Kali ini kami akan memposting secara berseri sebuah buku penting yang ditulis oleh seorang Ulama Tauhid & Jihad, Syeikh Abu Muhammad Al-Maqdisi. Buku ini juga di rekomendasikan oleh Mujahidin Al Qaeda in Arabian Peninsula (AQAP) untuk dibaca oleh kaum muslimin agar mengetahui Aqidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah yang sebenarnya.
Dalam buku ini, Syeikh Abu Muhammad Al-Maqdisi menjelaskan aqidah ahlu sunnah secara terperinci. Kata-katanya didasarkan dari Al Qur’an dan hadits-hadits sahih.
Kami berharap dengan adanya postingan isi buku ini kaum muslimin tidak lagi ditipu oleh dai-dai penyeru ke neraka jahanam yang mengaku-ngaku ahlu sunnah wal jamaah tetapi realitanya mereka para pengagung/penyembah kuburan ataupun tidak lagi tertipu oleh dai-dai penganut aqidah ghulat murjiah. semoga.....
**************************
MUQADDIMAH
Segala puji hanya milik Allah Rabbul ‘Alamin, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Pemilik hari pembalasan.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada para penutup nabi dan rasul, keluarganya, dan seluruh para shahabatnya.
Wa ba’du:
Ini adalah ringkasan bagi apa yang kami yakini dan kami anut dihadapan Allah dalam masalah-masalah dien yang paling penting, saya telah menulisnya di penjara sesudah sampai berita kepada saya bahwa segolongan orang menisbatkan kepada kami dan menyandarkan kepada kami sesuatu yang tidak pernah kami ucapkan kapanpun, terutama dalam bab-bab kufur dan iman, dan sebelum itu saya tidak pernah memperhatikan untuk menulis dalam materi semacam ini, itu dikarenakan ulama-ulama kita telah memberikan kecukupan di dalamnya dan dikarenakan pencari kebenaran yang objektif bisa mengetahui benar pendapat-pendapat kami dari tulisan-tulisan kami yang terperinci, sampai akhirnya meminta dari saya hal itu sebagian ikhwan tauhid yang sering berinteraksi dengan kami dan sering membesuk kami di penjara, dan itu setelah dia bertemu dengan orang-orang yang tidak mengetahui kejelasan pendapat-pendapat kami dalam sebagian bab-bab kufur dan iman, maka saya segera merespon permintaan saudara kami ini sebagai bentuk pengikatan banyak masalah dan untuk memperkenalkan inti-inti dan hal-hal terpenting yang kami yakini dan kami imani, mudah-mudahan saya dengan hal itu bisa menutup pintu di hadapan orang yang memancing di air keruh dalam sebagian ucapan-ucapan yang bersifat umum, atau orang yang menyandarkan ucapan kepada kami apa yang tidak pernah kami katakan, atau menyandarkan kepada kami dan mengharuskan kami dengan suatu yang bukan termasuk madzhab kami, terutama sesungguhnya saya mengetahui bahwa sebagian tulisan-tulisan kami dibaca oleh banyak para pemula dalam pencarian ilmu yang kadang terkabur atas mereka sebagian masalah ; terkhusus pada sebagian lontaran-lontaran atau keumuman-keumuman yang kadang mereka baca pada tulisan-tulisan kami yang bersifat dakwah yang banyak darinya kami mengkhitabi (mendakwahi) para thaghut dan orang-orang semacam mereka dari kalangan pembuat hukum dan para pembela mereka dari kalangan aparat-aparat kemusyrikan dan yang lainnya yang telah Allah perintahkan untuk menakut-nakuti mereka dan bersikap keras terhadap mereka. Kadang kami membiarkan sebagian nash-nash ancaman yang mutlak secara dhahirnya tanpa takwil atau kami lontarkan hukum-hukum tentang macam perbuatan kemudian orang yang masih terbatas dalam pencarian ilmunya tidak membedakan antara hal itu dengan penerapan hukum tersebut terhadap individu-individu orangnya, atau kami membiarkan sebagian lontaran-lontaran atas dhahirnya tanpa perincian atau pentakwilan agar hal itu lebih mengena pada hati orang yang diajak bicara yang memiliki kebiasaan mencari hal-hal yang enteng dan ringan yang mempermudah mereka melakukan dosa, dan itu dilakukan dalam rangka mencontoh metode banyak salaf dalam pelontaran nash-nash ancaman sebagaimana yang telah Allah ta’ala lontarkan, dan menuturkannya tanpa masuk dalam pentakwilannya agar lebih menekan sebagaimana yang Allah ta’ala inginkan, karena maksiat yang Allah sertakan laknat dengannya tidaklah seperti maksiat lainnya, dan sesungguhnya perbuatan yang Allah cap atau Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam namakan sebagai kekafiran tidaklah seperti perbuatan-perbuatan yang lainnya, kecuali mereka khawatir adanya salah paham dari orang-orang yang diajak bicara, maka mereka masuk ke dalam rincian, dan begitu juga kami melakukannya dalam tulisan-tulisan kami yang terperinci.
