Di hampir semua negara-negara Sunni, terdapat enclave (kantong) Shiah. Mereka akan menjadi ancaman terhadap kekuasaan Sunni di manapun. Gerakan mereka sangat politis. Mereka akan menyusup dalam jaringan kekuasaan. Inilah bahaya Shiah. Bukan hanya dari segi aqidah semata.
Ketika kelompok Shiah masih minoritas, mereka selalu berlaku “taqiyah” (berpura-pura), tetapi ketika sudah menjadi kekuatan politik yang memiliki leverage (daya tawar), mereka tidak akan pernah memberi kesempatan terhadap golongan lainnya. Ini berlaku di manapun.
Bermula 1 Februari 1978 ketika Ayatullah Khomeini pulang ke Iran dari pengasingan di Paris. Kepulangannya disambut gegap gempita oleh ribuan rakyat Iran.
Khomeini langsung menyerukan penggulingan Perdana Menteri Shapour Bachtiar, yang menjadi perpanjangan tangan Shah Iran.
Itulah awal mula revolusi Iran, yang kemudian dikumandangkan sebagai revolusi “Islam” ala Khomeini. Terdengar menggelegak ke seluruh jagad.
Khomeini seakan menjadi antitesa dari rezim Shah Iran yang disokong oleh Amerika Serikat. Seakan Khomeini menjadi sosok atau tokoh anti Amerika dan Barat. Khomeini menjuluki Amerika sebagai “setan besar”. Suara Khomeini yang penuh dengan emosi menggetarkan Dunia Islam, yang masih dalam perbudakan Amerika dan Barat.
Karena itu, banyak kalangan muda di Dunia Islam yang tertindas oleh rezim-rezim yang menjadi kaki tangan Amerika Serikat dan Barat, menemukan bentuknya yang baru, dan sosok Khomeini sepertinya menjadi pahlawan mereka.
Betapa Ayatullah Khomeini menjadi pahlawan mereka dan dapat menjadi “katarsis” (pelepasan) ketertindasan mereka oleh rezim-rezim yang menjadi kolaborator dan kaki tangan Amerika Serikat dan Barat. Kaum muda di Dunia Islam yang sudah lama tertekan dan tertindas itu, dan dengan penuh semangat dan mengidetikkan diri mereka ke dalam revolusi “Islam “ Iran ala Khomeini.
Inilah awal masuknya pengaruh Iran ke Dunia Islam, dan lebih-lebih di dunia Sunni, yang sebagian besar dikuasai rezim-rezim yang pro-Amerika dan Barat. Mereka membenci terhadap rezim-rezim di negara mereka, yang korup dan menindas. Mereka membenci kekuasaan yang sangat rakus dan menindas. Ucapan Khomeini yang menyebutkan Amerika Serikat sebagai “setan besar”, menjadikan mereka, terutama kalangan muda, memuaskan dahaga mereka dengan khayalan Khomeini itu.
Sejatinya revolusi “Islam” itu tak lain, hanyalah revolusi kaum “Shiah”, yang ingin meluaskan pengaruhnya ke dunia Sunni, dan sesudah dua dekade kemudian, banyak muncul kekuatan politik baru di dunia Sunni, yang bercorak ideologi Shiah. Mereka mempunyai pengaruh politik yang sangat luas dan signifikan.
Seperti di Lebanon yang mula-mula, ketika Zionis-Israel melakukan invasi militer ke Lebanon, tahun l982, dan melakukan pembantaian di kamp pengungsi Palestina di Sabra dan Shatila, dilanjutkan pengusiran kekuatan Organisasi PLO yang dipimpin Yaser Arafat ke Tunisia, mengakibatkan terjadinya ke vakuman (kekosongan), yang kemudian diisi oleh kekuatan Shiah.
Iran yang sudah berada di tangan Khomeini kala terjadinya invasi Israel ke Lebanon mengirim pasukan Pasdaran (Pengawal Revolusi), dan sekarang menjelma menjadi kekuatan Hesbullah (Shiah), secara de facto dan de jure telah menguasai Lebanon. Hesbullah telah mencaplok Lebanon. Hesbullah terlibat konspirasi membunuh Perdana Menteri Rafiq Hariri (Sunni) bersama dengan Suriah, yang sekarang ini Hesbullah mengambilalih kekuasaan di Lebanon.
Hakikatnya Shiah itu sebagai sebuah gerakan politik dengan menggunakan isu agama, dan menjadikan “ahlul bait” sebagai dasar yang digunakan melanggengkan sentimen terhadap gologan Sunni. Ketika kelompok Shiah masih minoritas, mereka selalu berlaku “taqiyah” (berpura-pura), tetapi ketika sudah menjadi kekuatan politik yang memiliki leverage (daya tawar), mereka tidak akan pernah memberi kesempatan terhadap golongan lainnya. Ini berlaku di manapun.
