FATWA ENKONG FAUDZAN KAGAK ADA EMBEL EMBEL SALAFI BUAT WAHABI
Fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan:
Fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan:
ini Kata mbah wahab sendiri lho bukannya kata ulama aswaja. lucu ya jika wahabi disini..nyunah dan kasih embel embel salafi wahabi..ckckckc
__________________________ _______________________
Seseorang bertanya, “Wahai Fadhilatusy Syaikh Shalih Al-Fauzan—semoga Allah senantiasa memberikan taufiknya kepada Anda, kami mendengar sebagian orang mengatakan, ‘Tidak boleh intisab “menyandarkan diri” pada salaf dan Salafiyyah dianggap sebagai salah satu hizb ‘golongan’ yang hidup pada masa tertentu.’ Apa pendapat Anda mengenai pernyataan ini?”
Sayikh Shalih AL-Fauzan menjawab, “Iya! Salaf adalah hizbullah ‘golongan Allah’. Salaf adalah golongan, akan tetapi ia adalah hizbullah. Allah berfirman:
“Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung”. (Al-Mujadillah [58]: 22)
Barangsiapa menyelisihi salaf, maka mereka adalah golongan-golongan sesat lagi meyimpang. Golongan itu sendiri bermacam-macam. Ada golongan Allah (hizbullah) dan ada golongan setan (hizbusy syaithan) sebagaimana tercantum di akhir surat
Al-Mujadilah. Ada hizbullah dan ada hizbusy syaithan. Golongan pun beragam. Barangsiapa berada di atas manhaj Al-Kitab dan As-Sunnah, maka dia adalah hizbullah. Sebaliknya, barangsiapa berada di atas manhaj sesat, maka dia adalah hizbusy syaithan. Engkau tinggal memilih; mau menjadi hizbullah atau menjadi hizbusy syaithan! Pilih sendiri!”
Kemudian Syaikh Hafizhuhullah ditanya, “Wahai Syaikh—semoga Allah senantiasa memberikan taufiknya kepada Anda, sebagian orang mengembel-embeli di belakang namanya dengan As-Salafi atau Al-Atsari. Apakah ini termasuk bentuk penyucian terhadap diri sendiri? Atau apakah memang sesuai dengan syariat?”
Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhuhullah menjawab, “Yang wajib adalah seseorang mengikuti kebenaran. Yang wajib adalah seseorrang mengkaji dan mencari kebenaran serta mengamalkannya. Adapun dia menamai dirinya dengan As-Salafi atau Al-Atsari dan yang semisal, maka tidak ada alasan untuk dapat mengklaim dengan nama ini.
Allah Yang Maha Mengetahui berfirman:
“Katakanlah (kepada mereka), ‘Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu (keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Hujurat [49]: 16)
Menamakan diri dengan As-Salafi, Al-Atsari, dan yang semisal adalah tidak ada asal-usulnya. Kita melihat pada substansi nyata; bukan perkataan, penamaan diri, maupun pengakuan.
Terkadang, seseorang mengatakan kepada orang lain, ‘Ia salafi’, padahal orang tersebut bukan salafi (pengikut manhaj salaf). Atau juga mengatakan, ‘Ia atsari’, padahal orang yang ditunjuk bukan atsari (pengikut atsar salaf). Sebaliknya, seseorang adalah salafi (pengikut manhaj salaf) dan atsari (pengikut atsar salaf), namun tidak mengatakan, “Aku ini atsari, Aku ini salafi.’ Hendaknya kita melihat pada substansi nyata; bukan pada penamaan maupun klaim pengakuan.
Seorang muslim harus komitment dengan adab terhadap Allah swt. Tatkala orang-orang Arab Badui mengatakan, ‘Kami telah beriman!’ Allah mengingkari mereka. Allah berfirman:
“Orang-orang Arab Badui itu berkata, ‘Kami telah beriman’. Katakanlah (kepada mereka), ‘Kamu belum beriman’, tetapi katakanlah, ‘Kami telah tunduk’.” (Al-Hujurat [49]: 14)
Allah mengingkari orang-orang Arab Badui yang menyifati diri mereka sebagai orang beriman. Padahal, mereka belum sampai pada tingkatan beriman. Mereka baru saja masuk Islam; itu pun masih diliputi keraguan.
Orang-orang Arab Badui itu datang dari pedusunan. Mereka menganggap diri mereka sudah lama menjadi orang beriman. Padahal tidak! Mereka baru saja masuk Islam. Apabila mereka melanjutkan keislaman mereka dan mau belajar, maka keimanan pun akan masuk ke dalam hati mereka sedikit demi sedikit. Allah berfirman:
“Padahal iman itu belum masuk ke dalam hati kalian.” (Al-Hujurat [49]: 14)
Kata lamma “belum” menunjukkan sesuatu yang masih menjadi harapan. Maksudnya, iman baru akan masuk tapi engkau sudah menganggap beriman dari pertama kali sebagai bentuk penyucian terhadap diri sendiri. Maka, tidak perlu engkau mengatakan, ‘Aku salafi! Aku atsari! Aku begini dan begini!’ Hendaklah engkau mencari kebenaran dan mengamalkannya. Perbaiki niatmu! Allah-lah Yang Maha Mengetahui substansi nyatanya.”
Sumber : Kasyfu Al-Haqaiq Al-Khafiyyah ‘Inda Mudda’I As-Salafiyyah karya Mut’ab bin Suryan Al-‘Ashimi.
