Berbagai aksi protes terus berlanjut di Afghanistan terhadap sejumlah tentara NATO yang melakukan pembakaran al-Qur’an, di salah satu pangkalan militer pendudukan. Akibatnya, lebih dari sepuluh warga Afghanistan meninggal dalam bentrokan dengan pasukan keamanan.
Amerika tidak cukup hanya membakar al-Qur’an, bahkan beberapa pejabat tingginya merasa bangga dengan membenarkan kejahatan itu. Di mana salah seorang dari mereka mengatakan: “Pembakaran al-Qur’an itu dilakukan karena takut penggunaannya di antara para tahanan sebagai sarana komunikasi antara mereka.” Pernyataan ini kemudian ditentang oleh pejabat tingi lainnya yang menyatakan bahwa “cara menarik buku-buku, dokumen-dokumen Islam dan pembakaran al-Qur’an adalah tidak baik dan salah.”
Hamid Karzai, Presiden Afghanistan pro-Amerika, bergegas membenarkan kejahatan yang dilakukan oleh pasukan pendudukan AS dengan membakar al-Qur’an, dan bukannya mengecam kejahatan itu. Sehingga inilah yang membakar kebencian di hati seluruh rakyat Afghanistan. Di mana dalam hal ini, Karzai mengatakan bahwa “Seorang perwira Amerika yang bertanggung jawab atas pangkalan militer itu mengatakan kepadanya bahwa pembakaran al-Qur’an itu terjadi murni faktor ketidaktahuan saja.” Dikatakan bahwa Gedung Putih mengakui kesalahan yang dilakukan oleh pasukannya, seperti yang terdapat dalam “permintaan maaf Obama”.
Permintaan Maaf Secara Resmi
Obama telah mengirim permintaan maaf secara resmi ke Kantor Presiden Afghanistan sambil berjanji untuk membuka penyelidikan segera dalam kasus ini. Obama berkata: “Saya ingin menyatakan penyesalan saya yang mendalam atas pembakaran al-Qur’an. Saya sampaikan pada Anda dan rakyat Afghanistan permintaan maaf saya yang sangat tulus.”
Sementara itu, Menteri Pertahanan AS Leon Panetta juga menyesalkan pembakaran al-Qur’an di Afghanistan, di mana ia mengatakan: “Kami meminta maaf kepada rakyat Afghanistan. Dan kami mengutuk aksi tersebut dengan kata yang paling keras.”
Panetta menegaskan bahwa tindakan ini tidak mencerminkan pandangan dari militer AS secara keseluruhan, bahkan kami menghargai dan menghormati semua praktik keagamaan rakyat Afghanistan, tanpa kecuali.” Ia menambahkan: “Kami akan meninjau hasil akhir dari penyelidikan dengan hati-hati untuk memastikan bahwa kita telah mengambil semua langkah penting yang diperlukan dan tepat agar insiden seperti itu tidak terulang lagi.”
Adapun NATO, maka ia lebih bijaksana, di mana Jenderal John Allen Komandan Pasukan NATO mengatakan bahwa “Para pemimpin NATO dan para pemimpin Afghanistan tengah bekerja sama untuk memastikan tidak akan terulangnya kembali insiden seperti ini.” Bahkan ia menyerukan warga Afghanistan untuk bisa menahan diri.
Akhiri Pendudukan
Sebaliknya, para demonstran Afghanistan-yang meneriakkan yel-yel “Matilah Amerika” dan “Matilah Karzai” selama aksi demonstrasi-menuntut agar pasukan pendudukan AS segera pergi dari negara mereka, karena selama ini mereka selalu berada di belakang setiap bencana yang terjadi di negara ini; juga mereka memiliki peran yang tidak terbantahkan atas meningkatnya berbagai krisis, serta memicu berbgai masalah di semua tingkat, mulai keamanan, politik dan ekonomi.