Kekuatan Shiah sekarang membentang mulai dari Lebanon sampai ke Yaman. Seperti bulan Sabit. Melingkar dari atas Lebanon, Irak, Iran, Bahrain, dan Yaman. Di hampir semua negara-negara Sunni, terdapat enclave (kantong) Shiah. Mereka akan menjadi ancaman terhadap kekuasaan Sunni di manapun. Gerakan mereka sangat politis. Mereka akan menyusup dalam jaringan kekuasaan. Inilah bahaya Shiah. Bukan hanya dari segi aqidah semata.
Di Bahrain, di tahun l990, Shiah masih minoritas. Sekarang menjadi mayoritas. Kekuatan Shiah di Bahrain sudah menjadi ancaman negara. Mereka berusaha melakukan penggulingan terhadap kekuasan di Bahrain dengan sokongan dari Iran dan Hesbullah di Lebanon. Di Yaman kekuatan Shiah Houthi melakukan pemberontakan yang tanpa henti. Dengan dukungan Iran. Senjata mereka melimpah. Sampai sekarang pemerintah Yaman tidak bekutik menghadapi Shiah Houthi.
Arab Saudi sekarang menghadapi Shiah. Saudi kewalahan menghadapi kekuatan baru di timur negara itu. Sayangnya para penguasa Arab Saudi, justru yang menjadi target operasi mereka yaitu al-Qaidah, yang justeru mereka menginginkan tegaknya hukum Islam (Allah). Sedangkan kelompok Shiah, sudah jelas-jelas menjadi ancaman dari segi aqidah, tetapi, kerajaan Saudi bersikap lunak dibandingkan menghadapi ancaman al-Qaidah.
Di Indonesia sudah sangat tepat dan wajib, seperti yang dilakukan oleh Forum Ulama dan Umat Islalm Indonesia (FUUI), yang dipimpin oleh Kiai Athian Ali mengumpulkan seluruh ulama dan pimpinan ormas Islam menghadapi ancaman Shiah.
Karena kalangan Shiah di Indonesia, mereka mengklaim sudah memiliki pengikut 4 juta orang. Belum lagi, kalau para mahasiswa Indonesia yang sekarang berada di Qom, dan pulang ke Indonesia, maka ancaman Shiah akan sangat nyata, dan membahayakan bagi masa depan Islam. Karena Shiah bukan hanya sesat secara aqidah, tetapi sepanjang sejarahnya, Shiah menjadi alat musuh-musuh Islam menghancurkann Islam. Wallahu a’lam./ opini redaksi voasilam.com, Senin, 23 Apr 2012
Ilustrasi: al7our.maktoobblog.com
(nahimunkar.com)
Ketika kelompok Shiah masih minoritas, mereka selalu berlaku “taqiyah” (berpura-pura), tetapi ketika sudah menjadi kekuatan politik yang memiliki leverage (daya tawar), mereka tidak akan pernah memberi kesempatan terhadap golongan lainnya. Ini berlaku di manapun.
Bermula 1 Februari 1978 ketika Ayatullah Khomeini pulang ke Iran dari pengasingan di Paris. Kepulangannya disambut gegap gempita oleh ribuan rakyat Iran.
Khomeini langsung menyerukan penggulingan Perdana Menteri Shapour Bachtiar, yang menjadi perpanjangan tangan Shah Iran.
Itulah awal mula revolusi Iran, yang kemudian dikumandangkan sebagai revolusi “Islam” ala Khomeini. Terdengar menggelegak ke seluruh jagad.
Khomeini seakan menjadi antitesa dari rezim Shah Iran yang disokong oleh Amerika Serikat. Seakan Khomeini menjadi sosok atau tokoh anti Amerika dan Barat. Khomeini menjuluki Amerika sebagai “setan besar”. Suara Khomeini yang penuh dengan emosi menggetarkan Dunia Islam, yang masih dalam perbudakan Amerika dan Barat.
Karena itu, banyak kalangan muda di Dunia Islam yang tertindas oleh rezim-rezim yang menjadi kaki tangan Amerika Serikat dan Barat, menemukan bentuknya yang baru, dan sosok Khomeini sepertinya menjadi pahlawan mereka.
Betapa Ayatullah Khomeini menjadi pahlawan mereka dan dapat menjadi “katarsis” (pelepasan) ketertindasan mereka oleh rezim-rezim yang menjadi kolaborator dan kaki tangan Amerika Serikat dan Barat. Kaum muda di Dunia Islam yang sudah lama tertekan dan tertindas itu, dan dengan penuh semangat dan mengidetikkan diri mereka ke dalam revolusi “Islam “ Iran ala Khomeini.
Inilah awal masuknya pengaruh Iran ke Dunia Islam, dan lebih-lebih di dunia Sunni, yang sebagian besar dikuasai rezim-rezim yang pro-Amerika dan Barat. Mereka membenci terhadap rezim-rezim di negara mereka, yang korup dan menindas. Mereka membenci kekuasaan yang sangat rakus dan menindas. Ucapan Khomeini yang menyebutkan Amerika Serikat sebagai “setan besar”, menjadikan mereka, terutama kalangan muda, memuaskan dahaga mereka dengan khayalan Khomeini itu.
