbol perjuangan rakyat Libya terhadap penjajah Italia itu mengucap kata-katanya dengan lembut dan tegas, "Anakku kau lihat, kita sebagai ummat sedang menuju akhir. Kita berperang karena hal itu adalah kewajiban demi menegakkan kalimat Allah dan untuk kebebasan kita sendiri, hingga kita mengusir para penjajah atau kita mati; kita tidak punya pilihan lain. Kita hanya milik Allah dan kepada-Nya kita akan kembali."
(KabarDuniaIslam/SFIB)
"Pesawat tempur mereka terbang rendah di atas rumah-rumah, Masjid dan perkebunan penduduk. Hanya beberapa ratus dari kami yang mengangkat senjata, sisanya hanyalah wanita, anak-anak dan orang tua. Kami membela diri kami sendiri, namun persenjataan dan jumlah mereka lebih banyak dari kami. Senapan tangan kami tidak dapat berbuat banyak melawan kendaraan tempur penjajah Italia. Sepanjang malam yang aku dengar hanya tangis pilu wanita wanita yang diperkosa oleh penjajah Italia dan tentara murtad dari bangsa kami sendiri.
Hari berikutnya, seorang wanita tua membawakan air dan makanan untukku dan mengatakan jenderal Italia telah mengumpulkan penduduk yang lolos dari pembantaian dekat makam Muhammad al-Mahdi as-Senussi (pemimpin Sufi Libya), mereka merobek Al Qur'an dan membuangnya ke tanah seraya berteriak "Minta Rasulmu untuk menolongmu, jika dia bisa!"
Jenderal itu juga perintahkan untuk menebang semua pohon di mata air dan sumur penududuk. Dia membakar semua buku di perpustakaan ulama kami sebelum mengeksekusi para ulama dengan menjatuhkan mereka dari pesawat yang mengangkasa."
Setelah menceritakan kekejaman penjajah Italia, Umar Mukhtar al-Mukhtar, simbol perjuangan rakyat Libya terhadap penjajah Italia itu mengucap kata-katanya dengan lembut dan tegas, "Anakku kau lihat, kita sebagai ummat sedang menuju akhir. Kita berperang karena hal itu adalah kewajiban demi menegakkan kalimat Allah dan untuk kebebasan kita sendiri, hingga kita mengusir para penjajah atau kita mati; kita tidak punya pilihan lain. Kita hanya milik Allah dan kepada-Nya kita akan kembali."
(KabarDuniaIslam/SFIB)
No comments:
Post a Comment