Sudah sejak lama di kawasan Jakarta Utara terdapat sebuah situs yang dianggap keramat berupa makam atau kuburan seorang makhluk yang disebut-sebut sebagai salah seorang penyebar agama Islam di kawasan pesisir yang kelak bernama Tanjungpriok. Nama populernya Mbah Periuk atau Mbah Priok.
Sebutan “Keramat” itu sendiri mengandung makna yang rawan dari segi keyakinan atau aqidah. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), lafal keramat itu ketika mengenai benda maka dimaknai: suci dan bertuah yg dapat memberikan efek magis dan psikologis kpd pihak lain (tentang barang atau tempat suci).
Tempat yang dianggap keramat itu secara pengertian umum pun rawan kemusyrikan. Sehingga ketika memaknakan lafal syirik, KBBI pun mencontohkan dengan menyebut tempat keramat:
syi·rik : penyekutuan Allah dengan yang lain, misal pengakuan kemampuan ilmu daripada kemampuan dan kekuatan Allah, pengabdian selain kpd Allah Taala dng menyembah patung, tempat keramat, dan kuburan, dan kepercayaan thd keampuhan peninggalan nenek moyang yg diyakini akan menentukan dan mempengaruhi jalan kehidupan;
men·syi·rik·kan : menduakan Allah (menganggap Allah lebih dr satu dng menyembah tempat keramat dsb); menyekutukan Allah. (KBBI huruf S).
Nama asli Mbah Priok ini cukup panjang, yaitu Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad Al Husaini Ass Syafi`i Sunni RA atau biasa disingkat Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad atau Habib Hasan Al Haddad saja.
Informasi tentang Mbah Priok alias Habib Hasan Al Haddad ini antara lain dapat diperoleh di situs Majelis Maulidul Rasul Wa Ta’lim Seggaf Assegaf Surabaya
(http://
Pada halaman awal situs tersebut bisa ditemui untaian kalimat yang menunjukkan jati diri pemilik situs, yang boleh jadi merupakan jati diri tokoh yang dipublikasikannya (Mbah Priok alias Habib Hasan Al Haddad ) ini. Yaitu: “Mereka (ahlul bait) adalah keturunanku, dicipta dari darah dagingku dan dikurniai pengertian serta pengetahuanku. Celakalah orang dari umatku yang mendustakan keutamaan mereka dan memutuskan hubungan denganku melalui (pemutusan hubungan dengan) mereka. Kepada orang-orang seperti ini, Allah SWT tidak akan menurunkan syafaatku (pertolonganku).”
Untaian kalimat di atas, jelas diatasnamakan sebagai sabda Nabi Muhammad shallallahu laiahi wa sallam, yang dalam Islam disebut hadits. Hanya saja tidak ditulis matannya (teks haditsnya), sanad serta rawinya. Sehingga tidak mudah dilacak apakah itu hadits atau bukan. Dan kalau hadits, derajatnya shahih atau dha’if atau maudhu’ alias palsu. Semua itu tidak dijelaskan.
Dari segi makna untaian kata itu telah menjadi penjelas, bahwa mereka pemilik situs internet itu berpaham berbau ghuluw (melampaui batas) semacam syi’ah, tasawuf sesat atau sejenisnya.
Kalau pembaca mencermati aliran-aliran sesat atau menyimpang, sebagaimana sering kali ditulis di sini (nahimunkar.com), syi’ah merupakan induk kesesatan. Salah satu ciri syi’ah adalah berlebih-lebihan di dalam memberikan predikat kepada tokoh mereka. Salah satu di antaranya, ada sekte syi’ah yang menempatkan shallallahu ‘alaihi wa sallam pada nama Sayyidina Ali, sebagaimana kita umat Islam menyebutkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bila Sayyidina Ali mereka imbuhi dengan shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tokoh syi’ah yang diposisikan di bawah Sayyidina Ali mereka imbuhi dengan predikat yang sebenarnya hanya layak untuk para sahabat yaitu RA (radhiyallahu ‘anhu). Sebagaimana bisa dilihat, Habib Hasan Al Haddad alias Mbah Priok ini selain diberi predikat Sayyidina di awalnya juga diberi predikat RA di belakangnya. Masih pula diberi predikat Al Imam Al Arif Billah sebelum predikat Sayyidina.