Sejatinya revolusi “Islam” itu tak lain, hanyalah revolusi kaum “Shiah”, yang ingin meluaskan pengaruhnya ke dunia Sunni, dan sesudah dua dekade kemudian, banyak muncul kekuatan politik baru di dunia Sunni, yang bercorak ideologi Shiah. Mereka mempunyai pengaruh politik yang sangat luas dan signifikan.
Seperti di Lebanon yang mula-mula, ketika Zionis-Israel melakukan invasi militer ke Lebanon, tahun l982, dan melakukan pembantaian di kamp pengungsi Palestina di Sabra dan Shatila, dilanjutkan pengusiran kekuatan Organisasi PLO yang dipimpin Yaser Arafat ke Tunisia, mengakibatkan terjadinya ke vakuman (kekosongan), yang kemudian diisi oleh kekuatan Shiah.
Iran yang sudah berada di tangan Khomeini kala terjadinya invasi Israel ke Lebanon mengirim pasukan Pasdaran (Pengawal Revolusi), dan sekarang menjelma menjadi kekuatan Hesbullah (Shiah), secara de facto dan de jure telah menguasai Lebanon. Hesbullah telah mencaplok Lebanon. Hesbullah terlibat konspirasi membunuh Perdana Menteri Rafiq Hariri (Sunni) bersama dengan Suriah, yang sekarang ini Hesbullah mengambilalih kekuasaan di Lebanon.
Hakikatnya Shiah itu sebagai sebuah gerakan politik dengan menggunakan isu agama, dan menjadikan “ahlul bait” sebagai dasar yang digunakan melanggengkan sentimen terhadap gologan Sunni. Ketika kelompok Shiah masih minoritas, mereka selalu berlaku “taqiyah” (berpura-pura), tetapi ketika sudah menjadi kekuatan politik yang memiliki leverage (daya tawar), mereka tidak akan pernah memberi kesempatan terhadap golongan lainnya. Ini berlaku di manapun.
Kekuatan Shiah sekarang membentang mulai dari Lebanon sampai ke Yaman. Seperti bulan Sabit. Melingkar dari atas Lebanon, Irak, Iran, Bahrain, dan Yaman. Di hampir semua negara-negara Sunni, terdapat enclave (kantong) Shiah. Mereka akan menjadi ancaman terhadap kekuasaan Sunni di manapun. Gerakan mereka sangat politis. Mereka akan menyusup dalam jaringan kekuasaan. Inilah bahaya Shiah. Bukan hanya dari segi aqidah semata.
Di Bahrain, di tahun l990, Shiah masih minoritas. Sekarang menjadi mayoritas. Kekuatan Shiah di Bahrain sudah menjadi ancaman negara. Mereka berusaha melakukan penggulingan terhadap kekuasan di Bahrain dengan sokongan dari Iran dan Hesbullah di Lebanon. Di Yaman kekuatan Shiah Houthi melakukan pemberontakan yang tanpa henti. Dengan dukungan Iran. Senjata mereka melimpah. Sampai sekarang pemerintah Yaman tidak bekutik menghadapi Shiah Houthi.
Arab Saudi sekarang menghadapi Shiah. Saudi kewalahan menghadapi kekuatan baru di timur negara itu. Sayangnya para penguasa Arab Saudi, justru yang menjadi target operasi mereka yaitu al-Qaidah, yang justeru mereka menginginkan tegaknya hukum Islam (Allah). Sedangkan kelompok Shiah, sudah jelas-jelas menjadi ancaman dari segi aqidah, tetapi, kerajaan Saudi bersikap lunak dibandingkan menghadapi ancaman al-Qaidah.
Di Indonesia sudah sangat tepat dan wajib, seperti yang dilakukan oleh Forum Ulama dan Umat Islalm Indonesia (FUUI), yang dipimpin oleh Kiai Athian Ali mengumpulkan seluruh ulama dan pimpinan ormas Islam menghadapi ancaman Shiah.
Karena kalangan Shiah di Indonesia, mereka mengklaim sudah memiliki pengikut 4 juta orang. Belum lagi, kalau para mahasiswa Indonesia yang sekarang berada di Qom, dan pulang ke Indonesia, maka ancaman Shiah akan sangat nyata, dan membahayakan bagi masa depan Islam. Karena Shiah bukan hanya sesat secara aqidah, tetapi sepanjang sejarahnya, Shiah menjadi alat musuh-musuh Islam menghancurkann Islam. Wallahu a’lam./ opini redaksi voasilam.com, Senin, 23 Apr 2012
Ilustrasi: al7our.maktoobblog.com
(nahimunkar.com)
No comments:
Post a Comment