Saat Ramadhan dimulai, pembatasan yang kian parah terus diberlakukan terhadap Muslim Cina.
Di tengah penangkapan, pembatasan puasa dan sholat jamaah di masjid, Muslim Uighur kini menderita di bawah episode terbaru dari tindakan keras pemerintah kafir Cina terhadap minoritas etnis di wilayah barat laut Xinjiang.
“Jika ada tokoh agama yang membahas tentang Ramadhan selama kegiatan keagamaan, atau mendorong Muslim untuk mengambil bagian, maka mereka akan kehilangan lisensi mereka untuk berceramah,” ujar Dilxat Raxit, juru bicara Kongres Uighur Dunia yang berbasis di Munich seperti yang dilaporkan oleh Eurasia Review.
“Kasus-kasus yang lebih serius akan berujung pada penangkapan, untuk hasutan agar Muslim terlibat dalam aktivitas keagamaan yang ‘ilegal’,” lanjutnya.
Sehari sebelum dimulainya bulan suci Ramadhan, sedikitnya 11 Muslim gugur dalam serangkaian serangan di wilayah barat laut Xinjiang tersebut.
Otoritas kafit menyalahkan serangan terhadap etnis minoritas setelah polisi Cina menembak mati dua Muslim pada minggu sebelumnya.
Serangan itu terjadi kurang dari dua minggu setelah 18 orang tewas dalam serangan di wilayah Xinjiang yang bergolak.Setelah kerusuhan, lebih dari 100 Muslim Uighur ditahan oleh otoritas Cina.
Kebanyakan dari mereka yang ditahan adalah Muslim yang sering hadir di masjid-masjid dan mereka yang memiliki istri mengenakan cadar, ujar penduduk setempat.
Ibukota Xinjiang, Urumqi, menjadi saksi atas adegan kekerasan mematikan ketika Muslim Uighur dibantai oleh etnis Han pada tahun 2009.
Kerusuhan mengakibatkan hampir 200 orang tewas dan lebih dari 1.700 terluka, menurut angka resmi yang dikeluarkan otoritas Cina. Tapi menurut Muslim Uighur, yang berbahasa Turki, mereka mengatakan angka korban jauh lebih tinggi dan terutama dari komunitas mereka.
Tidak ada puasa
Beijing mulai melakukan pembatasan terhadap Muslim Uighur saat bulan Ramadhan dimulai.
Seluruh Muslim dipaksa menandatangani “surat bertanggung jawab” yang berjanji akan menghindari puasa, sholat tarawih atau kegiatan keagamaan lainnya selama bulan Ramadhan.
“Puasa selama bulan Ramadhan adalah sebuah kebiasaan yang dijalankan etni, dan mereka diperbolehkan melakukan itu,” klaim seorang karyawan yang menjawab telepon di kantor pemerintahan lokal saat mengkonfirmasikan pembatasan yang dilakukan otoritas.
“Tapi mereka dilarang untuk mengadakan kegiatan keagamaan selama Ramadhan,” tambahnya.
“Anggota partai tidak diperbolehkan untuk berpuasa, juga sama halnya dengan PNS.”
Adapun perusahaan swasta, karyawan Muslim ditawarkan makan siang selama Ramadhan. Bagi mereka yang menolaknya akan kehilangan bonus tahunan atau bahkan pekerjaan mereka.
Para pejabat juga menargetkan sekolah-sekolah, mereka menyediakan makan siang gratis selama Ramadhan.
Seorang Muslim Uighur menyatakan bahwa siswa di bawah 18 tahun dilarang berpuasa selama Ramadhan. Selain itu, kampanye pemerintah memaksa restoran di wilayah mayoritas Muslim untuk tetap berbuka sepanjang hari.
Pembatasan lainnya juga dikenakan pada orang yang ingin menghadiri sholat berjamaah di masjid. Setiap orang yang ingin berjamaah di masjid, harus mendaftar dan memiliki kartu dengan identitas nasional mereka.
“Mereka harus terdaftar,” ujar Raxit.
“Setelah sholat, mereka tidak diijinkan untuk berkumpul atau berdiskusi satu sama lainnya.”
Semoga Allah SWT memberikan kekuatan iman untuk saudara-saudara kita, Muslim Uighur di Xinjiang, Cina, aamiin. (haninmazaya/arrahmah.com)
No comments:
Post a Comment