Hanya saja di dalam namanya itu ada tertera jelas lafal Ass Syafi`i Sunni, yang artinya kurang lebih adalah bermadzhab Syafi’I Sunni alias Ahlus Sunnah. Sehingga perlu dipertanyakan, predikat RA (radhiyallahu ‘anhu) untuk Mbah Priok –yang bisa dianggap sebagai hal yang sering disematkan di kalangan Syi’ah– itu dari awalnya dulu begitu atau kah hanya dibubuhi oleh kelompok Majelis Maulidul Rasul Wa Ta’lim Seggaf Assegaf Surabaya.
Dari fakta ini, kita perlu mencermati bahwa ada gejala yang menarik-narik kepada pergeseran, dari Madzhab Syafi’I Sunni ditarik kepada kehabiban kemudian ditarik ke Ahlul Bait secara spesifik dengan doktrin khusus, kemudian ditarik-tarik ke syi’ah. Namun hingga kini mereka belum berhasil menancapkan kukunya secara kuat. Paling, di beberapa tempat mereka sudah mampu mencengkeram. Seperti, di kawasan Priok khususnya situs kuburan Mbah Priok. Begitu mereka mampu menguasai sebidang lahan, maka lahan itu akan dijadikannya tanah air yang harus dibela mati-matian. Sebagaimana terjadi pada Hari Rabu 14 April 2010.
Perlawanan 14 April 2010 dapat berlangsung dahsyat karena masih banyaknya umat Islam Indonesia yang tidak bisa membedakan antara Islam dengan kesesatan. Maksud hati membela Islam atau membela ‘ulama’ yang dianggapnya berjasa menyebarkan Islam, namun karena tingkat pengetahuan yang rendah (juhal) maka yang sesungguhnya mereka bela adalah paham yang rawan kesesatan yang menggeser-geser ke arah syi’ah atau toleran terhadapnya dan berindikasi pengkeramatan yang menjurus kepada kemusyrikan.
Paham sesat syi’ah disebarkan secara hati-hati, tidak terang-terangan, antara lain dibungkus dengan istilah Ahlul Bait. Peranan para habib (single) atau habaib (plural) di dalam menyebarkan paham sesat syi’ah ini jelas signifikan. Untuk jelasnya, lihat tulisan berjudul Habaib Misionaris Syi’ah edisi April 2, 2008 11:20 pm di nahimunkar.com.
Paham sesat syi’ah selain diajarkan secara ‘terbuka’ melalui berbagai lembaga termasuk yayasan (seperti Yayasan Muthahhari, Bandung; Yayasan Al-Muntazar Jakarta; Yayasan al-Jawad, Bandung; Yayasan Mulla Shadra, Bogor; Yayasan pesantren YAPI, Bangil; Yayasan Al-Muhibbin, Probolinggo; Yayasan Pesantren Al-Hadi, Pekalongan) dan sebagainya, ternyata gerakan sosialisasinya ditunjang oleh para tokoh-tokoh seperti Jalaluddin Rachmat, Quraish Shihab, Said Agil Sirodj. Bahkan sebagian para Habaib (yang selama ini dianggap sebagai keturunan Nabi Muhammad Shallallhu ‘alaihi wasallam dari jalur Fathimah-‘Ali) turut mensosialisasikan paham sesat ini.