Perlu dicatat bahwa lebih dari 2000 warga Afghanistan berkumpul di depan pintu gerbang Pangkalan Udara Bagram setelah para pekerja Afghanistan menemukan sisa-sisa al-Qur’an yang hangus terbakar, ketika mereka tengah mengumpulkan sampah dari pangkalan. Hari kedua berlangsungnya aksi protes, polisi Afghanistan menembaki para peserta aksi hingga menyebabkan sepuluh lebih warga Afghanistan meninggal dan melukai puluhan lainnya. Sementara itu, berbagai demonstrasi lainnya pecah di kota Jalalabad Afghanistan sebagai reaksi atas pembakaran al-Qur’an.
Dan juga sebagai reaksi atas kejahatan “pembakaram al-Qur’an”, maka Taliban Afghanistan menyerukan untuk membunuh tentara asing. Di mana dalam sebuah pernyataannya Taliban mengatakan: “Kalian harus melancarkan berbagai serangan yang keras terhadap semua pangkalan penjajah dan konvoi militer; dan hendaklah kalian membunuh mereka, menahan mereka dan menghancurkan mereka, serta berilah mereka pelajaran, sehingga setelah ini mereka tidak berani lagi untuk menghina al-Qur’an. Sebab, melindungi nyawa kaum Muslim dan harta benda mereka adalah kewajiban seluruh kaum Muslim. Oleh karena itu, para peserta aksi demontrasi harus menjadikan pasukan penjajah dan semua fasilitas mereka sebagai sasarannya, bukan hatra benda milik rakyat.”
Dan dalam perkembangan yang luar biasa, ribuan peserta aksi demontrasi mengepung kompleks PBB di utara negara itu, dan mereka berusaha untuk memasukinya. Dalam aksi ini, sedikitnya 3 orang di antara mereka meninggal, dan 47 orang lainnya terluka.
Namun demikian, kejahatan terhadap al-Qur’an ini bukanlah yang pertama kalinya dilakukan oleh Amerika, yang kemudian mereka terbiasa untuk meminta maaf. Sehingga yang seharusnya menjadi fokus perhatian adalah penyakit yang sesungguhnya, yaitu pendudukan. Oleh karena itu, janganlah disibukkan oleh gejala-gejala lahir hinga lupa dengan yang seharusnya, yaitu mencabut penyakit yang tidak dapat disembuhkan itu dan membersihkannya dari Afghanistan (islamtoday.net, 27/2/2012).
Amerika tidak cukup hanya membakar al-Qur’an, bahkan beberapa pejabat tingginya merasa bangga dengan membenarkan kejahatan itu. Di mana salah seorang dari mereka mengatakan: “Pembakaran al-Qur’an itu dilakukan karena takut penggunaannya di antara para tahanan sebagai sarana komunikasi antara mereka.” Pernyataan ini kemudian ditentang oleh pejabat tingi lainnya yang menyatakan bahwa “cara menarik buku-buku, dokumen-dokumen Islam dan pembakaran al-Qur’an adalah tidak baik dan salah.”
Hamid Karzai, Presiden Afghanistan pro-Amerika, bergegas membenarkan kejahatan yang dilakukan oleh pasukan pendudukan AS dengan membakar al-Qur’an, dan bukannya mengecam kejahatan itu. Sehingga inilah yang membakar kebencian di hati seluruh rakyat Afghanistan. Di mana dalam hal ini, Karzai mengatakan bahwa “Seorang perwira Amerika yang bertanggung jawab atas pangkalan militer itu mengatakan kepadanya bahwa pembakaran al-Qur’an itu terjadi murni faktor ketidaktahuan saja.” Dikatakan bahwa Gedung Putih mengakui kesalahan yang dilakukan oleh pasukannya, seperti yang terdapat dalam “permintaan maaf Obama”.
Permintaan Maaf Secara Resmi
Obama telah mengirim permintaan maaf secara resmi ke Kantor Presiden Afghanistan sambil berjanji untuk membuka penyelidikan segera dalam kasus ini. Obama berkata: “Saya ingin menyatakan penyesalan saya yang mendalam atas pembakaran al-Qur’an. Saya sampaikan pada Anda dan rakyat Afghanistan permintaan maaf saya yang sangat tulus.”