Keterangan : mempolerkan nama salafy untuk menyaingi Ahlusunnah waljamaah ternyata hanyalah berasal dari seorang tukang jam yang jahil dan tidak bersanad (nasirudin albani ) dan pengikutnya..ckckc...
__________________________
Seseorang bertanya, “Wahai Fadhilatusy Syaikh Shalih Al-Fauzan—semoga Allah senantiasa memberikan taufiknya kepada Anda, kami mendengar sebagian orang mengatakan, ‘Tidak boleh intisab “menyandarkan diri” pada salaf dan Salafiyyah dianggap sebagai salah satu hizb ‘golongan’ yang hidup pada masa tertentu.’ Apa pendapat Anda mengenai pernyataan ini?”
Sayikh Shalih AL-Fauzan menjawab, “Iya! Salaf adalah hizbullah ‘golongan Allah’. Salaf adalah golongan, akan tetapi ia adalah hizbullah. Allah berfirman:
“Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung”. (Al-Mujadillah [58]: 22)
Barangsiapa menyelisihi salaf, maka mereka adalah golongan-golongan sesat lagi meyimpang. Golongan itu sendiri bermacam-macam. Ada golongan Allah (hizbullah) dan ada golongan setan (hizbusy syaithan) sebagaimana tercantum di akhir surat
Al-Mujadilah. Ada hizbullah dan ada hizbusy syaithan. Golongan pun beragam. Barangsiapa berada di atas manhaj Al-Kitab dan As-Sunnah, maka dia adalah hizbullah. Sebaliknya, barangsiapa berada di atas manhaj sesat, maka dia adalah hizbusy syaithan. Engkau tinggal memilih; mau menjadi hizbullah atau menjadi hizbusy syaithan! Pilih sendiri!”
Kemudian Syaikh Hafizhuhullah ditanya, “Wahai Syaikh—semoga Allah senantiasa memberikan taufiknya kepada Anda, sebagian orang mengembel-embeli di belakang namanya dengan As-Salafi atau Al-Atsari. Apakah ini termasuk bentuk penyucian terhadap diri sendiri? Atau apakah memang sesuai dengan syariat?”
Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhuhullah menjawab, “Yang wajib adalah seseorang mengikuti kebenaran. Yang wajib adalah seseorrang mengkaji dan mencari kebenaran serta mengamalkannya. Adapun dia menamai dirinya dengan As-Salafi atau Al-Atsari dan yang semisal, maka tidak ada alasan untuk dapat mengklaim dengan nama ini.
Allah Yang Maha Mengetahui berfirman:
“Katakanlah (kepada mereka), ‘Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu (keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Hujurat [49]: 16)
Menamakan diri dengan As-Salafi, Al-Atsari, dan yang semisal adalah tidak ada asal-usulnya. Kita melihat pada substansi nyata; bukan perkataan, penamaan diri, maupun pengakuan.
Terkadang, seseorang mengatakan kepada orang lain, ‘Ia salafi’, padahal orang tersebut bukan salafi (pengikut manhaj salaf). Atau juga mengatakan, ‘Ia atsari’, padahal orang yang ditunjuk bukan atsari (pengikut atsar salaf). Sebaliknya, seseorang adalah salafi (pengikut manhaj salaf) dan atsari (pengikut atsar salaf), namun tidak mengatakan, “Aku ini atsari, Aku ini salafi.’ Hendaknya kita melihat pada substansi nyata; bukan pada penamaan maupun klaim pengakuan.
Seorang muslim harus komitment dengan adab terhadap Allah swt. Tatkala orang-orang Arab Badui mengatakan, ‘Kami telah beriman!’ Allah mengingkari mereka. Allah berfirman:
“Orang-orang Arab Badui itu berkata, ‘Kami telah beriman’. Katakanlah (kepada mereka), ‘Kamu belum beriman’, tetapi katakanlah, ‘Kami telah tunduk’.” (Al-Hujurat [49]: 14)
Allah mengingkari orang-orang Arab Badui yang menyifati diri mereka sebagai orang beriman. Padahal, mereka belum sampai pada tingkatan beriman. Mereka baru saja masuk Islam; itu pun masih diliputi keraguan.
Orang-orang Arab Badui itu datang dari pedusunan. Mereka menganggap diri mereka sudah lama menjadi orang beriman. Padahal tidak! Mereka baru saja masuk Islam. Apabila mereka melanjutkan keislaman mereka dan mau belajar, maka keimanan pun akan masuk ke dalam hati mereka sedikit demi sedikit. Allah berfirman:
“Padahal iman itu belum masuk ke dalam hati kalian.” (Al-Hujurat [49]: 14)
Kata lamma “belum” menunjukkan sesuatu yang masih menjadi harapan. Maksudnya, iman baru akan masuk tapi engkau sudah menganggap beriman dari pertama kali sebagai bentuk penyucian terhadap diri sendiri. Maka, tidak perlu engkau mengatakan, ‘Aku salafi! Aku atsari! Aku begini dan begini!’ Hendaklah engkau mencari kebenaran dan mengamalkannya. Perbaiki niatmu! Allah-lah Yang Maha Mengetahui substansi nyatanya.”
Sumber : Kasyfu Al-Haqaiq Al-Khafiyyah ‘Inda Mudda’I As-Salafiyyah karya Mut’ab bin Suryan Al-‘Ashimi.
Keterangan : mempolerkan nama salafy untuk menyaingi Ahlusunnah waljamaah ternyata hanyalah berasal dari seorang tukang jam yang jahil dan tidak bersanad (nasirudin albani ) dan pengikutnya..ckckc...
No comments:
Post a Comment