Sebagaimana saya tahu bahwa sebagaian Ghulatul Mukaffirah (orang-orang yang ghuluw dalam takfir) mengoleksi sebagian apa yang kami tulis dalam rangka mencari apa yang mengokohkan pendapat-pendapat mereka, dan saya yakin penuh bahwa mereka seandainya para pencari kebenaran yang objektif tentu mereka tidak akan mendapatkan sedikitpun apa yang mereka cari kecuali seandainya mereka memotong ungkapan-ungkapan kami.
Sebagaimana saya tahu, bahwa banyak dari seteru-seteru kami dari kalangan Murji-ah masa kini dan orang-orang macam mereka meneliti didalamnya bukan dalam rangka mencari al haq akan tetapi dalam rangka mencari ungkapan-ungkapan yang bisa jadi kami nukil dari sebagian ulama, para imam, dan para da’i, dalam rangka mengecam kami dengannya sebagai upaya dari mereka mencoreng dakwah kami dengan memuatkan kepada ucapan kami apa yang tidak terkandung didalamnya dan dengan memaksakan kepada kami apa yang tidak kami yakini.
Maka kepada mereka seluruhnya saya katakan: “Takutkah kalian kepada Allah, dan ucapkanlah ucapan yang baik dan ingatkal selalu hadits NabiShalallahu ‘alaihi wasallam: “Barangsiapa mengatakan pada orang mukmin suatu yang tidak ada padanya, maka Allah memasukan dia ke dalam Radghatul Khabal sampai dia datang dengan jalan keluar dari apa yang dia ucapkan”
Dan saya katakan secara terang-terangan tanpa sedikitpun keberatan:
Bahwa setiap ucapan yang telah saya ucapkan dalam tulisan-tulisan saya baik yang sudah nampak ataupun yang akan nampak suatu saat bila ia datang menyelisihi nash dari Al Kitab dan As Sunnah yang samar atas saya, maka saya adalah orang yang pertama rujuk darinya dan berlepas diri darinya serta memegang teguh nash itu.
Dan pembaca lembaran-lembaran ini akan melihat bahwa banyak dari ucapan-ucapan kami didalamnya terpengaruh dengan keterpengaruhan yang jelas bahkan bisa saja sama persis kata-katanya dengan apa yang sering di ulang dalam Aqidah Ath Thahawiyyah atau Al Wasithiyyah atau kitab-kitab lainnya, dan tidak aneh dalam hal itu karena kami telah terpengaruh dengan kitab-kitab ini secara jelas diawal pencarian ilmu ini, dan kami mempelajarinya serta mengajarkannya berulang-ulang dan berkali-kali dengan karunia Allah ta’ala.