Para habaib bagi sebagian masyarakat awam mempunyai tempat khusus karena dipercaya merupakan ahlul bait (keluarga Nabi Muhammad versi syi’ah), sehingga penjelasannya begitu mudah diterima sebagai kebenaran agama meski mengandung kesesatan ajaran syi’ah, seperti membolehkan nikah mut’ah, mencaci maki Khulafa-ur Rasyidin (kecuali ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu) dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Yang berhasil dipengaruhi sang habaib bukan saja orang awam yang berpendidikan rendah, tetapi juga kalangan sosial ekonomi menengah dan berpendidikan tinggi.
Rawan kemusyrikan
-----------------------
Selain bernuansa penggeseran ke arah syi’ah, penetapan status sebuah kuburan –dalam hal ini kuburan Mbah Priok– sebagai kuburan keramat yang oleh sebagian orang dipercaya dapat memberikan berkah, menjurus kepada kemusyrikan.
Menurut pandangan Islam, berziarah kubur yang dibenarkan adalah dengan tujuan, pertama, untuk mengingat kepada kematian, yaitu bahwa kelak kita yang saat ini melakukan ziarah kubur besok hari atau kapan-kapan akan menjadi penghuni kubur. Kedua, mendoakan orang mati yang ada di dalam kuburan kalau mayat itu Muslim dengan doa-doa yang lazim seperti Allahummaghfirlahu warhamhu dan seterusnya.
Ziarah kubur yang tidak ada suruhan dan bahkan dikritik ulama di antaranya mengkhususkan hari tertentu misalnya kamis malam jum’at sebagai saat yang tepat melakukan ziarah kubur, apalagi bila hal itu dijadikan agenda rutin. Fakta di lapangan, sebagian umat Islam –yang tergolong beramal belum tentu berlandaskan sunnah–, mereka melakukan ziarah kubur ke makam Mbah Priok dengan mengkhususkan pada Kamis malam Jum’at. Inilah bentuk ziarah kubur yang dilarang Islam. Apalagi bila hal itu dibarengi dengan tujuan untuk ngalap berkah, dan hal-hal lain yang seharusnya dipanjatkan langsung kepada Allah SWT. (Baca artikel berjudul Tabarruk (Ngalap Berkah) yang Boleh dan yang Dilarang, di nahimunkar.com, April 16, 2010 9:29 pm)
Pengkhususan malam Jum’at untuk amalan tertentu itu sendiri (ketika tidak ada tujuan yang menyeleweng seperti ngalap berkah kepada isi kubur pun) sudah ada larangan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { لَا تَخُصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ إلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ )
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat malam di antara malam-malam yang lain, dan jangan pula dengan puasa, kecuali memang bertepatan dengan hari puasanya.” (HR Muslim – 1930)
Dalam kitab Subulus Salam dijelaskan:
الْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ تَخْصِيصِ لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ بِالْعِبَادَةِ بِصَلَاةٍ وَتِلَاوَةٍ غَيْرِ مُعْتَادَةٍ إلَّا مَا وَرَدَ بِهِ النَّصُّ عَلَى ذَلِكَ كَقِرَاءَةِ سُورَةِ الْكَهْفِ فَإِنَّهُ وَرَدَ تَخْصِيصُ لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ بِقِرَاءَتِهَا وَسُوَرٍ أُخَرَ وَرَدَتْ بِهَا أَحَادِيثُ فِيهَا مَقَالٌ .
Hadits itu adalah dalil atas pengharaman mengkhususkan malam Jum’at dengan ibadah, shalat, dan tilawah (bacaan) yang tidak dibiasakan kecuali apa yang ada nashnya (teks ayat atau hadits) atas yang demikian seperti membaca surat Al-Kahfi karena ada dalil pengkhususan membacanya pada malam Jum’at, dan surat-surat lainnya ada hadits-haditsnya (namun) di dalamanya ada maqol (pembicaraan/ dipersoalkan keshahihannya). (Subulus Salam, bab ifradu yaumil Jumu’ati bishaumin wa lailatiha biqiyam).
