Oleh: Dona Novita
SEJAK dulu saya selalu kagum pada orang-orang yang cerdas. Baik secara intelektual maupun emosional. Mereka senantiasa mengambil kesempatan untuk mencari ilmu. Tidak melulu ilmu dalam bentuk formal, tapi segala bentuk ilmu yang bermanfaat dalam kehidupan.
Lalu bagaimana dengan ilmu yang kita pelajari di sekolah? Sejak SD hingga perguruan tinggi … S1, S2, S3, bahkan post doktoral.
Seberapa signifikan sih, ilmu tadi berpengaruh dalam hidup kita? Sebagian orang menganggap pendidikan formal adalah sesuatu yang sangat penting dalam menentukan karir dan masa depan. Juga kesejahteraan hidup, tentunya grind emoticon. Lihat saja setiap awal tahun ajaran. Institusi-institusi pendidikan yang dianggap ‘menjanjikan’ selalu dibanjiri oleh pendaftar. Bahkan tidak sedikit yang berani merogoh kocek dalam-dalam, dengan harapan kelak akan ‘kembali modal’.
Betulkah pendidikan yang tinggi selalu berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan? Idealnya tentu demikian. Namun sayang sekali, realitanya tidak seperti itu. Kita hidup di negeri dimana orang-orang berpendidikan belum mendapat penghargaan sebagaimana mestinya.
Masih terjadi kisah pejabat publik yang menggunakan ijazah palsu, gelar yang dapat dibeli oleh rupiah, hingga para tenaga pendidik yang harus serabutan mencari kerja sampingan untuk menghidupi keluarganya. Lalu muncullah generasi pragmatis yang akan berpikir-pikir dulu sebelum menuntut ilmu, apakah hasilnya nanti sepadan dengan jerih payahnya mengeluarkan uang dan memeras otak?
Akhirnya tidak aneh jika kita sekarang melihat seorang intelektual yang cerdas dan pintar tapi tidak memiliki peran apa-apa, bahkan kehidupannya jauh dari kata sejahtera. Di sisi lain, gelar menjadi sebuah komoditi prestise untuk mengejar status sosial ekonomi, tanpa memperhatikan lagi aspek kualitasnya. Sungguh menyedihkan.
Syukurlah, tidak semua berpikiran begitu. Ternyata masih ada sekelompok orang yang niatnya belajar adalah untuk mengejar ilmu itu sendiri. Meski tentu saja tidak sepenuhnya mengabaikan faktor kesejahteraan. Namun para pencari ilmu sejati ini selalu memanfaatkan setiap peluang untuk mendulang ilmu tanpa terlalu memikirkan apakah ilmu tersebut bisa meningkatkan taraf perekonomian keluarganya atau tidak.
Sungguh saya dibuat terpesona oleh orang-orang seperti itu. Mereka berhasil menyeret ingatan saya kepada para ulama salaf yang tiada lelah mencari ilmu tanpa berpikir untung ruginya.
Ah, bukankah Nabi kita tercinta menyuruh untuk menuntut ilmu sampai ke negeri China—bahkan sejak dari buaian hingga ke liang kubur?
Lalu, apa tujuan Anda sendiri dalam menuntut ilmu? []
No comments:
Post a Comment