Para ulama kita berbicara panjang lebar dalam tulisan-tulisan itu dan membahas panjang lebar dalam banyak masalah yang merebak kekeliruan tentangnya pada zaman mereka itu sehingga butuh membahas panjang lebar didalamnya sebagai bentuk bantahan terhadap kelompok-kelompok yang menyimpang dari Ahlus Sunnah Wal Jama’ah atau terhadap bid’ah-bid’ah yang merebak dimasa mereka. Dan engkau bisa melihat mereka berbicara ringkas dalam masalah-masalah lain yang mereka lalui begitu saja, karena sedikitnya pembicaraan atau kekeliruan didalamnya pada zaman itu, dan kadang mereka menuturkan sebagian masalah–masalah fiqh disela-sela pembahasan mereka tentang aqidah dan itu sebagai bantahan terhadap penyelisihan ahli bid’ah dalam masalah-masalah itu, untuk membedakan Ahlus Sunnah dari Ahlu Bid’ah, untuk mencatat sikap bara’ (berlepas diri) mereka dari ahli bid’ah itu, walaupun dalam cabang-cabang fiqih yang biasanya muncul daru ushul yang mana ahli bid’ah ganjil di dalamnya.
Dan kami dalam lembaran-lembaran ini kelak berjalan di atas metode ini, sehingga kami tidak menuturkan semua masalah i’tiqad yang dituturkan oleh kitab-kitab itu, akan tetapi kami mengutarakan di dalamnya masalah-masalah yang penting saja, dan kami mementingkan terhadap bahasan-bahasan tertentu yang kami telah melihat bahwa kekeliruan dan kesamaran telah banyak terjadi seputar masalah itu di zaman ini, atau masalah-masalah yang kami khawatir disandarkan kepada kami di dalamnya ~atau memang telah disandarkan kepada kami~ apa yang tidak pernah kami katakan.
Dan kepada Allah kami memohon agar menerima upaya kami ini, dan menjadikan amalan-amalan kami tulus bagi wajahNya Yang Mulia, serta meneguhkan kami di atas aqidah kelompok yang selamat Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, dan juga menjadikan bagian dari Ath Thaifah Al Manshurah. Dia-lah pelindung kami, dan Dia-lah sebaik-baik yang menolong.
Ditulis oleh
Syaikh Abu Muhammad ‘Ashim Al Maqdisiy
Jumada Al Akhirah, Tahun 1418 H.
**************************
I. TAUHIDULLAH
Kami katakan tentang Tauhidullah bahwa Allah itu Esa lagi tidak ada sekutu bagiNya, baik dalam RububiyyahNya maupun dalam UluhiyyahNya ataupun dalam Asma dan SifatNya.
Maka tidak ada Pencipta selainNya, tidak ada Rabb selain Dia dan tidak ada Pemberi rizki yang Memiliki dan Mengatur semua wujud ini kecuali Dia, dan kami mentauhidkan Allah dalam semua perbuatanNya Subhanahu, sebagaimana kami mentauhidkanNya dengan semua perbuatan kami.
Kami bersaksi sebagaimana Allah bersaksi bagi DiriNya sendiri dan juga malaikat-malaikat dan para ulama, Dia-lah yang menegakan keadilan, tidak ada ilah yang berhak diibadati kecuali Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana seraya kami menetapkan apa yang ditetapkan oleh kalimat yang agung ini berupa pemurnian seluruh ibadah kepada Allah saja, konsekwensi-konsekwensinya
Dan kami beriman, bahwa tujuan yang karenanya Allah ta’ala menciptakan semua makhluk adalah ibadah kepadaNya saja, sebagaimana firman Allah:
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk berubadah kepadaKu” (Adz Dzariyat : 65)
Kami menyeru kepada Tauhidullah subahanahu dalam seluruh macam-macam ibadah berupa sujud atau ruku’ atau atau nazar atau thawaf atau haji atau sembelihan atau hukum dan yang lainnya.
“Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (Al An’am: 162-163)]
Perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah mencakup perintah kauni(ketentuan alam) dan syar’iy (ketentuan syari’at), dan sebagaimana hanya milik Dia Subhanahu hukum kauni qadariy (ketentuan alam yang bersifat taqdir), dimana Dia-lah yang mengatur alam ini lagi menentukan di dalamnya dengan ketentuan yang Dia inginkan dan sesuai apa yang dituntut oleh hikmahNya, maka begitu juga kami mentauhidkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam hukumNya yang bersifat syar’iy sehingga tidak menyekutukan seorangpun dalam hukumNya dan kami tidak menyekutukan seorangpun dalam ibadahNya:
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah-kan hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah Tuhan Semesta Alam” (Al A’raf: 54)]
Halal adalah apa yang Dia halalkan dan haram adalah apa yang Dia haramkan.
[“Keputusan itu hanyakah keputusan Allah, Dia memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia” (Yusuf: 40)],
Maka tidak ada yang berhak membuat hukum kecuali Dia Subhanahu Wa Ta’ala, dan kami berlepas diri dan menanggalkan diri serta kafir (ingkar) terhadap setiap musyarri’ (pembuat hukum) selainNya, maka kami tidak mencari tuhan pengatur selain Allah, dan kami tidak menjadikan selain AllahSubhananhu sebagai sembahan, dan kami tidak mencari aturan selain Islam, karena sesungguhnya orang yang menjadikan penentu hukum dan pembuat hukum selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala dimana orang tersebut mengikutinya dan bersepakat bersama-nya terhadap undang-undang yang menyelisihi aturan Allah maka dia itu telah menjadikan tuhan pengatur selain Allah dan telah mencari aturan selain Islam. Allah Subhanahu Wa Ta’alaberfirman:
“Sesungguhnya syaitan itu membisikan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang musyrik” (Al An’am; 121)
Dan firmanNya:
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah” (At Taubah: 31)
Sebagaimana kami mentauhidkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Asma dan SifatNya, maka tidak ada orang yang menyerupaiNya dan tidak pula yang serupa denganNya dan tidak pula yang sepertiNya dan tidak pula tandingan dan yang sepadan denganNya.
[”Katakanlah: “Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” (Al Ikhlas: 1-4)]
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyendiri dengan sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan yang Dia tetapkan bagi DiriNya dalam kitabNya atau yang disebutkan oleh NabiNya dalam sunnahnya, sehingga kita tidak mensifati satupun dari makhlukNya dengan sifat-sifatNya, dan kami tidak tidak membuatkan nama bagiNya dari nama-namaNya, dan kami tidak membuatkan bagiNya perumpamaan-perumpamaan atau menyerupakanNya dengan salah satu dari makhlukNya, serta kami tidak melakukan penyimpangan dalam nama-nama dan sifat-sifat Rabb kami.
Akan tetapi kami beriman terhadap semua sifat Allah yang Dia tetapkan bagi DiriNya dan terhadap sifat-sifat Allah yang diutarakan oleh RasulNyaShalallahu ‘alaihi wasallam sesuai hakikat yang sebenarnya, bukan majaz(kiasan), tanpa tahrif (memalingkan maknanya), tanpa takyif (mereka-reka), dan tanpa tamtsil (penyerupan).
[“Dan bagiNyalah sifat-sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Ar Rum: 27)],
Maka kami tidak meniadakan darinya sedikitpun dari sifat-sifat yang telah Dia tetapkan bagiNya Subahanahu, dan kami tidak memalingkan kalimat-kalimat dari tempat-tempatnya, dan kami tidak masuk di dalamnya seraya melakukan takwil dengan pikiran-pikiran kami, atau melakukan dugaan-dugaan dengan dudaan-dugaan kami dengan dalih tanzih (mensucikan Alah), maka tidak selamat dalam agamnya kecuali orang yang menerima putusan Allah ‘Azza Wa Jalla dan RasulNya Shalallahu ‘alaihi wasallam, serta mengembalikan ilmu yang samar atas dia kepada yang mengetahuinya, dan tidak kokoh pijakan Islam bagi seseorang kecuali di atas panggung penerimaan dan penyerahan diri, barangsiapa menginginkan pengetahuan apa yang dia dilarang darinya dan dia tidak puas pemahamannya dengan penerimaan penuh, maka keinginannya itu menghalangi dia dari kebenaran iman dan kemurnian Tauhid.