Jadi mengkhususkan ziarah kubur pada malam Jum’at dengan ngalap berkah kepada isi kubur itu ada dua kesalahan menurut Islam. Pertama mengkhususkan malam Jum’at untuk ibadah tertentu dan kedua ngalap berkah yang hal itu tidak syar’i.
Di luar itu, sebagian umat Islam kerap melakukan ziarah kubur menjelang masuknya bulan Ramadhan. Hal ini dilakukan berulang-ulang setiap tahunnya bagai agenda rutin tahunan. Sehingga, dapat dilihat, setiap menjelang masuknya bulan Ramadhan sejumlah pemakaman penuh sesak dikunjungi peziarah sehingga memacetkan jalan. Ini juga salah satu bentuk ziarah kubur yang tidak dicontohkan seperti itu.
Biasanya, para pengamal apa yang mereka maksud ibadah namun kurang mempedulikan tuntunan yang benar, ketika berziarah tidak sekedar mendoakan mayit tetapi juga membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an, seperti surat Yaasiin dan sebagainya. Tata cara ini juga perlu dalil. Itu jelas tidak ada suruhannya. Yang ada justru hadits:
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
لاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِيْ تُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ.
“Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai pekuburan, sesungguhnya syaithan akan lari dari rumah yang dibacakan padanya surah Al-Baqarah”. (Diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 780).
Di samping itu dalam berziarah kubur mereka kemudian melengkapi dengan tabur bunga dan menyirami makam dengan air mawar. Itu semua tidak ada tuntunannya.
Sebaliknya, tuntunan yang ada justru sering dilanggar para peziarah, seperti larangan menginjak makam atau duduk di atasnya.
Larangan ini ada dalam Hadits Abu Marbad radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam:
لاَ تَجْلِسُوْا عَلَى الْقُبُوْرِ وَلاَ تُصَلُّوا إِلَيْهَا
“Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan jangan melakukan shalat padanya”. (Hadits Riwayat Muslim).
Dan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
لَأَنْ يَجْلِسَ أَحُدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ
“Seandainya salah seorang dari kalian duduk di atas bara api hingga (bara api itu) membakar pakaiannya sampai mengenai kulitnya itu adalah lebih baik daripada dia duduk di atas kuburan”. (Hadits riwayat Muslim).
Selain itu, yang tampak bersemangat berziarah kubur di sebagian kalangan justru kaum hawa alias ibu-ibu. Padahal, para wanita dilarang sering-sering melakukan ziarah kubur.
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ زُوَّارَاتِ الْقُبُوْرِ. وَ فِيْ لَفْظٍ : لَعَنَ اللهُ
أَخْرَجَ التِّرْمِذِيّ وَقَالَ : هَذَا حَدِيث حَسَن صَحِيح , وَأَخْرَجَهُ اِبْن حِبَّان فِي صَحِيحه
“Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam (dalam lafazh yang lain Allah subhanahu wa ta’ala) melaknat wanita-wanita yang banyak berziarah kubur”. (Hadits dikeluarkan oleh At-Turmidzi, dia berkata ini adalah hadits hasan shahih. Dan dikeluarkan pula oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya).
Islam juga melarang sikap yang berlebihan di dalam memperlakukan sebuah kuburan meski itu kuburan orang shaleh sekalipun. Karena, dikhawatirkan dari sikap berlebihan tadi akan mengarah kepada pemberhalaan kuburan, sebagaimana kini gejalanya terjadi pada kuburan Mbah Priok.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat kaum Yahudi dan Nashara karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat-tempat beribadah. Hal serupa juga dilakukan kalangan syi’ah. Dalam bentuk yang hampir sama, kita menemukan hal seperti itu di kalangan peziarah kuburan Mbah Priok.