Sementara itu, Menteri Pertahanan AS Leon Panetta juga menyesalkan pembakaran al-Qur’an di Afghanistan, di mana ia mengatakan: “Kami meminta maaf kepada rakyat Afghanistan. Dan kami mengutuk aksi tersebut dengan kata yang paling keras.”
Panetta menegaskan bahwa tindakan ini tidak mencerminkan pandangan dari militer AS secara keseluruhan, bahkan kami menghargai dan menghormati semua praktik keagamaan rakyat Afghanistan, tanpa kecuali.” Ia menambahkan: “Kami akan meninjau hasil akhir dari penyelidikan dengan hati-hati untuk memastikan bahwa kita telah mengambil semua langkah penting yang diperlukan dan tepat agar insiden seperti itu tidak terulang lagi.”
Adapun NATO, maka ia lebih bijaksana, di mana Jenderal John Allen Komandan Pasukan NATO mengatakan bahwa “Para pemimpin NATO dan para pemimpin Afghanistan tengah bekerja sama untuk memastikan tidak akan terulangnya kembali insiden seperti ini.” Bahkan ia menyerukan warga Afghanistan untuk bisa menahan diri.
Akhiri Pendudukan
Sebaliknya, para demonstran Afghanistan-yang meneriakkan yel-yel “Matilah Amerika” dan “Matilah Karzai” selama aksi demonstrasi-menuntut agar pasukan pendudukan AS segera pergi dari negara mereka, karena selama ini mereka selalu berada di belakang setiap bencana yang terjadi di negara ini; juga mereka memiliki peran yang tidak terbantahkan atas meningkatnya berbagai krisis, serta memicu berbgai masalah di semua tingkat, mulai keamanan, politik dan ekonomi.
Perlu dicatat bahwa lebih dari 2000 warga Afghanistan berkumpul di depan pintu gerbang Pangkalan Udara Bagram setelah para pekerja Afghanistan menemukan sisa-sisa al-Qur’an yang hangus terbakar, ketika mereka tengah mengumpulkan sampah dari pangkalan. Hari kedua berlangsungnya aksi protes, polisi Afghanistan menembaki para peserta aksi hingga menyebabkan sepuluh lebih warga Afghanistan meninggal dan melukai puluhan lainnya. Sementara itu, berbagai demonstrasi lainnya pecah di kota Jalalabad Afghanistan sebagai reaksi atas pembakaran al-Qur’an.
Dan juga sebagai reaksi atas kejahatan “pembakaram al-Qur’an”, maka Taliban Afghanistan menyerukan untuk membunuh tentara asing. Di mana dalam sebuah pernyataannya Taliban mengatakan: “Kalian harus melancarkan berbagai serangan yang keras terhadap semua pangkalan penjajah dan konvoi militer; dan hendaklah kalian membunuh mereka, menahan mereka dan menghancurkan mereka, serta berilah mereka pelajaran, sehingga setelah ini mereka tidak berani lagi untuk menghina al-Qur’an. Sebab, melindungi nyawa kaum Muslim dan harta benda mereka adalah kewajiban seluruh kaum Muslim. Oleh karena itu, para peserta aksi demontrasi harus menjadikan pasukan penjajah dan semua fasilitas mereka sebagai sasarannya, bukan hatra benda milik rakyat.”
Dan dalam perkembangan yang luar biasa, ribuan peserta aksi demontrasi mengepung kompleks PBB di utara negara itu, dan mereka berusaha untuk memasukinya. Dalam aksi ini, sedikitnya 3 orang di antara mereka meninggal, dan 47 orang lainnya terluka.
Namun demikian, kejahatan terhadap al-Qur’an ini bukanlah yang pertama kalinya dilakukan oleh Amerika, yang kemudian mereka terbiasa untuk meminta maaf. Sehingga yang seharusnya menjadi fokus perhatian adalah penyakit yang sesungguhnya, yaitu pendudukan. Oleh karena itu, janganlah disibukkan oleh gejala-gejala lahir hinga lupa dengan yang seharusnya, yaitu mencabut penyakit yang tidak dapat disembuhkan itu dan membersihkannya dari Afghanistan (islamtoday.net, 27/2/2012).
—
No comments:
Post a Comment