Kami beriman bahwa Allah telah menurunkan kitabNya dengan bahasa Arab yang jelas, maka kami tidak menyerahkan ilmu tentang makna-makna sifat (kepada Allah), akan tetapi yang kami serahkan kepadaNya adalah ilmu tentang kaifiyat (bentuk sebenarnya) sifat-sifatNya dan kami mengatakan [“Kami beriman kepadaNya, semuanya itu dari sisi Tuhan kami” (Ali Imran: 7)]. Kami berlepas diri kepada Allah dari ta’thil kaum Jahmiyyah dan tamtsilkaum Musyabbihah, maka kami tidak cenderung kepada yang ini dan yang itu, akan tetapi kami bersikap pertengahan dan lurus sebagaimana yang diinginkan Rabb kami antara penafian dan penetapan. Dia ta’ala berfirman:
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Asy Syura: 11).
Barangsiapa tidak menghindari ta’thil dan tasybih maka dia tergelincir dan tidak tepat pada tanzih.
Kami dalam bab ini ~sebagaimana dalam bab-bab yang lain~ adalah di atas apa yang diyakini salafush shalih Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, dan di antara hal itu adalah apa yang di kabarkan dalam kitabNya dan telah mutawatir dari Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa Dia Subhanahu Wa Ta’ala di atas langit-langit-Nya bersemayam di atas Arasy-Nya sebagaimana dalam firmanNya:
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikan bumi bersama-sama, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu tergoncang?” (Al Mulk: 16)
Dan sebagaimana hadits budak wanita yang ditanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam: ”Dimana Allah?”, dia menjawab: “Di atas”, Rasul berkata: “Saya siapa?”, dia menjawab: “Engkau rasulullah”, beliau berkata: “Merdekakanlah dia karena dia itu wanita beriman” [2]
Dan ini adalah kebenaran yang tidak ada keraguan di dalamnya bagi kami.
Akan tetapi kita menjagaNya sebagaimana As Salaf Ash Shalih telah menjagaNya dari dugaan-dugaan yang dusta seperti diduga bahwa langit itu menaungiNya atau menjadi pijakanNya, maka ini adalah bathil yang memaksa kami menyebutkannya dan menafikannya dan mensucikan Allah darinya ~walaupun generasi Salaf tidak secara jelas menyinggungnya~ adalah sikap gaduh para ahli bid’ah dan ilzam-ilzam (pengharusan-pengharusan) mereka yang bathil terhadap Ahlus Sunah.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Kursi Allah meliputi langit dan bumi” (Al Baqarah: 255)
Dan:
“Menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap” (Fathir: 41)
Dan:
“Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi kecuali dengan izinNya” (Al Hajj: 65)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya” (Ar Rum: 25)
Dan kami beriman bahwa Dia Subhanahu istiwa (bersemayam) di atas Arasy-Nya sebagaimana firman-Nya ta’ala:
“Tuhan Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas Arasy” (Thaha: 5)
Dan kami tidak mentakwil istiwa dengan istiila-istiila (menguasai), akan tetapi istiwa itu sesuai dengan maknanya dalam bahasa Arab yang mana Al Qur’an Allah turunkan dengan bahasa itu, dan kami tidak menyerupakan istiwaNya dengan istiwa sesuatupun dari makhlukNya, akan tetapi kami mengatakan seperti apa yang dikatakan Imam Malik : “Istiwa itu sudah di ketahui, iman terhadapnya adalah wajib dan kaifiyyahnya adalah tidak diketahui, sedangkan bertanya tentangnya adalah bid’ah”
Dan terhadap ini kami memahami sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang lainnya seperti turun, datang, dan hal-hal lainnya yang telah Allah kabarkan dalam kitabNya atau telah ada dalam Sunnah yang shahih.