Padahal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, Allah mengutuk:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam
Dari fakta-fakta di atas, tidak bisa disalahkan bila ada yang berkesimpulan, bahwa fenomena kuburan Mbah Priok yang sering diziarahi sejumlah orang itu berada diantara dua himpitan bencana aqidah, yaitu himpitan paham sesat syi’ah dan kemusyrikan. Keduanya harus diberantas sampai tuntas.
Sayangnya, motif Satpol-PP dan Pemprov DKI pada umumnya lebih bermuatan bisnis ketimbang membela aqidah umat Islam. Sesungguhnya umat Islam punya hak asasi untuk mendapatkan ajaran dan pengetahuan Islam yang benar, bukan yang seolah-olah Islam namun berisi paham sesat syi’ah dan kemusyrikan.
Lebih ironis lagi, sejumlah anggota Satpol-PP yang ditugaskan justru kerap berziarah ke kuburan Mbah Priok. Salah satu diantara mereka, tewas akibat dibantai massa pendukung fanatik kuburan Mbah Priok. (lihat http://www.detiknews.com/
Sosok Mbah Priok alias Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad Al Husaini Ass Syafi`i Sunni RA yang diklaim sebagai penyebar agama Islam, sebenarnya masih bisa diperdebatkan. Mengingat, ia ketika menginjakkan kaki di tanah Jawa, beberapa saat kemudian meninggal dunia, dan dimakamkan di kawasan yang kini disebut Tanjung Priok.
(http://
Kisah Mbah Priok tidak akurat
--------------------------
Berkaitan dengan nama Tanjung Priok, juga masih bisa diperdebatkan. Menurut versi pendukung Mbah Priok, nama Tanjung Priok berasal dari dayung beliau yang dijadikan semacam batu nisan yang kemudian tumbuh menjadi pohon tanjung. Sedangkan kata priok berasal dari periuk nasi beliau yang kembali lagi setelah beberapa saat hanyut dibawa desiran ombak laut teluk Jakarta.
Menurut sejarawan Betawi JJ Rizal kepada detik.com, kata Priok berkaitan dengan seorang penghulu atau kepala desa sekaligus pembuat periuk (nasi) di kawasan Warakas. Sosok tersebut bernama Aki Tirem. Periuk buatannya sangat terkenal.
Sedangkan nama Tanjung berasal dari kawasan tempat tinggal Aki Tirem (Warakas) yang sebelumnya dikenal dengan nama Tanjung. Karena kehandalan Aki Tirem asal Tanjung ini dalam hal membuat periuk (nasi), maka kawasan tempat tinggal Aki Tirem disebut sebagai Tanjung Periuk lalu berubah menjadi Tanjung Priok.
Asal-muasal nama Tanjung Priok yang berkaitan dengan Aki Tirem jelas lebih masuk akal ketimbang versi lain yang berkaitan dengan Mbah Priok yang musykil dan sarat nuansa pembodohan terhadap umat Islam.
Dari kasus berdarah Tanjung Priok 14 April 2010 ini, yang paling menyedihkan bukanlah jatuhnya korban luka-luka dan meninggal, tetapi jatuhnya aqidah umat ke kubangan paham sesat dan kemusyrikan sebagaimana dipertontonkan para pendukung makam keramat Mbah Priok. Padahal kemusyrikan adalah bahaya terbesar dunia akherat. Karena kalau mati dalam keadaan musyrik maka tidak akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan haram masuk surga.
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا [النساء/48]
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS An-Nisaa’: 48).
إِنَّهُ ُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ [المائدة/72]
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (QS Al-Maaidah: 72).
Lebih menyedihkan lagi, jika aparat berwenang justru ikut terjerembab ke dalam kubangan aqidah sesat dan kemusyrikan, sehingga mereka selain tidak bisa bersikap tegas dan manusiawi juga lebih membela kepentingan bisnis ketimbang kepentingan aqidah umat Islam. (haji/tede)
Sumber : http://nahimunkar.com/
No comments:
Post a Comment