Dan kami beriman bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala walaupun Dia istiwa di atas Arasy-Nya lagi tinggi di atas langit-lanngit-Nya, bahwa Dia dekat dari hamba-hamba-Nya sebagaimana firman-Nya:
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasannya Aku adalah dekat” (Al Baqarah: 186)
Dan sebagaimana dalam hadits Muttafaq ‘alaih:“Hai manusia kasihanilah diri kalian karena sesungguhnya kalian tidaklah menyeru Dzat yang tuli dan jauh, namun kalian ini menyeru Dzat Yang Maha Mendengar, Maha Melihat lagi Dekat, sesungguhnya Dzat yang kalian seru itu adalah lebih dekat kepada seorang di antara kalian daripada leher hewan tunggangannya”
Allah Subhanahu Wa Ta’ala bersama hamba-hamba-Nya dimana saja mereka berada. Dan Allah mengetahui apa yang mereka kerjakan sebagaiman firman-Nya ta’ala:
“Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada, dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan” (Al Hadid: 4)
Dan kami tidak memahami dari firman-Nya “Dan Dia bersama kamu” apa yang di pahami oleh orang-orang zindiq bahwa Allah itu berbaur dengan hamba-hamba-Nya atau menempati pada sebagian mereka atau menyatu dengan mereka, dan keyakinan-keyakinan kafir dan sesat lainnya, akan tetapi kami berlepas diri di hadapan Allah dari itu semuanya.
Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala memiliki bersama hamba-hamba-Nya yang mukmin memiliki kebersamaan yang lain yang khusus selain kebersamaan yang umum, yaitu kebersamaan pertolongan dan bimbingan serta pelurusan sebagaimana dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kabaikan” (An Nahl: 128).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala walaupun Dia bersemayam di atas Arasy-Nya dan Tinggi di atas langit-langit-Nya namun Dia bersama hamba-hambaNya di mana saja mereka berada seraya mengetahui apa yang mereka lakukan, dan Dia Subhanahu Wa Ta’ala dekat dari orang yang menyeru-Nya, dan Dia bersama hamba-hambaNya yang beriman; menjaga mereka, menolong mereka, dan memelihara mereka, maka kedekatan dan kebersamaan Allah tidak menafikan Tingginya Dia, karena tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia dalam sifat-sifatNya, dan Dia itu Tinggi pada kedekatan-Nya lagi dekat pada Ketinggian-Nya.
Dan di antara buah-buah tauhid yang agung yang merupakan hak Allah atas hamba-hamba-Nya ini adalah keberhasilan orang yang bertauhid dengan surga Tuhannya dan keselamatan dari api neraka sebagaimana dalam hadits Mu’adz Ibnu Jabbal, dan di antaranya juga pengagungan Allah dan pemuliaan-Nya dengan mengenal sifat-sifat kesempurnaan dan keagungan-Nya, mensucikan-Nya dan membersihkan-Nya dari yang menyerupai atau menyamai, dan mengetahui kebodohan orang-orang yang menjadikan tuhan-tuhan selain-Nya yang mereka sekutukan bersama-Nya dalam ibadah atau hukum-hukum dan aturan, serta kehinaan dan kenistaan orang yang menjadikan dirinya sebagai sekutu dalam sesuatu dari hal itu, padahal mereka itu tidak ikut dalam penciptaan dan tidak memiliki sedikitpun bagian dalam kekuasaan atau pemberian rizki atau pengaturan.
Dan di antara buah tauhid ini juga keberlepasan hati dan jiwa dari perbudakan terhadap makhluk dan keteguhan si hamba dalam kehidupan dunia dan akhirat karena orang yang menyembah sekutu-sekutu yang berselisih dimana dia menyeru mereka dan terpecah-pecah rasa takut dan pengharapannya di antara mereka tidaklah seperti orang yang mentauhidkan Tuhannya Subhanahu Wa Ta’ala dan yang memurnikan bagi-Nya rasa takut, pengharapan, tujuan, keinginan dan ibadah.
Ya Allah, wahai pelindung Islam dan para pemeluknya, teguhkanlah kami di atas tauhidMu sampai hari berjumpa denganMu…
BERSAMBUNG...........
No comments:
Post a Comment